Ruas Tol Gempol–Pasuruan Seksi II yang menghubungkan Rembang–Pasuruan sepanjang 6,6 kilometer baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (22/6/2018). Tol yang telah dioperasikan secara fungsional sepanjang arus mudik 2018 lalu ini nantinya diharapkan semakin efektif menunjang transportasi lintas Pulau Jawa.
Tidak hanya infrastruktur jalan, pembangunan Tol Gempol–Pasuruan juga memperhatikan aspek lingkungan hidup. Pohon trembesi yang dikenal sebagai pohon peneduh telah ditanam di sepanjang tol dengan panjang total 34,15 kilometer ini. Pohon peneduh diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi pengguna jalan.
Upaya penghijauan jalur tepi di sepanjang Tol Gempol–Pasuruan ini dilakukan atas kerja sama Djarum Foundation melalui program Djarum Trees For Life (DTFL) dengan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
“Tol Gempol–Pasuruan merupakan bagian penting dari Tol Trans Jawa yang menjadi jalur transportasi utama dan padat kendaraan di Pulau Jawa. Maka sangat penting untuk membangun juga infrastruktur hijau di sekitarnya yang mampu bermanfaat untuk menciptakan lingkungan yang bersahabat bagi Indonesia di masa depan, menjadi peneduh dan menyerap polusi udara,” ujar Vice President Director Djarum Foundation, FX Supanji, Jumat (22/6/2018) lalu.
Supanji menjelaskan, pihaknya menargetkan menanam tidak kurang dari 5.000 pohon trembesi di sepanjang 34,15 kilometer Tol Gempol–Pasuruan. Pembangunan dilakukan secara bertahap yang terbagi dalam sejumlah seksi. Saat ini, menurut Supanji sudah tertanam sebanyak 1.150 pohon trembesi.
“Penanaman trembesi sudah dilakukan di Tol Gempol–Pasuruan Seksi I sepanjang 15 kilometer. Untuk Seksi II dan III, saat ini masih dalam proses. Ini masih akan terus bertambah hingga total nanti ada 5.000 pohon tertanam,” ungkapnya.
Mengenai pemanfaatan Pohon Trembesi sebagai peneduh, salah satu spesies tumbuhan hutan dengan nama latin samaea saman atau albizia saman ini dapat menyimpan air dan menjaga kesuburan tanah, serta memiliki daya serap gas karbon dioksida yang sangat tinggi.
Dengan diameter tajuk sepanjang 15 meter, satu batang pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas karbon dioksida setiap tahunnya.
“Kalau sudah tertanam seluruhnya 5.000 trembesi di Tol Gempol–Pasuruan, maka setelah 10 tahun daya serap polutannya dapat menyerap optimal hingga mencapai 142.000 ton karbon dioksida. Ini akan sangat efektif dalam menurunkan kadar polutan yang tinggi di jalan tol,” kata Supanji.
Tidak hanya di Tol Gempol–Pasuruan, upaya penghijauan ini juga akan dilakukan DTFL di seluruh Tol Trans Jawa. Di Tol Surabaya–Mojokerto sepanjang 36,27 kilometer, saat ini telah ditanam 3.900 trembesi dari total target 5.000 pohon.
Pada tahun 2016, upaya serupa sudah tuntas dilakukan di Tol Cikopo–Palimanan (Cipali) dengan tertanam 12.979 trembesi sepanjang 116 kilometer.
“Trembesi ini sangat terasa manfaatnya sejak kami menuntaskan penanaman sepanjang 2.150 kilometer jalan raya di Pulau Jawa dan Madura. Maka dari itu, kami kemudian memutuskan untuk melanjutkan penanaman di Tol Trans Jawa. Dengan harapan pohon-pohon yang kami tanam dapat menyerap CO2 di jalur-jalur transportasi padat di Indonesia,” tambahnya.
Perawatan Berkala
Selain penanaman, DTFL juga berkomitmen melakukan perawatan terhadap pepohonan trembesi ini selama tiga tahun sejak ditanam. Perawatan akan dilakukan secara berkala dan tersistem berdasarkan data pohon tertanam.
Perawatan meliputi pemupukan pohon, penyiraman, pendangiran, penyiangan, dan pemangkasan pohon jika terlalu lebat. Setiap pohon yang rusak atau mati juga akan diganti dengan yang baru.
“Dalam penanaman, kami juga memperhatikan aspek fungsionalitas dan keamanan pengguna jalan supaya pohon ini tidak hanya berfungsi dengan baik, tapi juga tidak menimbulkan bahaya,” kata Supanji.
Setiap trembesi yang ditanam minimal berjarak 15 meter antarpohon sehingga bisa memberikan bentang luas sebagai peneduh dan menghindari penumpukan dahan. Pemangkasan berkala juga dilakukan agar pohon tidak membentang terlalu rendah ke jalan.
Trembesi yang ditanam pada program ini dibudidayakan di Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) yang didirikan dan dikelola oleh Djarum Foundation sejak 1979. Berpusat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, beragam tanaman langka dari berbagai daerah dibudidayakan di sini.
Tidak hanya itu, pusat pembibitan ini juga melakukan pembibitan untuk tanaman konservasi baik buah maupun non buah seperti Trembesi, Kenari, Mahoni, Asem, dan Randualas.
Kurang lebih 100.000 bibit diproduksi oleh Djarum Foundation setiap tahunnya. Mereka tidak akan berhenti menjaga komitmen ini, demi terwujudnya negeri yang nyaman dan lestari, serta berkualitas hidup lebih baik, untuk generasi akan datang.