Kilas

Cerita Suminem di Tengah Lenguhan Sapi Berahi

Kompas.com - 01/04/2018, 16:41 WIB

LAMPUNG, KOMPAS.com - Suminem tersenyum. Sembari mengacungkan jempol tangan kanannya, perempuan paruh baya berkulit legam itu berbicara dengan suara lantang pada Kamis (29/3/2018) siang yang terik di Lapangan Simpang Empat. "Ini sapi saya. Babon-nya ini," katanya.

Lapangan Simpang Empat adalah lapangan milik Desa Neglasari, di Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Kala itu, suara lenguhan sapi-sapi berahi terdengar nyaring.

Bayangkan saja, seratusan ekor sapi betina tengah mengantre untuk dilakukan inseminasi buatan. Salah satunya, ya, sapi betina indukan atau istilah setempat babon milik Suminem.

Lihatlah, Nur Rohmanudin, petugas dari Ikatan Inseminator Indonesia (Ikinndo) Lampung Selatan. Ia memasukkan tangan kanannya yang berbalut sarang tangan plastik ke dalam anus seekor sapi betina. "Saya mengecek rahim sapi ini apakah siap diberi suntikan hormon agar cepat berahi," tuturnya.

Nur Rohmanudin mengaku bisa mengenali ciri-ciri rahim sapi yang siap berahi. "Ada terasa seperti lendir di mulut rahim," ujarnya.

Sementara, Suminem menanti dengan sabar giliran untuk sapi betinanya itu. "Sudah manak (beranak) empat kali loh mas sapi saya ini," kata Suminem.

Suminem, kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, mengaku senang memiliki sapi yang diberi inseminasi buatan. "Makannya banyak, sapi juga cepat besar," katanya sembari menunjuk anak sapi atau pedet miliknya.

Rata-rata, jelas Suminem, saat berumur sekitar 7 bulan, sapi miliknya sudah berbobot di kisaran 200 kilogram lebih. "Nah, kalau sudah segitu, bisa dijual," tuturnya.

Kebutuhan

Petugas dari Ikatan Inseminator Indonesia (Ikinndo) Lampung Selatan, Kamis (29/3/2018), memeriksa rahim sapi untuk persiapan memasukkan hormon agar sapi cepat berahi. Kompas.com/Josephus Primus Petugas dari Ikatan Inseminator Indonesia (Ikinndo) Lampung Selatan, Kamis (29/3/2018), memeriksa rahim sapi untuk persiapan memasukkan hormon agar sapi cepat berahi.

Lagi-lagi Suminem bercerita. Sepuluh tahun lalu, ia membeli seekor sapi betina. "Waktu itu saya dan suami punya modal Rp 10 juta," ujarnya.

Suminem dan suaminya, Suraji, yang kini tinggal di Desa Tanjung Jati 1, tak jauh dari Neglasari, tak berpangku tangan. Mereka mengikutkan sapi peliharaan itu pada program inseminasi buatan. "Sapinya ya cepat beranak ya," katanya.

Dalam perjalanan waktu pada program itu, Suminem mengaku sudah lima kali menjual sapi. Seekor sapi berumur sebagaimana disebutkan di atas hingga setahun bisa dilepas dengan banderol Rp 8 jutaan.

Lantas, untuk sapi berbobot di kisaran 500 kilogram, terang Suminem, harganya sudah barang tentu lebih mahal. Ia memberi kisaran kasar di angka Rp 15 jutaan. "Bisa lebih juga," katanya.

Bagi Suminem dan Suraji, kemudian, sapi-sapi peliharaan mereka menjadi andalan untuk menjawab kebutuhan hidup. "Saya menjual sapi saat anak butuh biaya sekolah," kata Suminem, ibu kandung dari dua orang anak, Rohiman dan Suyanti.

Sepotong cerita tentang sapi tersebut, menjadi cuplikan kisah upaya swasembada daging sapi yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang hadir di lapangan tersebut mengatakan dalam sambutannya bahwa panen pedet adalah bentuk keberhasilan Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) Nasional yang dicanangkan sejak 2017.

Ada sekitar 2000 ekor pedet atau anak sapi hasil program itu di Lampung Selatan. "Saya bangga akan pencapaian ini," ujarnya.

Amran memaparkan sejak Upsus Siwab dilaksanakan, ada 5.027.120 sapi betina disertakan program inseminasi buatan (IB). Dari jumlah itu, sapi yang bunting mencapai 2.236.934 ekor. Lantas, jumlah kelahiran ada 1.080.334 ekor.

Dengan asumsi harga satu ekor pedet lepas sapih sekitar Rp 7 juta, total pendapatan yang diperoleh mencapai Rp 7,56 triliun. "Padahal investasi Upsus Siwab Rp 1,1 triliun,"  pungkas Menteri Andi Amran Sulaiman. (Baca: Ini Modal untuk Wujudkan Indonesia Lumbung Protein)

Sapi di Desa Neglasari, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Kamis (29/3/2018), dalam program inseminasi buatan. Sampai dengan 2021, Kementerian Pertanian menargetkan 25 juta ekor sapi nasional program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib bunting (Upsus Siwab). Kompas.com/Josephus Primus Sapi di Desa Neglasari, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Kamis (29/3/2018), dalam program inseminasi buatan. Sampai dengan 2021, Kementerian Pertanian menargetkan 25 juta ekor sapi nasional program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib bunting (Upsus Siwab).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau