Hidup dalam dunia tanpa kemacetan lalu lintas – mungkinkah dapat segera terwujud?
Kemacetan melanda dunia. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 7,3 miliar manusia memenuhi dunia ini dan jumlahnya akan terus bertambah.
Dengan populasi global yang berkembang pesat, munculah sentralisasi di wilayah perkotaan. Tak heran bila kepadatan lalu lintas terasa di setiap ruas jalan kota kita. Kepadatan lalu lintas juga menyebabkan polusi udara yang mencekik dan merusak lingkungan.
Tahun ini, Mexico City memenangkan gelar ‘Kota dengan Lalu Lintas Termacet di Dunia’ dengan tingkat kemacetan 66% menurut indeks lalu lintas 2017 dari perusahaan navigasi Eropa, TomTom. Hanya saja, Bangkok (61%) dan Jakarta (58%) tidak tertinggal jauh.
Pakar transportasi sekaligus peneliti senior di Nanyang Technological University Singapura, Gopinath Menon, berpandangan bahwa ada berbagai alasan yang menyebabkan kemacetan parah di kota-kota Asia, salah satunya adalah peningkatan jumlah populasi mobil di perkotaan.
“Meningkatnya kesejahteraan menyebabkan peningkatan eksponensial dalam populasi mobil. Meskipun mobil yang diisi penuh oleh empat penumpang bisa dianggap efisien, okupansi rata-rata mobil di sebagian besar kota adalah kurang dari dua penumpang, karena sebagian besar orang menganggap mobil sebagai rumah kedua mereka,“ ungkap Menon.
Selain mobil, jelas Menon, sepeda motor juga menjadi pilihan sebagian masyarakat sebagai sarana transportasi. Pengembangan transportasi publik tidak dapat menandingi laju pertumbuhan aktivitas ekonomi yang mengharuskan adanya perjalanan.
Masalah kemacetan di perkotaan ini harus diselesaikan. Kota-kota macet ini perlu dibuka sumbatannya. Salah satu solusi yang telah diimplementasikan dan telah menunjukkan perbaikan adalah infrastruktur lalu lintas mutakhir berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Mungkin tidak terlihat menjanjikan di atas kertas, namun TIK generasi selanjutnya telah merevolusi jalan di seluruh dunia.
Cara satu ini memadukan tingkat efisiensi biaya yang tinggi dengan tingkat kerusakan lingkungan yang rendah. Bagi penduduk urban, terobosan terbaru ini menawarkan perjalanan yang lebih mulus dan lebih aman.
Tengok saja jalur bus khusus dan ‘Bus Rapid Transit’ (BRT) yang mampu membuat ruas jalan lebih teratur dan mempercepat perjalanan komuter seperti telah terlihat di Indonesia. Konsep ini memperoleh momentumnya di Asia dan kawasan lain di dunia.
Solusi TIK di balik layar memberikan nilai lebih bagi layanan ini, baik untuk komuter maupun operator. Mulai dari menyediakan informasi real time bagi penumpang, memastikan perjalanan mereka tepat waktu dan senyaman mungkin, hingga memberikan data lokasi kendaraan yang membantu mengatasi keterlambatan dalam rute.
Cara lain untuk mengurangi kepadatan lalu lintas pada jam-jam sibuk adalah mengenakan biaya kemacetan yang sekaligus menjadi pemasukan bagi pembangunan infrastruktur transportasi.
Telework juga menjadi pilihan menarik bagi para komuter. Melalui hal ini, mereka didorong untuk bekerja di kantor yang dekat dengan rumah. Kebutuhan 'mobilitas pribadi' dapat diakomodasi lebih baik menggunakan mobil berkapasitas satu atau dua orang.
Benang merah yang menyatukan semua solusi hebat ini adalah teknologi informasi dan komunikasi.
Mulai dari informasi real time yang diterima komuter atau sopir bus mengenai perjalanan, hingga tarif otomatis dan sistem pertiketan mobile (dengan menggunakan kartu transportasi IC elektronik), TIK adalah kekuatan pendorong yang tengah mewujudkan semua konsep ini.
“Salah satu penyebab utama kemacetan adalah insiden dan kecelakaan di ruas jalan di mana kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi. Jika insiden itu tertangkap kamera pengawas berbasis TIK, kendaraan yang terkendala dapat segera ditangani agar arus lalu lintas kembali normal,” ujar Menon
Data yang dihimpun menggunakan jaringan komunikasi dari berbagai perangkat, seperti penggunaan detektor, kamera CCTV, atau penerima GPS, terang Menon, dapat diolah dan diberikan sebagai informasi TIK.
Informasi tersebut mencakup berbagai hal seperti laju lalu lintas secara umum, area-area macet, kedatangan bus dan kereta, serta ketersediaan lahan parkir. Hal ini juga membantu para pejalan menentukan rute dengan lebih baik.
PBB memperkirakan populasi dunia akan mencapai 8,5 miliar jiwa pada 2030 dan 9,7 miliar jiwa pada 2050, sehingga solusi transportasi ini bukan lagi suatu pilihan, melainkan menjadi suatu kebutuhan.
Dunia tanpa kemacetan lalu lintas mungkin tidak dapat diwujudkan dalam waktu dekat, tetapi dengan bantuan insfrastruktur transportasi berbasis TIK, harapan itu dapat terpenuhi lebih cepat.
Cari tahu bagaimana solusi Teknologi Informasi dan Komunikasi NEC dapat mentransformasi sistem transportasi di sini.
NEC merupakan sponsor pendukung Asian Games 2018.