JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bersama dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan FAO ECTAD memberikan beasiswa bagi awak media di Indonesia pada acara Media Fellowship pada Senin, kemarin. Kegiatan berlangsung di Gedung Sapta Pesona.
Dari program tersebut, tiga karya jurnalistik dari Kompas TV, Tempo dan Tribun Manado berhasil terpilih sebagai Liputan Terbaik dan berhak mendapatkan hadiah berupa uang tunai dan kesempatan untuk menghadiri One Health Conference ke-5 di Canada pada Juni 2018.
Kegiatan Media Fellowship ini bertujuan untuk memberi pengetahuan tentang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner kepada wartawan yang melibatkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
Kegiatan ini telah berlangsung sejak awal 2018. Ada sebanyak 25 wartawan terpilih untuk mengikuti Media Workshop berupa pembekalan materi dalam meliput isu-isu yang berkaitan dengan ancaman pandemik penyakit, Resistensi Antimikroba (AMR), Penyakit Infeksi Baru (PIB), dan Zoonosis guna mendukung produksi peternakan. Program ini merupakan bagian dari Proyek FAO EPT2 yang didanai oleh USAID.
Dari 25 peserta tersebut, panitia (Kementan, FAO dan AJI) memilih 10 peserta dengan ide liputan paling menarik untuk menerima fellowship dan melakukan peliputan dengan bimbingan mentor jurnalis dari AJI Indonesia berdasarkan proposal yang telah diajukan dilakukan selama periode Maret-Mei 2018. Dari hasil liputan-liputan tersebut dipilih 3 karya sebagai Liputan Terbaik.
Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita menyampaikan, di era keterbukaan publik ini media memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan edukasi tentang kesehatan hewan kepada masyarakat. Media bertindak sebagai sumber informasi yang benar dan juga sebagai pemberi saran untuk perilaku kesehatan yang benar.
Menurutnya, selama ini pemerintah bersama dengan Kementerian lain, lembaga kemasyarakatan internastional dan lembaga donor bahu membahu untuk mencegah dan mengendalikan, serta mengatasi ancaman pandemik. Salah satunya yaitu melalui kegiatan Emerging Pandemic Threats 2, bersama dengan FAO ECTAD yang didanai oleh USAID.
I Ketut mengatakan, ketika Indonesia bisa lulus assesment oleh Jepang itu artinya Indonesia telah mampu mengendalikan dan membebaskan penyakit Avian Influenza.
"Hal tersebut adalah hasil kerja nyata kerja sama dengan FAO melalui langkah-langkah nyata pembangunan kompartemen yang saat ini sudah ada 77 unit usaha breeding farm," ungkap I Ketut Diarmita. Kerjasama dengan FAO lainnya yang juga mulai terlihat adalah dengan adanya penurunan kasus Rabies di Bali.
I Ketut Diarmita menuturkan, dengan terkendalinya penyakit zoonosis di Indonesia, produk unggas Indonesia sudah dapat diekspor ke 6 negara, yaitu Jepang, Myanmar, Timor Leste, PNG, Vietnam dan Malaysia. "Bahkan Indonesia juga sudah ekspor obat hewan," ungkap I Ketut Diarmita.
"Motto kita adalah Hewan Sehat, Manusia Sehat," tambahnya.
Informasi
Selain itu menurut I Ketut, Indonesia juga mendapatkan penghargaan dari LSM Malaysia terkait pelarangan penggunaan AGP untuk mencegah AMR.
Lebih lanjut ia mengatakan, menyampaikan informasi yang benar ke masyarakat akan mendapatkan pahala yang tinggi. "Seperti saat ini misalnya isu terkait tentang ketersediaan daging dan telur ayam menjadi isu yang sangat kompleks," ujarnya.
I Ketut menyebutkan, saat ini Indonesia sedang berupaya agar terjadi lompatan peningkatan populasi sapi/kerbau di Indonesia. "Banyak plasma nuftah yang dimiliki oleh Indonesia, dari segi kualitas tidak kalah dengan negara lain," ungkap I Ketut Diarmita.
“Tentu, upaya ini akan sia-sia tanpa peran aktif masyarakat, terutama melalui peran media sebagai mitra dalam mengedukasi masyarakat,” katanya.
Abdul Manan, Ketua Umum AJI, mengatakan, kegiatan positif ini perlu secara rutin diadakan mengingat selama ini, isu peternakan dan kesehatan hewan selalu dianggap kurang menarik. Apalagi jika dibandingkan dengan isu politik. Padahal, menurutnya, kejadian wabah flu burung tahun 2004 lalu, masyarakat telah melihat begitu besar kerugian yang disebabkan oleh wabah ini.
Pada kesempatan yang sama Jonathan Ross, Direktur Kantor Kesehatan USAID mengatakan, informasi yang tepat yang disebarluaskan tepat waktu, dapat menyelamatkan.
"Dalam melawan ancaman pandemi, Pemerintah Amerika Serikat mengakui bahwa media berperan penting dalam menyebarkan informasi kritikal yang dapat meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan mendorong perilaku sehat yang bisa mengarah pada pemberantasan penyakit. USAID melalui FAO bangga dapat mendukung kemitraan ini dengan Kementan dan AJI. " tambahnya.
Sementara itu, FAO Representatif Indonesia Stephen Rudgard menyampaikan apresiasai kepada AJI, Kementan dan USAID yang telah berkolaborasi bersama dengan FAO ECTAD dalam kegiatan Media Fellowship ini.
Ia berharap, para jurnalis yang telah mendapat pembekalan terkait PIB dan zoonosis ini dapat bertindak sebagai agen perubahan bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman pandemik.