Advertorial

Pentingnya Evaluasi Keuangan Keluarga Secara Berkala (Bag. 1)

Kompas.com - 13/12/2017, 11:38 WIB

Pengelolaan keuangan adalah hal yang mutlak dilakukan, apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Perlu adanya tujuan keuangan yang dapat menjamin masa depan dalam sebuah keluarga,. Agar pengelolaan dana tidak menyimpang dan tetap sejalan dengan tujuan, perlu dilakukan evaluasi keuangan keluarga secara berkala.

Menurut perencana keuangan Pandji Harsanto, evaluasi keuangan berguna untuk mendeteksi adanya pengeluaran yang menyimpang dari tujuan awal. Demikian juga disampaikan oleh perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto. Keuangan keluarga yang tidak sehat bisa menimbulkan utang dan menghambat investasi. Padahal kedua hal itu bisa memengaruhi kondisi keuangan di masa depan.

Konselor Keuangan dan Keluarga Moneyn Love Financial Planning & Consultant Andreas Freddy Pieloor pun menyatakan bahwa tujuan evaluasi kesehatan keuangan keluarga adalah untuk menjaga agar tujuan keuangan keluarga tetap berada di jalur yang benar. Dengan melakukan evaluasi ini, segala kesalahan yang diambil dapat segera diperbaiki sebelum berdampak lebih jauh.

Adapun faktor yang kerap kali menjadi penyebab kesehatan keuangan keluarga terganggu adalah pengeluaran besar yang terjadi secara tiba-tiba. Pengeluaran ini bisa terjadi karena berbagai hal. Contohnya karena musibah dan tidak memiliki asuransi sehingga harus mengeluarkan dana darurat, atau karena harus meminjamkan uang kepada sanak saudara yang membutuhkan. Dalam hal ini, kejujuran antarpasangan adalah faktor yang sangat penting.

Selain pengeluaran yang besar, penurunan pendapatan juga bisa menggoyang keuangan keluarga. Misalnya karena pemutusan hubungan kerja yang mendadak, usaha yang sedang turun, hingga meninggalnya pencari nafkah utama.

Menurut Freddy, masalah pada keuangan keuarga bisa diketahui dari gejala yang timbul. Seperti keterlambatan membayar utang, tidak mampu membayar premi asuransi, inkonsistensi dalam menabung dan investasi, serta biaya hidup yang melampaui penghasilan.

Eko pun kembali mengingatkan untuk mengatur rasio pos pengeluaran dalam keuangan. Cicilan utang maksimal 30 persen dari toal penghasilan. Sementara masing-masing 10 persen digunakan untuk investasi dan proteksi, sisanya baru digunakan untuk konsumsi. Jika porsi investasi dan proteksi sudah dikorbankan untuk membayar cicilan utang, maka kondisi keuangan sudah dikategorikan tidak sehat.

Jika ternyata kondisi keuangan sudah mulai tidak sehat, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengembalikannya. Simak pembahasannya di bagian kedua artikel ini.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau