Advertorial

Bijak Pilih Kebutuhan dan Keinginan, Kunci Jadi Kaya di Usia Muda

Kompas.com - 18/03/2019, 16:15 WIB

Sebagai seorang karyawan yang memiliki penghasilan tetap sudah seharusnya Anda memiliki tabungan untuk masa depan. Namun, coba cek kembali saldo di rekening, apakah nominalnya sudah sesuai dengan target? Atau sebaliknya, Anda justru memiliki sejumlah utang yang perlu dilunasi.

Jika utang yang Anda miliki adalah cicilan rumah, ini termasuk utang baik atau produktif. Alasannya karena meskipun berutang, pada akhirnya nanti, Anda akan mendapatkan harta yang nilainya semakin naik. Namun, jika memiliki utang berupa cicilan kartu kredit yang digunakan untuk memenuhi gaya hidup hedonisme, tandanya Anda memiliki utang jahat.

“Tidak salah kalau kita berutang, tapi yang produktif. Misalnya KPR, ini utang baik karena saat selesai menyicil, kita dapat harta berupa  properti  dengan nilai investasi. Nah, utang jahat seperti godaan promo-promo yang ditawarkan. Kita tergoda dengan menggunakan cicilan kartu kredit untuk kebutuhan konsumtif, ini yang harusnya dikendalikan,” ujar VP Brand & Product Campaign Manulife Indonesia Henry Widagdo, saat menjadi pembicara dalam Curhat Cerdas Finansial Bersama Manulife di Kantor Danone, Selasa (26/02/2019)

Dalam acara tersebut Henry memberikan saran kepada para karyawan Danone mengenai masalah keuangan yang mereka alami. Mengelola sumber penghasilan dengan mengalokasikannya untuk hal yang tepat merupakan jawabannya.

Mengutamakan kebutuhan dan mengesampingkan keinginan adalah kunci utama. Dua hal tersebut memang beda tipis, tetapi kita harus pintar memilah mana yang menjadi kebutuhan atau keinginan semata.

Jika sudah bisa membedakan kebutuhan dan keinginan, kita sudah bisa berinvestasi. Namun, kita juga harus menyiapkan diri apabila mendapatkan risiko, seperti sakit, meninggal, atau kejadian lainnya yang menyebabkan kebangkrutan.

Dengan mengalokasikan penghasilan dengan mengutamakan bayar utang dan sebagainya, kita bisa menambahkan investment, berupa tabungan atau asuransi. Ini untuk menjaga ketenangan hati kita.

Selanjutnya kita bisa menyiapkan dana darurat. Idelanya, dana darurat yang harus kita siapkan adalah enam kali biaya pengeluaran per bulan. Tentu saja, mengumpulkan dana tersebut jauh sebelum keadaan darurat terjadi.

“Pengelolaan keuangan sebenarnya tidak susah-susah amat, bagaimana cara kita mengubah mental dan bagaimana cara kita menghadapi godaan yang ada. Kalau kita disiplin dan konsisten, pasti berhasil. Jadi, kaya itu bisa dibuat dengan persiapan dan alokasi yang matang,” tambah Henry.

-- -

Namun, selama ini banyak juga yang bingung bagaimana cara mengalokasikan penghasilan ke dalam pos-pos yang dibutuhkan. Dalam kesempatan yang sama, Felicia Putri Tjiasaka, seorang investment storyteller, membagikan rumusnya.

Rumus mengalokasikan pendapatan adalah 40 persen untuk pengeluaran, 30 persen untuk cicilan atau utang, 20 persen untuk investasi atau dana darurat, dan 10 persen untuk amal ibadah.

“Dana darurat dan investasi itu harus dibedakan,”ujar Feli. Menurutnya, dana darurat itu berada di tabungan, sedangkan investasi bisa berupa rumah, asuransi, reksa dana, dan saham.

Namun, bagi yang masih memiliki penghasilan pas-pasan, tidak dipaksakan untuk mengikuti rumus tersebut. Kalau memang penghasilan masih kecil, jangan memaksakan berinvestasi dengan jumlah yang besar. Nilai investasi akan bertambah dengan bertambahnya penghasilan.

Feli juga mengatakan bahwa ada dua cara dalam mengumpulkan pundi-pundi kekayaan, yaitu dengan menambah pemasukan atau mengurangi pengeluaran. Namun, dengan berbagai kebutuhan yang ada, mengurangi pengeluaran menjadi hal yang susah. Oleh sebab itu, lebih baik menambah pemasukan.

“Di usia muda harus pintar-pintar cari penghasilan lebih. Entah dengan kerja lebih, baik freelance di luar kantor atau bisa perform lebih di kantor supaya mendapatkan reward dari kantor. Naikin pemasukan itu memang yang paling utama,” ujarnya. (Adv)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com