Advertorial

Festival Gandrung Sewu Bikin Warung Rakyat sampai Restoran Laris Manis

Kompas.com - 21/10/2018, 19:34 WIB

BANYUWANGI – Ajang Festival Gandrung Sewu yang menampilkan aksi kolosal lebih dari 1.100 penari di bibir Pantai Boom, Banyuwangi, telah menjadi magnit bagi ribuan wisatawan. Salah satu yang mendapat berkah ekonomi dari kedatangan wisatawan adalah para pelaku usaha kuliner khas, mulai dari warung pinggir jalan sampai restoran.

“Makanan khas daerah ini sangat beragam, ada menu sarapan, makan siang, hingga kuliner malam hari. Semuanya beda-beda. Tiap tahun kami menggelar festival kuliner untuk meningkatkan daya saing kuliner lokal,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Salah seorang pemilik warung yang mendapat manfaat ekonomi adalah Mujayanah. Warungnya terletak di timur Taman Blambangan dan hanya buka pagi hari dari pukul 06.00-10.00 WIB dengan menu spesial “nasi cawuk” yang memang khusus untuk sarapan.

Mujayanah mengatakan, saat tidak ada festival, dia biasanya hanya menghabiskan lima kilogram beras, tiga kilogram ikan laut, dan empat kilogram telur per hari. Namun, permintaan ini akan melonjak saat ada Banyuwangi Festival.

"Kalau ada acara, dagangan saya lebih laris. Makanya saya selalu mencari informasi jadwal kegiatan daerah. Kalau pas ada jadwal, pasti saya tambahi masaknya. Berasnya bisa habis 8 kilogram, ikan 4 kilogram, dan telur 6 kilogram. Alhamdulillah, habis," kata wanita 53 tahun itu.

Kuliner lain Banyuwangi yang diburu adalah pecel pitik, rujak soto, da. nasi tempong.
Pecel pitik adalah ayam kampung yang dibakar kemudian disuwir dan dicampur dengan parutan kelapa berbumbu. Sementara nasi tempong adalah makanan khas Banyuwangi yang terkenal pedasnya. Dalam seporsi nasi tempong terdapat nasi hangat, sayuran rebus, tempe/tahu goreng yang disajikan bersama dengan sambal mentah yang pedas. Sampai-sampai, orang yang menyantapnya akan merasakan pipinya seperti ‘ditampar’ atau dalam bahasa daerah setempat ‘ditempong’.

Salah satu tempat yang menjual kuliner tersebut adalah restoran Osing Deles yang terletak di Jalan Agus Salim.

Menurut Zunita Ahmad, pemilik Restoran Osing Deles, beragam festival telah meningkatkan penjualan kulinernya. Seperti saat menjelang pergelaran Festival Gandrung Sewu ini, penjualan restonya mengalami lonjakan hingga 100 persen.

“Orderan buffet kami terus betambah. Terutama permintaan untuk kuliner khas Banyuwangi, seperti nasi tempong, pecel pitik, dan pindang koyong,” kata Zunita.

Peningkatan ini juga terjadi pada outlet pusat oleh-oleh miliknya. Terletak di lantai dasar resto Osing Deles, pendapatan pada pusat oleh-oleh tersebut juga mengalami peningkatan hingga 300 persen.

“Alhamdulillah, saya adalah salah satu warga yang merasakan dampak positif dari Banyuwangi Festival. Saya yakin hal yang sama juga dirasakan oleh pelaku usaha lain di Banyuwangi,” ujarnya.

Festival Gandrung Sewu sendiri akan digelar, Sabtu (20/10), pukul 13.00 di Pantai Boom Marina Banyuwangi. Festival ini melibatkan 1200 penari gandrung, yang pembukaannya akan diawali atraksi seni hadrah kuntulan. Festival itu digelar rutin tiap tahun sejak 2011, dan selalu dibanjiri ribuan wisatawan yang terpukau dengan aksi kolosal penari dengan latar belakang senja di Selat Bali.


Selain itu, festival Gandrung Sewu 2018 akan dibalut dengan nuansa religi. Event tersebut akan diwarnai Seni Hadrah Kuntulan. Festival ini juga bakal menyajikan beragam kekayaan seni dari daerah di ujung timur Pulau Jawa itu.

Seni Hadrah Kuntulan akan menjadi pembuka pergelaran ini. Sebanyak 150 anak muda dilibatkan. Mereka akan melantunkan bait-bait pujian Islami dengan alunan musik hadrah.

"Mereka akan mengumandangkan puji-pujian tentang keagungan Allah SWT, salawat, yang di dalamnya juga terselip doa. dan permohonan ampunan seorang hamba kepada Sang Khalik, serta memohon keselamatan dunia akhirat," kata Sabar Harianto, pelatih seni kuntulan yang merupakan salah satu budaya khas Banyuwangi.

Tari Kuntulan cukup identik dengan Banyuwangi. Biasanya, tarian ini ditampilkan pada hari besar keagamaan. Aksi para penarinya juga sangat identik. Mereka memakai kerudung, sarung tangan, dan kaus kaki.

"Para penarinya akan menampilkan koreografi yang didominasi permainan tangan dan badan. Mereka terus berlatih untuk menyiapkan penampilannya. Perpaduan dengan musik Hadrah juga terus diasah,” jelas Sabar.

Nuansa religi akan semakin kental dalam pelaksanaan festival tahun ini. Ada aksi qori (pembaca Al Quran) Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi, Muhamad Qudus. Ia akan melantunkan sholawat Nabi. Dalam aksinya, Qudus akan diiringi hadrah Al Banjari. Puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW akan dikumandangkan dengan indah.

"Seni hadrah kuntulan itu dipastikan bakal semakin menyemarakkan Festival Gandrung Sewu," imbuh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata MY Bramuda.

Bramuda menjelaskan, tahun ini, pergelaran Gandrung Sewu mengangkat tema “Layar Kumendung”. Tema ini mengacu dari salah satu tembang yang menjadi pengiring pada tari Gandrung.

Ceritanya menampilkan kisah heroisme Bupati pertama Banyuwangi, Raden Mas Alit dalam menentang pendudukan VOC Belanda. Raden Mas Alit gugur dalam ekspedisi pelayaran. Hal ini menyebabkan kesedihan (Kumendung) bagi rakyat Banyuwangi.

“Kisah kepahlawanan itu dikemas dalam fragmen menarik, sehingga pertunjukan ini tidak sekadar peristiwa seni dan budaya, tapi juga menjadi media untuk kembali mengingat sejarah pahlawan yang telah berjasa bagi daerah ini. Sehingga kita bisa terus mencintai daerah ini serta tergerak untuk memajukannya,” ujar Bramuda.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap, tampilnya kuntulan hadrah itu bakal semakin menumbuhkan iklim mencintai seni-budaya daerah.

“Kami ingin anak-anak muda juga mencintai seni kuntulan sekaligus bagian dari dakwah. Juga tentu kesenian-kesenian lainnya agar bisa terus lestari di tengah kemajuan zaman dan gempuran seni-budaya global,” ujarnya.

Festival Gandrung Sewu sendiri sukses menarik ribuan wisatawan. buktinya, okupansi hotel melonjak. Sebagian besar hotel di Banyuwangi telah kehabisan kamar.

General Manager Hotel El Royale Agus Setiawan mengatakan, tingkat hunian kamar di hotel bintang empat yang dikelolalanya untuk pekan ini memang mengalami peningkatan tajam. Dari 161 kamar yang ada, hanya tersisa 3 kamar.

“Peningkatan sudah terjadi mulai Senin (15/10) hingga Minggu (21/10). Hari biasa okupansi kami 60 persen, pekan ini 95 persen, bahkan hari Jumat ini sudah 100 persen,” kata Agus.

Menurut Agus, rata-rata wisatawan mulai masuk Kamis (18/10) dan Jumat (19/10), lalu akan keluar pada Minggu (21/10).

“Setiap ada festival di Banyuwangi pasti berimbas dengan hunian hotel kami. Para wisatawan rata-rata juga menyewa kendaraan selama di Banyuwangi dari para pelaku usaha jasa transportasi lokal,” ujarnya.

Kenaikan tingkat okupansi tidak hanya di El Royale. Tetapi juga di seluruh hotel berbintang di Banyuwangi. Mulai dari Dialoog Hotel, Illira, Aston, Santika, Ketapang Indah, hingga yang berkonsep resor dan villa seperti Solong Villa.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai impact dari pelaksanan ini sangat positif.

“Event ini dipersiapkan dengan baik. Promosinya juga berlangsung sejak lama. Hasilnya, wisatawan berdatangan. Mereka antusias menyaksikan event ini. Dengan persiapan yang matang itu, Festival Gandrung Sewu akan sukses,” paparnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com