Advertorial

Perkembangan Atlet Muda Jadi Berkah Utama Liga Kompas Kacang Garuda U-14

Kompas.com - 28/03/2019, 16:26 WIB

SSB Bina Taruna menjadi juara Liga Kompas Kacang Garuda U-14 musim 2018/2019. Namun, gelar juara itu dinilai bukan tujuan utama mengikuti kejuaraan kelompok umur tersebut. Perkembangan pesat para atlet setelah mengarungi 30 laga selama kompetisi adalah berkah utama yang paling disyukuri. Sebab, pada kejuaraan kelompok umur, tim tidak dituntut menjadi juara, tetapi membina atlet dengan baik sejak usia dini.

”Juara adalah bonus dari pembinaan yang baik. Berkat pembinaan yang baik, mereka berkembang pesat dan bisa membuahkan hasil positif di setiap laga,” ujar Saut L. Tobing, Pelatih Bina Taruna, seusai timnya memastikan gelar juara.

Bina Taruna menang atas SSB Villa 2000 dengan skor 1-0 pada pekan pamungkas di Stadion Ciracas, Jakarta, Minggu (24/3/2019).

Berkat kemenangan itu, Bina Taruna kokoh di puncak klasemen dengan 57 poin dari 30 laga. Posisinya tak goyah meski SSB Salfas Soccer, tim lain yang masih punya peluang juara, menang 2-0 atas SSB JFA. Salfas harus puas mengakhiri kompetisi dengan torehan 56 poin.

Menurut Saut, hal yang paling berkembang adalah membina kerja sama dengan baik. Setiap pekan, anak asuhnya terus belajar bahwa kerja sama dan kekompakan tim menjadi komponen sangat penting untuk memenangi setiap laga. Akibatnya, para pemain memiliki mental yang baik sehingga selalu ingin meraih hasil terbaik di setiap pertandingan.

”Di luar lapangan, dukungan orangtua juga semakin baik. Mereka sadar, anaknya tidak mungkin berprestasi jika tidak mendapat dukungan yang baik. Ini nilai positif untuk pembinaan usia muda,” kata Saut.

Setelah ini, Saut ingin terus membina anak asuhnya hingga usia U-17. Ia tidak ingin buru-buru melepas anak asuhnya ke tim lain, terutama tim Liga 1 Indonesia yang mengikuti kompetisi Liga 1 U-16 pada April tahun ini.

”Anak-anak ini masih mentah. Saya ingin membina mereka sampai benar-benar matang dan siap menjadi pemain profesional,” ujarnya.

Banyak belajar

Pelatih Salfas Soccer Irwan Salam mengaku banyak belajar dari Liga Kompas. Ini adalah pengalaman pertama timnya mengikuti liga. Di awal kompetisi, mereka hanya menargetkan tidak degradasi. Ketika bisa naik ke papan atas pada paruh musim, Irwan sedikit bernafsu untuk juara.

Tuntutan ini justru menjadi bumerang, para pemain merasa tertekan. Mereka tidak main lepas sehingga tergelincir dari peringkat pertama ke peringkat kedua, empat pekan sebelum akhir.

”Di usia muda, anak-anak harus dibiarkan main lepas. Jangan pernah menuntut. Saat dituntut, mereka justru terbebani dan tidak bisa mengeluarkan permainan terbaiknya. Kejuaraan kelompok usia memang bukan tempat mengejar prestasi, tetapi tempat pembinaan,” ujarnya.

Jangan cepat puas

Direktur Liga Kompas Kacang Garuda U-14 Adi Prinantyo mengatakan, tim mapan atau tim papan atas tidak boleh terlena dengan prestasi saat ini. Musim depan, persaingan akan berbeda dan pasti akan ada kejutan. Salfas Soccer, contohnya, sebagai tim debutan justru bisa mencapai peringkat kedua.

Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy menuturkan, liga harus terus meningkatkan kualitasnya, terutama dalam hal sportivitas. Jumlah kartu kuning musim ini, 442 kartu kuning, jauh lebih banyak daripada 388 kartu kuning pada musim 2017/2018. Adapun jumlah kartu merah tetap 12 kartu.

”Semangat sportivitas itu harus dibina sejak usia muda agar terbawa hingga dewasa,” katanya.

Menurut Direktur Marketing Garudafood Ferry Haryanto, Liga Kompas adalah ajang yang sangat tepat untuk menjaring bibit pemain terbaik Indonesia. Buktinya, banyak jebolan liga ini terpilih memperkuat tim nasional Indonesia di beberapa kelompok usia. Untuk itu, Ferry berharap kerja sama Kompas dan Kacang Garuda berlanjut di masa mendatang.

 ”Kalau mau sepak bola bagus, pembibitan harus dari dasar. Kami konsisten mensponsori persepakbolaan Indonesia,” katanya.

Upaya pembenahan

Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria menyampaikan, Liga Kompas adalah relasi penting PSSI dalam membina sepak bola usia dini. Agar hasil liga ini lebih optimal, PSSI tengah mempersiapkan kompetisi berjenjang, antara lain Liga 1 U-16, U-18, dan U-20. Pada April, Liga 1 U-16 mulai bergulir dan secara bertahap berlanjut ke U-18 dan U-20.

”Dengan kompetisi berkelanjutan, diharapkan skill dan mental atlet bisa meningkat bertahap. Selama ini, kebanyakan mereka melompat ke jenjang lebih tinggi karena belum ada kejuaraan kelompok umur lanjutan. Kini, kami mau mulai membenahi itu, diawali dari klub-klub di Liga 1,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Raden Isnanta mengatakan, lewat program dana desa, pihaknya mendorong daerah membenahi infrastruktur sepak bola, yakni lapangan sepak bola. Beberapa desa di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan Bali sudah memulai cara itu.

”Selama ini, minat besar masyarakat bermain sepak bola tidak diimbangi ketersediaan lapangan. Jadi, lewat kerja sama dengan banyak pihak, kami berupaya membenahi itu,” katanya.

Pada penutupan liga, tim pemandu bakat liga mengumumkan 24 pemain terbaik. Mereka akan dilatih dan diciutkan menjadi 18 pemain yang akan mengikuti Piala Gothia 2019 di Swedia, 14-20 Juli.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com