KOMPAS.com – Pendidikan dasar merupakan sarana yang ampuh untuk mengenalkan sikap toleransi dan menghargai perberdaan. Namun, saat ini pendidikan dasar di Indonesia menunjukkan masih kurangnya pengenalan akan keberagaman agama secara kontekstual.
Pelajaran keberagaman saat ini kebanyakan sebatas ditulis dalam buku yang seringkali hanya untuk dihafal. Sementara pemahaman mengenai keberagaman adalah nyata dan penting untuk menerimanya sebagai anugerah.
Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan merupakan tantangan untuk mengajarkan pendidikan keberagaman agama secara kontekstual (langsung di lapangan). Sementara untuk melakukan kegiatan pembelajara tersebut, butuh usaha dan dana yang tidak sedikit.
Sementara ketidakpahaman mengenai keberagaman beragama menyebabkan munculnya kecurigaan, stigma, hingga sikap intoleransi yang mengarah pada diskriminasi, radikalisme, dan kekerasan.
Tentu hal itu bertentangan dengan semboyan Bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Padahal, inilah karakter bangsa Indonesia yang memiliki beragam suku, adat, budaya, hingga agama.
Wujudkan melalui pengabdian masyarakat
Mewujudkan pembelajaran keberagaman agama juga menjadi tugas perguruan tinggi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui kegiatan pengabdian masyarakat sebagai bagian dari tri dharma perguruan tinggi.
Oleh karena itu, tim dosen program studi Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip), Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) menginiasi Progeam Pengabdian Kepada Masyarakat untuk mewujudkan pembelajaran keragaman agama.
Tajuk program itu adalah Pendampingan Pendidikan Nilai-Nilai Keberagaman Kepada Guru, Orang Tua dan Siswa Sekolah Dasar di Ciumbuleuit Bandung: Upaya Pencapaian SDGs #16.
Program ini merupakan hasil kolaborasi tim dosen HI bersama Komunitas Bhinneka, mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Kakak Asuh, juga guru, orang tua, serta para siswa SDN 108 Ciumbuleuit dan SDN 188 Bandung Baru.
Pengabdian masyarakat ini didanai LPPN UNPAR dan Alumni Fisip angkatan 1992, serta melibatkan 150 orang dengan kegiatan pembekalan terhadap guru, orang tua, mahasiswa, dan para siswa terkait nilai-nilai keberagaman.
Selain itu, ada pula kegiatan pendampingan para siswa SD kelas 4 dan 5 untuk berkunjung ke tempat ibadah berbagai agama yang diakui di Indonesia.
Tempat ibadah yang dikunjungi antara lain adalah Pura Wira Chandra Dharna Secapa AD (Hindu), Masjid Sabiilul Iman Secapa AD (Islam), dan Gereja Katedral (Katolik).
Kunjungan juga dilakukan di Gereja Kristen Indonesia Taman Cibunut (Protestan), Vihara Dharma Ramsi (Buddha Tri Dharma), dan Klenteng Kong Miao (Kong Hu Chu).
Belajar memahami perbedaan agama
Setiap kunjungan ke rumah ibadah, para siswa mendapat informasi langsung dari pemuka agama. Informasi itu misal seperti pengetahuan umum, sejarah dan arsitektur tempat ibadah, pengucapan salam, perlengkapan ibadah, hingga simbol-simbol agama.
Dari kegiatan pengabdian masyarakat ini, dapat disimpulkan jika sikap dan karakter toleran bisa terbentuk jika terdapat pendidikan pengenalan mengenai nilai-nilai keberagaman. Selain itu, pengenalan tersebut juga penting untuk para siswa sejak usia dini.
Proses pembelajaran yang menarik dan kontekstual juga dirasa lebih efektif. Itu karena para siswa tidak hanya mendapat pengetahuan secara kognitif, tetapi juga secara akfektif dan psikomotorik.
Diharapkan ke depannya, penghormatan terhadap nila-nilai keberagaman bisa terus disuarakan kepada setiap orang. Hal itu guna mewujudkan dunia yang lebih damai dan harmonis.