Kilas

Toko Tani Indonesia Jawab Tantangan di Era Digital

Kompas.com - 22/12/2017, 20:22 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Demi menjawab perkembangan perkembangan ekonomi digital dan tuntutan kemudahan berbelanja bagi masyarakat, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian merancang aplikasi Toko Tani Indonesia (TTI) dalam jaringan (online) dalam aplikasi perdagangan secara elektronik atau e-commerce (business to business) yang melibatkan petani, masyarakat, lembaga keuangan, dan transportasi. Hal ini  sebagai wujud transformasi dalam pelayanan TTI agar dapat melayani masyarakat secara lebih luas, mudah dan murah.

Dalam catatan Kepala BKP Kementan Agung Hendriadi, pada 2018 akan dikembangkan kembali 1000 TTI dan 500 gabungan kelompok tani (gapoktan). Angka-angka itu membuat jumlah seluruh gapoktan menjadi 1398. Lantas, jumlah TTI menjadi 3433.

"Dengan kondisi ini sudah tidak memungkinkan lagi jika pengelolaan pasokan dan distribusi pangan dilakukan secara manual. Untuk itu kita bangun e-commerce TTI," kata Agung Hendriadi saat meresmikan e-commerce di TTIC Ragunan Jakarta, Jumat (22/12/2017).

"Pada tahap awal, sistem  TTI online akan melibatkan gapoktan, TTI dan Toko Tani Indonesia Center (TTIC) sebagai penghubung, yang akan  mempertemukan antara pemasok dan TTI dalam suatu sistem data informasi berbasis online," tambah Agung.

Enam manfaat

Toko Tani Indonesia (TTI) di Jalan Swadaya, Kota Makassar. Sampai dengan 2017 usai, Kementerian Pertanian sudah membangun 3.000 TTI di seluruh Indonesia.Josephus Primus Toko Tani Indonesia (TTI) di Jalan Swadaya, Kota Makassar. Sampai dengan 2017 usai, Kementerian Pertanian sudah membangun 3.000 TTI di seluruh Indonesia.

Menurut Agung, ada enam manfaat aplikasi ini. Keenamnya adalah ketersediaan informasi stok di sisi gapoktan dan TTI, kepastian pengiriman dan monitoring proses pengiriman, jaminan kontinuitas pasokan, minimalisasi biaya distribusi, adanya kepastian harga dan stok yang dapat dibeli masyarakat, dan informasi akses lokasi TTI terdekat bagi masyarakat.

Output dari sistem e-commerce  berupa bank data terkait pola produksi serta pola transaksi. Kelak, bank data itu bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan kebijakan Kementerian Pertanian, terutama terkait pemasaran hasil pertanian dan program stabilisasi harga dan pasokan pangan.

"Ke depan, aplikasi ini akan terus dikembangkan sehingga masyarakat dapat ikut mengakses layanan TTI secara online," tutur Agung.

Agung menerangkan, terkait hal di atas, peran perbankan akan disertakan dan dikembangkan dalam sistem ini. Menurutnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah berkomitmen mendukung pengembangan pembayaran non-tunai antara TTI dan gapoktan.

Peran perbankan juga akan diperluas sebagai pemberi pinjaman mikro atau ritel bagi petani, gapoktan dan TTI. Selain itu juga akan dikembangkan cash management transaction keuangan TTIC.

Pengembangan TTI, kemudian,  bertujuan untuk mendukung stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dan strategis yang dilaksanakan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM).

Melalui kegiatan ini, gapoktan atau Lembaga Usaha Pangan Masyarakat (LUPM) dan TTI diberdayakan sebagai lembaga distribusi dalam rantai distribusi yang lebih efektif dan efisien.

Melalui PUPM yang dikembangkan BKP Kementan,  sampai saat ini, telah terbentuk 898 gapoktan dan 2.433 TTI yang tersebar di 32 provinsi. Rinciannya, pada 2016 sebanyak 492 gapoktan dan 1.320 TTI. Kemudian, pada  2017 ada sebanyak 406 gapoktan dan 1.113 TTI.

Khusus pada 2017, gapoktan sebagai penyuplai bahan pangan dikonsentrasikan pada tujuh provinsi sentra padi yaitu Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, untuk menyuplai TTI di Jabodetabek. Komoditas yang dipasok yaitu beras, cabai, dan bawang merah.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (BKP Kementan) Agung Hendriadi (berjaket coklat) saat bertandang ke Toko Tani Indonesia (TTI) Acar Yogyakarta, Kamis (23/11/2017).Badan Ketahanan Pangan Kementan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (BKP Kementan) Agung Hendriadi (berjaket coklat) saat bertandang ke Toko Tani Indonesia (TTI) Acar Yogyakarta, Kamis (23/11/2017).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau