Advertorial

Penurunan Daya Beli Masyarakat Menghambat Bisnis Anda?

Kompas.com - 27/12/2017, 15:00 WIB

Banyak pengusaha mengeluh, kondisi ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat turut memperlambat bisnis mereka. Benarkah demikian? Menurut Pengamat Ekonomi dan Pendiri Inventure, Yuswohady, tidak seperti itu kondisi sebenarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi masih tinggi selama tiga tahun terakhir, yakni mencapai 5 persen. Konsumsi domestik, terutama rumah tangga, masih menjadi penggerak pertumbuhan hingga kuartal II 2017 (selain investasi dan ekspor).

Yuswohady pun tidak sepakat dengan adanya penurunan daya beli di Indonesia. Menurutnya yang terjadi saat ini adalah pergeseran konsumsi masyarakat. “Dari yang semula berbasis kepemilikan barang (goods) menjadi berbasis pengalaman (experience). Di Indonesia, sedang ada pergeseran itu," katanya di Entrepeneur Talk 2018 yang diselenggarakan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Perubahan pola konsumsi inilah yang menyebabkan turunnya minat masyarakat untuk membeli bahan makanan pokok, fashion, peralatan rumah tangga dan perumahan. Industri manufaktur seperti otomotif juga cenderung melambat pertumbuhannya.

Sedangkan, bisnis yang berbasis internet, usaha rintisan, dan e-dagang malah tumbuh signifikan. Inilah yang menyebabkan banyak pihak akhirnya malah menyalahkan tren tersebut sebagai biang keladi perlambatan bisnis mereka.

Para pengusaha seharusnya segera memahami semua pergeseran itu. Apalagi, menurut Yuswohady, sejak beberapa tahun terakhir pasar dikuasai oleh generasi milenial yang lahir antara 1980-2000. Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya lebih mementingkan kepemilikan barang seperti mobil dan rumah, kaum milenial menganut pola konsumsi berbasis pengalaman.

Selain itu, pola konsumsi generasi milenial juga cenderung ingin dilihat dan terhubung secara sosial (social connection). "Untuk makan misalnya, mereka lebih senang mencoba kafe baru yang unik. Setelah itu, mereka merasa penting untuk mengunggah pengalaman tersebut di Facebook dan Instagram,” tambah Yuswohady.

Pola konsumsi berbasis pengalaman lainnya yakni travel boom, yang disebabkan oleh maraknya perkembangan hotel dan penerbangan murah.

Jadi, bagaimana menghadapi pergeseran pola konsumsi ini? Yuswohady meyakini, ada dua bisnis yang akan berkembang di tahun depan, yakni digital economy dan bisnis leisure (waktu senggang). Jika Anda ingin menjalani tahun 2018 dengan kelancaran bisnis, sebaiknya memanfaatkan dua peluang ini.

Sumber: Smart-money.co

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com