KOMPAS.com - Puluhan penari berpakaian tradisional Jawa bergerak lincah mengikuti irama lagu di halaman Balai Kota Semarang, Selasa (15/5/2018).
Sambil menari, para penari menjunjung empat patung warak yang ikut dibawa bergoyang ke kiri dan ke kanan.
Prosesi Kirab Dugderan dengan membawa warak ini dimaknai sebagai simbol toleransi yang kuat.
"Warak sendiri kan adalah hewan mitologi Kota Semarang yang melambangkan keberagaman", kata Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, dalam siaran tertulis.
(Baca: Wali Kota Semarang: Indonesia Menghadapi Rapuhnya Toleransi)
Bendera Merah Putih yang dibawa rombongan kirab paling depan merepresentasi kondisi Kota Semarang yang menjunjung tinggi NKRI dalam keberagaman.
Pertunjukan tarian ragam warna dugder itu menjadi pembuka prosesi Kirab Budaya Dugderan.
Puluhan ribu warga yang memadati halaman Balai Kota Semarang hingga ke Jalan Pemuda Kota Semarang tampak antusias menonton tarian ragam warna dugder.
Prosesi yang diikuti tak kurang dari 2.300 peserta itu merupakan sebuah tradisi masyarakat Kota Semarang dalam menyambut datangnya bulan ramadhan.
Sejarah Dugderan
Istilah Dugderan sendiri diambil dari suara bedug dan meriam yang berbunyi dug, dug, dug dan der, der, der yang pada saat itu digunakan sebagai penanda untuk memberi tahu masyarakat Semarang bahwa bulan ramadhan telah tiba.
Tradisi ini disebut sudah ada sejak 1881. Dugderan pertama kali oleh Bupati Semarang, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat.
Saat ini, prosesi Dugderan dipimpin langsung oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, setiap tahunnya.
Doa bagi korban aksi teror
Sedikit berbeda dari pakem prosesi kirab, Hendrar meminta masyarakat yang memenuhi Balai Kota Semarang untuk hening sejenak.
Ia pun mengajak seluruh penonton untuk mendoakan korban bom di Surabaya, Jawa Timur.
"Saudara-saudara, sebelum karnaval dimulai, mari kita semua berdoa kepada Allah untuk korban terorisme di Surabaya. Kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing," ujarnya.
Doa bersama di tengah prosesi Kirab Dugderan tersebut merupakan yang kedua kalinya.
Tahun lalu, Hendrar juga memimpin doa bersama di tengah prosesi Kirab Dugderan. Kala itu, ia meminta masyarakat untuk mendoakan korban bom di Kampung Melayu, Jakarta.
Kereta kuda dikawal polisi
Setelah memimpin doa bersama, politisi PDI Perjuangan itu kembali melanjutkan prosesi dengan memukul bedug.
Selanjutnya, Hendrar ikut dalam rombongan kirab menaiki kereta kuda untuk berangkat ke Masjid Kauman Semarang dan Masjid Agung Jawa Tengah.
Kereta kuda yang dinaiki Hendi tampak dikawal langsung oleh Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol. Abioso Seno Aji.
Di Masjid Kauman, Hendrar menerima Suhuf Halaqoh dari para alim ulama di Kota Semarang.
Sejumlah ulama Kota Semarang, seperti K.H. Hanief Isma'il serta Ketua PCNU Kota Semarang, K.H. Muhammad Anasom.
Kuliner khas Semarang
Selain itu, Hendrar membagikan kue khas Semarang yaitu Ganjel Rel dan air Khataman Al Quran.
Pembagian kue dan air menyimbolkan agar manusia merelakan hal yang mengganjal serta membersihkan diri dengan meminum air Khataman Al Quran sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Selepas mengikuti prosesi di Masjid Kauman Semarang, Hendrar menuju Masjid Agung Jawa Tengah.
Ia pun menyerahkan Suhuf Halaqoh kepada Gubernur Jawa Tengah, yang diwakili oleh Sekda Provinsi Jateng, Sri Puryono.
Rangkaian prosesi tersebut kemudian ditutup dengan pengumuman bahwa bulan ramadhan segera tiba.