JAKARTA – Ambisi Presiden Joko Widodo untuk membangun infrastruktur strategis nasional secara menyeluruh di Indonesia menuntut pemerintah untuk tidak lagi mengandalkan APBN sebagai satu-satunya sumber pembiayaan utama. Alih-alih mengurangi porsi infrastruktur, pemerintah justru mendorong partisipasi pihak swasta, pemilik dana jangka panjang, dan BUMN melalui skema pembiayaan alternatif (creative financing) yang menjadi solusi pembiayaan infrastruktur di tengah keterbatasan APBN, seperti yang dipaparkan oleh Presiden pada saat membacakan Nota Keuangan dan RAPBN 2018, pertengahan Agustus lalu.
Dalam memastikan perencanaan serta keberjalanan proyek infrastruktur melalui skema ini, Presiden menunjuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai koordinator pembiayaan pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur strategis nasional yang bersumber dari dana non-anggaran pemerintah, seperti tertuang dalam Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2017 tentang percepatan proyek strategis nasional. Melalui aturan ini, Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan Kemenko Perekonomian untuk mengupayakan pembangunan infrastruktur strategis nasional yang bersumber dari dana non-anggaran pemerintah.
Hal inilah yang menjadi latar belakang dicetuskannya skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), dimana pemerintah Indonesia menggandeng investor swasta dan pengelola dana-dana jangka panjang, seperti dana pensiun, dana haji, dan dana asuransi, untuk berinvestasi secara langsung dalam pembangunan infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Sederhananya, PINA menjadi ujung tombak Kementerian PPN/Bappenas dalam upaya menjalin kerjasama strategis antara pemerintah, BUMN, dan pihak swasta dalam akselerasi pembangunan infrastruktur non-anggaran pemerintah.
“Sebab infrastruktur milik kita semua. Rakyat akan diuntungkan dengan pembangunan infrastruktur ini. Jadi memang swasta juga perlu terlibat,” tutur Chief Executive Officer (CEO) PINA Eko Putro Adijayanto ketika ditemui Kompas.com di Jakarta, beberapa waktu lalu.
PINA dibentuk oleh Kementerian PPN/Bappenas dalam SK Menteri PPN/BAPPENAS No. Kep.121/M.PPN/HK/11/2017 tentang Tim Fasilitas Pemerintah untuk Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA). PINA memiliki tiga fungsi utama, yakni memfasilitasi investor dan investee (pemilik proyek) dalam upaya financial closing proyek infrastruktur yang sudah siap diimplementasikan, kemudian pipelining atau menyusun proyek-proyek infrastruktur yang layak dan atraktif sesuai standar PINA, dan membangun ekosistem investasi yang kondusif bagi investor. Eko Putro menekankan, poin terkait membangun ekosistem investasi dinilai menjadi tantangan yang besar bagi pemerintah.
Berbagai keberhasilan telah dicapai oleh PINA dalam upaya pengembangan proyek infrastruktur non-anggaran pemerintah. Pada awal tahun 2017, PINA memfasilitasi masuknya PT SMI dan dana pensiun PT Taspen ke dalam investasi langsung untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ke dalam proyek infrastruktur jalan tol milik PT Waskita Karya melalui total partisipasi ekuitas sebesar Rp 3,5 triliun. PINA juga berperan langsung dalam fasilitasi penerbitan RDPT ekuitas yang dikeluarkan oleh PT Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebesar Rp 932 miliar sebagai partisipasi ekuitas perusahaan tersebut. Beberapa hasil lain yang juga dicapai oleh PINA antara lain sebagai fasilitator kerjasama investasi PT Nusantara Infrastruktur dengan partner internasional strategis dengan total nilai investasi Rp 1,81 triliun, serta fasilitator proyek Palapa Ring Jaringan Serat Optik – Paket Tengah milik PT LEN dengan total investasi sebesar Rp 174 miliar.
Dalam rangka memacu akselerasi PINA sebagai motor pembangunan infrastruktur di Indonesia, pada tanggal 18 Januari 2018 Tim PINA bersama dengan Bappenas telah melaksanakan kegiatan PINA Day 2018 yang bertujuan mensosialisasikan sekaligus memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk menjadikan PINA sebagai katalisator dan penggerak model pembiayaan investasi infrastruktur tanpa menggunakan dana dari Pemerintah.
Pada kesempatan ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Prof. Bambang PS Brodjonegoro, menyampaikan upaya pemerintah dalam mendorong pembangunan infrastruktur non-anggaran pemerintah melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), dan skema PINA yang akan berfokus pada pemenuhan ekuitas dari proyek infrastruktur tersebut. Selain itu, turut pula hadir Kepala OJK, Wimboh Santoso, yang memaparkan upaya OJK dalam mendukung ekosistem ramah investasi di Indonesia melalui relaksasi aturan keuangan, insentif pajak, dan upaya lainnya.
Terdapat beberapa sesi khusus dalam acara PINA Day 2018, diantaranya diskusi panel pengembangan infrastruktur non anggaran pemerintah, diskusi mengenai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang diikuti oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB), serta break out session yang mempertemukan para investor, investee, dan institusi pendukung dalam satu meja diskusi guna menjajaki teknis kerja sama yang akan dilakukan pasca PINA Day 2018.
Acara breakout session menjadi salah satu hal unik yang dilakukan di PINA Day, dimana para calon investor dapat langsung bertanya kepada pemilik proyek yang terbagi menjadi lima sektor, yaitu sektor Bandar Udara, Kawasan Pariwisata Terpadu, Jalan Tol, Industri Strategis, dan Pembangkit Listrik. Tidak hanya terkait pada nilai pengembalian investasi dan isu finansial lainnya, namun diskusi dalam breakout session juga meluas ke isu kesiapan proyek, keadaan pembebasan lahan, hingga rencana perluasan proyek di masa depan. Melalui breakout session, para calon investor yang sudah siap diharapkan dapat segera menjalin komunikasi intensif dengan pemilik proyek agar dapat segera melihat potensi kerjasama hingga tercapainya financial closing dari proyek tersebut.
Setelah pertemuan antara investor dan pemilik proyek dalam wadah PINA Day, Tim PINA secara aktif melakukan follow up kepada kedua pihak terkait keberlanjutan potensi kerjasama, menjadi fasilitator pertemuan antara keduanya, serta evaluasi terhadap isu yang menghambat terjadinya financial closing. Melalui follow up secara rutin, PINA berupaya untuk mempercepat proses pembiayaan ekuitas dari suatu proyek infrastruktur sehingga proyek tersebut dapat dijalankan sesuai jadwal implementasi yang sudah direncanakan.
Dalam waktu dekat, berbagai target telah dicanangkankan oleh PINA menuju financial closing proyek – proyek infrastruktur di Indonesia. Pada Kuartal II Tahun 2018, PINA menargetkan penyelesaian investasi 18 ruas Jalan Tol Trans-Jawa dan Non-Trans-Jawa milik PT Waskita Karya dengan total nilai proyek Rp 135 triliun yang akan diselesaikan secara bertahap. Selain itu, PINA juga menargetkan masuknya investasi kedalam proyek PLTU Meulaboh milik PT PP melalui skema surat berharga perpetual dengan target dana sebesar Rp 1 triliun pada tahap awal. Terkait dengan ini, PINA tengah memfasilitasi berbagai investor retail dan institusi, antara lain Ciptadana, PT SMI, dan PT Taspen, termasuk peluang masuknya investasi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk pertama kalinya dalam sejarah ke dalam proyek infrastuktur.
Peran PINA dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur non-anggaran pemerintah tentunya masih akan dipacu dalam tahun-tahun kedepan. Pencapaian PINA saat ini diharapkan menjadi awal yang baik dilandasi itikad baik Pemerintah Indonesia dalam memperbaiki kualitas daya saing negaranya melalui ketersediaan infrastruktur yang kompetitif, yang dibangun tanpa membebani anggaran pemerintah.