Advertorial

Jangan Mengaku Wisatawan Milenial Kalau Belum ke Orchid Forest Cikole

Kompas.com - 25/08/2018, 09:07 WIB

LEMBANG – Di era serba digital seperti sekarang, turut merangsang kehadiran wisatawan kekinian. Bahasa kerennya, wisatawan milenial. Wisatawan ini tumbuh subur seiring hadirnya destinasi digital, nomadic tourism dan lainnya.

Nah, jika kamu merasa sebagai wisatawan milenial, ada satu destinasi yang wajib dikunjungi. Namanya Orchid Forest Cikole, Lembang, Bandung, Jawa Barat. Inilah destinasi digital yang menerapkan gaya nomadic tourism. Atau menjadi bagian dari program strategis Kementerian Pariwisata.

Jumat (24/8), Orchid Forest Cikole diresmikan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Ia didampingi Sekretaris Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara, Staf Khusus Menteri Bidang Komunikasi Don Kardono, dan CEO Orchid Forest Cikole Maulana “Barry” Akbar.

Menurut Menpar Arief Yahya, konsep yang diterapkan di tempat ini digemari wisatawan. Baik wisatawan mancanegara (wisman) ataupun nusantara (wisnus).

"Sudah tidak bisa dibantah lagi perilaku manusia saat ini sudah bergeser. Terlebih wisatawan milenial atau Future Customers. Tahun ini diproyeksikan USD 17 miliar. Tahun 2019 USD 20 miliar. Ketika USD 20 miliar maka diharapkan pariwisata sudah menjadi penghasil devisa terbesar," ujarnya.

Beberapa hal juga terus dilakukan untuk menggenjot industri pariwisata adalah memperluas promosi dan pemasaran, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Serta engembangan destinasi-destinasi wisata yang baru, salah satunya nomadic tourism di Cikole ini.

Ketiga, terobosan tersebut terbukti mampu mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Diproyeksikan pada 2019, Wisman naik sebesar 500% menjadi 5 juta dan menghasilkan devisa Rp 87 miliar. Sementara untuk Wisnus naik 300% menjadi 2 juta, dengan total devisa Total 1,78 triliun.

"Untuk mencapai itu semua, kita harus membuat planning jangka panjang. Targetnya kenaikan rata-rata 21%. Maka dibutuhkan support masa kontrak lahan diperpanjang menjadi 30 tahun dan minimal luasan lahan yang digunakan mencapa 100 hektare," ujar Menpar Arief Yahya.

Arief Yahya menjelaskan, destinasi digital adalah sebuah produk pariwisata yang kreatif dan dikemas secara kekinian (zaman now). 

“Keinginan generasi milenial maupun individu yang senang 'berbagi' di media sosial menjadi potensi baik untuk meningkatkan pariwisata dunia digital ini. Kalau menurut bahasa anak muda adalah destinasi yang instagramable,” katanya.

Sebelumnya, Orchid Forest Cikole Lembang ini telah melakukan nota kesempahaman (MoU) dalam Co-branding Wonderfu Indonesia dengan Kemenpar pada 8 Agustus lalu.  Kemudian, dilanjutkan dengan kerjasama dengan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung pada 10 Agustus. Kerjasama dengan STP dilakukan untuk memperkuat  sumber daya manusia (SDM). Khususnya dalam mengembangkan destinasi digital dan nomadic tourism.

Sekretaris Kementerian Pariwisata Ukus Kuswara mengatakan, kerjasama Kemenpar melalui brand Wonderful Indonesia dengan co-branding partner merupakan sinergi simbiosis mutualisme. Atau akan memberi manfaat pada kedua belah pihak.

“Brand Wonderful Indonesia (WI) memiliki posisi tawar tinggi di dunia, dengan melakukan co-branding kita melakukan efisiensi anggaran, co-creation, dan meningkatkan exposure masing-masing brand,” kata Ukus Kuswara.

Dikesempatan yang sama, Maulana “Barry” Akbar mengatakan, untuk mengembangkan Orchid Forest Cikole sebagai destinasi digital pihaknya akan terus melengkapi teknologi digital terkini.

“Ke depan kami akan memasang  sensor gerak dan suara sehingga keitka  pengunjung berjalan-jalan keliling taman pada malam hari,  lampu taman akan menyala sendiri di sekitar pergerakan orang,” kata Barry.

Menariknya, Orchid Forest juga menampilkan atraksi pada malam hari. Melalui taburan cahaya lampu. Cahaya warna-warni menyorot ke arah batang-batang pinus yang usianya sudah ratusan tahun. Ada garden of light, instalasi taman lampu yang interaktif mirip bunga yang berganti-ganti warna.

Permainan lighting di malam hari ini sangat  romatis dan pemenarik perhatian wisatawan milenial. Apa lagi banyak  lokasi menjadi tempat selfie menarik. Misalnya, Wood Bridge atau  jembatan gantung sepanjang 150 meter yang menyala di malam hari. Di jembatan yang bisa bergoyang-goyang dari pohon ke pohon ini menjadi salah satu lokasi favourit  untuk acara pengambilan foto pra-wedding.

Taman neon, juga cukup menyedot perhatian pengunjung. Neon bulat-bulat yang disusun vertikal yang menjadi penghias suasana malam.

“Ada teras paphio, lapangan multifungsi, ada aphitheathre dengan tempat duduk dari kayu untuk menyaksikan atraksi,” kata Barry.

Menurutnya, sejak beroperasi tahun 2017 pengunjung ke  Orchid Forest terus meningkat. Rata-rata 1.000 orang per-hari, bahkan saat libur Idul Fitri mencapai 10.000 wisatawan per-hari.

Pada hari-hari tertentu ketika ada pertunjukan hiburan di malam hari, pihak pengelola melengkapi dengan fasilitas tenda (camp) yang menjadi bagian dari amenitas dalam nomadic tourism. Glamour Camp (Glamping) menjadi salah satu fasilitas amenitas yang banyak digemari wisatawan milenial.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau