kabar mpr

MPR RI Tanamkan Nilai-Nilai Empat Pilar lewat Seni Budaya Kuansing

Kompas.com - 08/11/2018, 15:45 WIB

Taluk Kuantan ibukota Kuantan Singingi,

Ada dendang, ada Rarak Celempong dan Randai.

Datang ke Kenegerian Kari ini,

Sangatlah berkesan bagi kita hadir di sini.

 

Sebait pantun di atas terlontar secara spontan oleh anggota MPR Fraksi Partai Golkar asal Riau, Ir. Idris Laena, saat membuka Pagelaran Seni Budaya Melayu Kuantan Singingi (Kuansing) di Desa Pintu Gobang, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, Selasa malam (6/11/2018).

Desa Pintu Gobang adalah sebuah desa yang terletak sekitar 170 km dari Kota Pekan Baru, dengan jarak tempuh kurang lebih empat jam menggunakan kendaraan roda empat.

Kehadiran Idris Laena merupakan salah satu langkah MPR Ri dalam mensosialisasikan Empat Pilar MPR di bumi Kuansing melalui Pagelaran Seni Budaya Nusantara.

“Kita bersyukur Taluk Kuantan, khususnya Kenegerian Kari, memiliki kesenian yang sangat membanggakan,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Penganggaran MPR ini.

Apapun metodenya, lanjut politisi Golkar kelahiran Indragiri Hilir, Riau ini, sosialisasi Empat Pilar MPR menjadi sangat penting.

“Sosialisasi Empat Pilar MPR adalah sebuah keinginan untuk memberi kesempatan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk dapat memahami nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki,” jelasnya.

Ada empat nilai kebangsaan yang perlu dipahami oleh rakyat Indonesia. Pertama, sebagai bangsa, Indonesia memiliki ideologi, falsafah, dan dasar negara yang disebut Pancasila.

Kedua, UUD 1945 sebetulnya mengatur hak dan kewajiban setiap warga negara. Oleh karena itu, setiap rakyat Indonesia wajib memahaminya.

Ketiga, kita adalah negara  besar, berada pada urutan keempat dari 180 negara di dunia dari segi jumlah penduduk, setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Secara demografis, kita bisa membayangkan bagaimana negara yang penduduknya 255 juta ini perlu kita jaga.

Jadi, lanjut Idris Laena, adalah penting pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki itu.

“Kita tidak ingin negara kita menjadi negara gagal, negara yang terpecah-pecah. Karenanya, bagi kita, NKRI adalah harga mati,” ujar Idris Laena.

Nilai keempat adalah Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia selalu memberi gambaran bahwa kita punya suku yang berbeda, agama berbeda, tetapi dengan hadirnya Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, negara kita selalu menjadi negara yang aman, tenteram dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika. “Maknanya, biarpun kita berbeda-beda, tapi kita tetap satu,” katanya.

Idris Laena pun menyinggung soal pemilu yang sebentar lagi akan berlangsung di Indonesia. Sebetulnya, menurut Idris Laena, pemilu adalah proses demokrasi yang diatur di dalam Pancasila, khususnya sila keempat yang berbunyi ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’.

Hal ini menunjukkan negara kita adalah negara demokrasi sehingga kita harus menjaganya. Idris Laena berharap, biarpun berbeda pilihan, berbeda pandangan, berbeda suku, dan lainnya, perbedaan itu tidak boleh membuat kita saling terpecah belah satu dengan lainnya.

“Kita bersyukur, Indonesia adalah satu dari tidak banyak negara di dunia. Meskipun begitu banyak suku dan bahasa, tetapi kita tetap bisa bersatu dalam benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia,”  ujarnya.

Pegelaran seni budaya di salah satu dari enam desa yang tergabung dalam wilayah Masyarakat Adat Kenegerian Kari itu menampilkan seni budaya tradisional Kuansing, yakni Dendang, Rarak Godang, dan Randai (gerak dan lagu berirama etnik Kuansing).

Kepala Biro Administrasi dan Pengawasan Setjen MPR Suryani, SH., selaku ketua panitia pelaksana Pagelaran Seni Budaya Melayu Kuantan Singingi ini mengungkapkan rasa bangganya melihat seni budaya dan adat istiadat masyarakat Melayu Kuansing diapresiasi dengan baik dan partisipasi masyarakat membuat pertunjukan begitu meriah.

Menurut Suryani, ini membuktikan bahwa upaya MPR untuk mengangkat dan melestarikan kebudayaan tradisional daerah sudah menemui sasarannya.

Ia menjelaskan, pelaksanaan sosialisasi Empat Pilar oleh MPR sudah dimulai sejak tahun 2005, diawali dengan sosialisasi Putusan MPR hasil amandemen, yaitu UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPR.

Seiring berkembangnya sosialisasi ini menjadi Sosialisasi Empat Pilar, penyelenggaraannya dilaksanakan dalam berbagai metode, seperti seminar, outbound, dan lomba cerdas cermat (LCC) Empat Pilar.

Acara yang berlangsung di Kuansing ini merupakan sebuah kegiatan sosialisasi yang dikemas dalam bentuk pergelaran seni budaya. MPR sendiri telah melakukan kegiatan ini pada berbagai daerah di Indonesia, dengan menampilkan seni budaya tradisional daerah masing-masing.

“Jadi, pegelaran seni budaya ini selain tujuannya untuk sosialisasi Empat Pilar MPR, juga untuk mengangkat seni budaya serta adat istiadat masyarakat setempat,” jelas Suryani.

Salah satu pemandangan menarik dalam pergelaran seni budaya di Kenegerian Kari malam itu adalah tampilnya sejumlah tokoh masyarakat dan kaum ibu, termasuk Idris Laena dan Suryani, dalam satu lingkaran.

Lagu “Lamak Dek Awak, Kelayu Dek Urang” didendangkan oleh biduan diiring grup Dendang Kamari Jadi. Para tokoh itu pun sontak bergerak maju dalam lingkaran sembari bergoyang dalam tarian Randai. Meski pun malam itu udara mendung diselingi gerimis kecil, suasana pun menjadi hangat dan semua turut bergembira.

Selain Idris Laena, Sosialisasi Empat Pilar MPR di Bumi Kuansing juga dihadiri oleh Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga, dan Layanan Informasi Biro Humas MPR, Muhamad Jaya; Ketua Masyarakat Adat Kenegerian Kari, Yulizar; Kepala Desa Pintu Gobang, M. Seni beserta para kepala desa lainnya yang tergabung dalam Kenegerian Kari; para pemuka agama; para datuk; para pemuda; dan tamu undangan lainnya.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com