Advertorial

Gandeng FES Indonesia, Unika Atma Jaya Gelar Diskusi Soal Ekonomi dan Kebijakan Luar Negeri

Kompas.com - 03/10/2018, 10:03 WIB

Berdiri sejak tahun 1960, Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya telah berkolaborasi dengan lebih dari 30 lembaga pendidikan luar negeri, termasuk Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) Indonesia. Dalam rangka memperingati 50 kehadiran FES di Indonesia, Unika Atma Jaya sebagai salah satu mitra akademiknya menggelar diskusi panel terbuka dengan tema “Human Economy/Future of Work and Social Democratic Foreign Policy”.  Bertempat di Ruang Yustinus 15 Unika Atma Jaya, diskusi yang dilaksanakan pada Selasa (2/10) ini diikuti oleh ratusan peserta dan disajikan dalam bahasa Inggris.

Acara dibuka dengan sambutan dari Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko dan Resident Director FES Indonesia Sergio Grassi. Dalam sambutannya, Agustinus menyampaikan apresiasinya terhadap FES Indonesia yang telah hadir selama 50 tahun di Indonesia. Menurutnya, tema yang diiangkat dalam diskusi ini sangat relevan baik untuk masyarakat dan kemanusiaan.

“Kebangkitan populisme adalah tantangan bagi demokrasi. Bukan hanya di negara maju, namun juga di negara berkembang. Begitu pula perkembangan teknologi dan fluktuasi ekonomi. Semua ini adalah tantangan bagi kemanusiaan,” ungkapnya.

Ada empat topik yang disajikan oleh para pembicara yang berasal dari Indonesia dan Jerman. Hadir pula profesor dari Goethe Frankfurt University, Patrick Tim Ziegenhain, yang bertindak sebagai moderator.

- -

Sesi pertama dibawakan oleh Rolf Mutzenich, anggota parlemen Jerman dengan topik “Social Democratic Foreign Policy in Times of Populism”. Setelahnya, topik “Foreign & Human Right Policy in Times of Populism” dibahas oleh Rafendi Djamin, perwakilan Indonesia dalam ASEAN Intergovernment Commission on Human Right (AICHR) 2009-2015. Dalam sesi ini kedua narasumber membagikan pengalaman dan pandangannya terkait kebijakan politik dan hak asasi manusia di tengah bangkitnya populisme di negara-negara Asia dan Eropa.

Sementara itu, sesi kedua diisi dengan dua topik terkait masa depan tenaga kerja manusia. Dalam topik “Growth with or without Job – A Global Perspective?” yang dibawakan oleh Head of Asia and Pacific Department of FES Marc Saxer, dipaparkan berbagai prediksi terkait digitalisasi dan mekanisasi dalam pekerjaan manusia. Pembahasan ini pun diteruskan dengan topik “The Future Work Force – Complament of Technology?” oleh dosen senior Program Studi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, Nia Sarinastiti.

- -

Menurut Nia, kolaborasi antara manusia dengan mesin adalah salah satu kunci masa depan tenaga kerja di dunia. Senada dengan yang disampaikan Saxer, dalam pemaparannya Nia pun menyajikan sebuah video contoh implementasi kecerdasan buatan yang membantu mengorganisasi kehidupan manusia sehari-hari.

Lebih jauh, Nia pun mengungkapkan pentingnya bagi generasi saat ini untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depan. Sebenarnya, gambaran kolaborasi antara manusia dengan teknologi di masa depan sudah dapat diakses lewat kehadiran internet. Namun sayangnya, data menunjukkan bahwa internet di Indonesia mayoritas digunakan untuk mengakses media sosial.

“Kembali lagi pada soal pendidikan, bagaimana internet itu digunakan. Sayangnya, masyarakat Indoensia lebih banyak menggunakan internet untuk media sosial daripada untuk meningkatkan kemampuan diri dan menambah wawasan,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Nia pun berharap agar para mahasiswa mampu memanfaatkan momentum digitalisasi ini untuk menjadi bagian dari globalisasi dan meningkatkan kemampuan serta jaringan profesionalnya ke tingkat dunia.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau