kabar ketenagakerjaan

Pemerintah Siapkan Aturan Turunan Perpres Tenaga Kerja Asing

Kompas.com - 18/04/2018, 16:13 WIB

Jakarta---Pemerintah tengah menyusun aturan-aturan turunan terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). 

Rencana aturan turunan tersebut akan dituangkan melalui Peraturan Menaker (Permen) atau Keputusan Menaker (Kepmen) yang mengatur tentang persyaratan, kualifikasi TKA dan jenis-jenis jabatan yang diperbolehkan maupun dilarang diduduki TKA. 

“Kita  hanya memilki waktu sekitar tiga bulan harus selesai untuk menerima masukan dari para stake holder agar segera akan jadi Kepmen atau Permen. Jangan sampai batas waktu yang ditentukan belum selesai,“ tutur Sekjen Kemnaker, Hery Sudharmanto saat membuka Rapat Koordinasi Penyusunan Rancangan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tentang Syarat, Kualifikasi, dan Jabatan yang Dilarang Diduduki TKA di Jakarta, Selasa, 17 April 2018. 

Acara tersebut turut menghadirkan beberapa narasumber, seperti Deputi Bidang Kemaritiman Satya Bhakti Parikesit, Dirjen Binapenta PKK Maruli A. Hasoloan, Kasubdit Verifikasi Dokumen Perjalanan Ditjen Imigrasi Kemenkumham Elfinur, dan Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian Yulius. 

Sekjen Hery mengungkapkan, masukan yang diminta pada rakor lintas kementerian itu antara lain  menyangkut Perpres No.20, pasal 5 ayat (3) yang berbunyi “Dalam hal kementerian/lembaga mensyaratkan kualifikasi dan kompetensi, atau melarang TKA untuk jabatan tertentu, menteri/kepala lembaga menyampaikan syarat atau larangan dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan.” 

Masukan lainnya terkait Perpres pasal 6 ayat (3) tentang jenis jabatan, sektor dan tata cara penggunaan TKA dan pasal 10 ayat (1c) mengenai pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.  

Sekjen Hery juga meminta masukan dari berbagai sektor apabila ada syarat kualifikasi dan kompetensi jabatan pada sebuah sektor ataupun jabatan tertentu yang dilarang diduduki oleh TKA. 

“Apabila memang ada, agar disampaikan kepada Kemnaker untuk ditetapkan dengan Kepmenaker selambat-lambatnya disampaikan pada akhir bulan Mei 2018. Mekanisme pengawasan untuk jabatan-jabatan sesuai kewenangan K/L agar dibahas lebih lanjut,“ jelasnya. 

-- -

Sementara itu, Dirjen Binapenta dan PKK Maruli menambahkan, secara prinsip, Perpres bertujuan menyederhanakan prosedur dengan tetap mengikuti persyaratan ketat. Maruli berharap, lintas K/L memikirkan penggunaan TKA dari segi persyaratan, larangan dan kebutuhan sektor.  

“Tapi harus tetap dipikirkan untuk tingkatkan daya saing, apakah syarat yang ketat itu akan menghambat atau menambah daya saing TKI. Kalau sudah dipikirkan, tolong diinfo ke Kita, nanti Kita bareng-bareng lagi membuat Permenaker (Peraturan Menaker-red),“ ujarnya. 

Deputi Satya Bhakti Parikesit mengutarakan, sesuai arahan Presiden pada rapat terbatas tentang penataan TKA pada 6 Maret lalu, rekomendasi dari K/L dihilangkan seluruhnya dan tidak diperlukan lagi dalam pengunaan TKA, kemudahan dalam penerbitan perizinan TKA, dan fokus pada pengawasan dan sanksi yang tegas. 

Penyederhanaan perizinan dalam penggunaan TKA, ungkap Satya, dilakukan tanpa mengesampingkan aspek keamanan dan keselamatan serta mengacu pada peraturan perundang-undangan. 

Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan investasi dalam rangka mendukung perekonomian nasional sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. 

Asdep Yulius menyatakan, Perpres No.20 tahun 2018 telah mengatur pengecualian yang dapat diberlakukan kepada pemberi kerja TKA dan status TK dalam kondisi tertentu. 

Salah satu pengecualian yang berlaku adalah pekerjaan yang bersifat sementara dengan masa paling lama enam bulan, tidak memerlukan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) baru. 

Pengecualian lainnya juga berlaku pada pekerjaan yang bersifat mendesak, dimana  sebuah sektor dapat mempekerjakan TKA terlebih dahulu dan pengajuan permohonan RPTKA paling lambat dapat dilakukan 2 hari setelah TKA bekerja. 

Terakhir, ada pula pengecualian bagi pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah (prioritas pemerintah), dimana hal ini ditetapkan lebih lanjut oleh Permenaker.  

Rakor ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat dari berbagai kementerian, antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Sekretariat Negara, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Pariwisata, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com