SEMARANG, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Toyama, Jepang, untuk memulai program konversi bahan bakar bus Trans Semarang menjadi gas.
Upaya itu dilakukan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk mewujudkan Kota Semarang sebagai kota cerdas berwawasan lingkungan terus diwujudkan dalam berbagai program.
Kerja sama kedua kota sebenarnya sudah dimulai sejak penandatanganan nota kesepahaman pada 14 Desember 2017 lalu.
Selain lebih ramah lingkungan, Hendrar meyakini biaya operasional BRT Trans Semarang bisa lebih efisien dengan menggunakan bahan bakar gas.
Baca juga: Naik Bus Trans Semarang Kini Semakin Mudah dengan T-Cash
“Untuk solar per liternya biaya yang harus dikeluarkan berkisar di angka Rp 5.150, sedangkan kalau gas per liternya hanya Rp 4.500 untuk jarak tempuh 2,5 kilometer pada bus besar, dan 3,5 kilometer pada bus medium,” kata Hendrar melalui pernyataan tertulis, Rabu (25/7/2018).
Adapun jumlah armada bus Trans Semarang yang rencananya akan dikonversi menjadi berbahan bakar gas adalah sebanyak 72 armad yang meliputi koridor 1, 5, 6, 7, dan yang menuju ke Bandara.
“Proses pemasangan alat hingga selesai konversi ini direncanakan hingga 31 Desember 2018. Dan untuk suplai gas sendiri ke depannya akan dicukupi dari SPBG Kaligawe,” ujar dia.
Pembiayaan konversi gas
Dalam kerja sama itu, kedua kota sepakat akan menanggung bersama biaya konversi armada bus menjadi berbahan bakar gas tersebut.
“Dalam program konversi ini, pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber pada APBD 2018 sebesar 50 persen. Sehingga dari total kalkulasi sekitar Rp 10 miliar, Pemerintah Kota Semarang akan menanggung sekitar Rp 5 miliar,” kata dia.
Penggunaan gas sebagai bahan bakar sendiri terbukti membawa dampak dampak positif dengan mengurangi emisi bahan bakar.
Sesuai hasil pengecekan uji emisi yang dilakukan kepada sebuah armada bus Trans Semarang di halaman Balai Kota Semarang pada Selasa (24/7/2018), terlihat adanya perbaikan kualitas gas buang yang sangat signifikan, dari angka 44.2 persen turun menjadi 12.5 persen.
Perubahan ini juga merupakan respon dari Pemerintah Kota Semarang atas keluhan masyarakat yang selama ini terganggu dengan emisi gas buang solar berwarna hitam.