Advertorial

Menikmati Pesona Kota Semarang dalam 7 Kilometer

Kompas.com - 27/12/2018, 09:55 WIB

Lomba lari Semarang 10 K yang dihelat Pemerintah Kota Semarang bersama harian Kompas dan Gets Hotel pada Minggu (16/12/2018) telah usai. Lomba lari berskala internasional yang baru diadakan pertama kalinya itu berhasil menyedot animo 2 ribu pelari dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara.

Mengusung konsep sportourism, lomba lari ini memadukan olahraga dengan wisata bertema heritage. Lintasan pun dipersiapkan sedemikian rupa untuk membuat pelari  Sejumlah ikon wisata heritage di Semarang, antara lain Tugu Muda, Lawang Sewu, Gereja Bata Merah (Gedangan), Kota Lama, Jembatan Mberok dan Titik Nol Kilometer Semarang.

Pelari asal Kenya Elizabeth Wanza mengaku menikmati pesona ikon Kota Semarang sejak melewati garis start hingga kilometer ke-7. Selama melintasi 7 kilometer pertama, perempuan 22 tahun ini harus menjaga pace larinya dengan kecepatan yang cukup pelan sehingga bisa sembari menikmati ikon bersejarah di Kota Semarang. Seusai menaklukkan kilometer ke-7, barulah dia berkonsentrasi pada kecepatan larinya untuk mengejar posisi podium pertama.

Lain lagi Jackline Nzivo. Fokus pada persiapan dan menjaga stamina sebelum lomba membuatnya tak sempat menikmati suasana Kota Semarang sebelum pertandingan. Namun, seusai lomba, dia ingin memanfaatkan waktunya yang singkat untuk berkeliling Kota Semarang. “I will be leaving for Kenya tomorrow. So I only have a little time to travel around Semarang,” ujar peraih juara 1 Semarang 10 K kategori Open Female ini.

Sebelumnya, para peserta juga diajak berkunjung ke ikon wisata Semarang, Kelenteng Sampokong, untuk mengambil race pack sekaligus berwisata. Satria, peserta asal Kudus, mengaku baru pertama kalinya masuk ke Sampookong saat pengambilan racepack Semarang 10 K.

“Biasanya kalau lomba lari berskala internasional, racepack dibagikan di hotel. Semarang 10 K ini unik karena tidak hanya lintasannya yang melewati ikon wisata, tetapi pengambilan racepack juga di lokasi wisata. Akhirnya pelari dari luar daerah seperti saya jadi sekalian wisata. Bahkan, ada teman saya yang 30 tahun tinggal di Semarang juga baru masuk Sampokong pertama kali karena Semarang 10 K ini,” ujar Satria.

Kesuksesan penyelenggaraan Semarang 10 K ini diapresiasi sejumlah pihak. Komisaris Gets Hotel Liem Chie An berharap Pemerintah Kota Semarang akan menggelar perhelatan serupa di 2019, dengan penambahan kuota peserta dan klasemen yang diperlombakan.

“Buat pehobi lari, 10 kilometer mungkin hanya pemanasan. Mereka butuh yang lebih serius dan menguras keringat misalnya half-marathon. Jumlah peserta juga bisa ditingkatkan mengingat tingginya antusiasme masyarakat mengikuti lomba lari seperti ini,” ujar Liem.

Pemerintah Kota Semarang, yang diwakili Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Gurun Risyadmoko menyatakan kesiapannya untuk menggelar Semarang 10 K di 2019. “Dengan persiapan yang lebih lama dan lebih matang, semoga pada 2019, Semarang 10 K lebih baik dan lebih tertata, dengan penambahan peserta dan kelas.”

Sementara itu, Wakil Pemimpin Umum harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, penambahan kuota peserta harus tetap memperhatikan kenyamanan pelari. “Kita tidak ingin sekedar mengejar kuantitas yang begitu banyak tapi orang tidak nyaman. Kualitas juga harus dipikirkan karena kalau larinya uyel-uyelan ya nggak enak juga,” ujar Budiman. [LAU]

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com