Saat membeli kendaraan bermotor baru, ada beberapa dokumen yang biasanya menjadi perhatian konsumen yaitu faktur tanda pembelian dan buku petunjuk servis kendaraan. Selain itu BPKB dan STNK. Namun, ada satu dokumen penting yang sering luput dari perhatian konsumen yaitu Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Tidak banyak konsumen benar-benar memahami bahwa dokumen yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan ini sangat penting bagi konsumen. Selain sebagai salah satu syarat pengurusan STNK, dokumen ini menjamin bahwa tipe kendaraan bermotor yang dibeli konsumen merupakan kendaraan sudah diuji teknis dan spesifikasinya untuk menjamin keselamatan pengendaranya.
“Setiap pemilik kendaraan baru harus memiliki SRUT. Walaupun SRUT itu hanya selembar kertas, di dalamnya ada spesifikasi teknis yang harus diketahui konsumen. Ibaratnya tanda lahirnya sebuah kendaraan. Selain itu dengan adanya SRUT konsumen tahu bahwa kendaraannya lolos pengujian laik jalan,” ujar Sigit Irfansyah, Direktur Sarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat saat ditemui di kantornya, Rabu (7/8/2019) lalu.
Lebih lanjut Sigit mengatakan ketidak tahuan akan pentingnya SRUT saat ini lebih banyak pada segmen konsumen kendaraan penumpang. Sementara konsumen kendaraan niaga sebagian sudah memiliki kesadaran untuk meminta SRUT dari dealer. Sebab, kendaraan niaga yang secara regulasi tergolong Kendaraan Bermotor Wajib Uji (KBWU) memerlukan dokumen tersebut saat pengujian berkala (KIR).
“Jadi kalau konsumen kendaraan niaga sebagian besar sudah paham. Namun untuk konsumen kendaraan penumpang kalau beli kendaraan baru tahunya hanya perlu faktur saja. Padahal sebelum faktur terbit, SRUT dulu yang terbit. Oleh sebab itu saat ini kita sosialisasikan,” katanya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2012 Tentang Kendaraan, sebelum dapat “mengaspal” di jalanan Nusantara setiap kendaraan bermotor, baik yang berupa mobil penumpang, sepeda motor, maupun kendaraan angkutan umum dan angkutan barang yang termasuk Kendaraan Bermotor Wajib Uji (KBWU) menurut undang-undang harus melalui uji tipe.
Proses pengujian dimulai sejak dari hulu, dimulai dengan pengujian prototype kendaraan yang akan diproduksi atau diimpor ke Indonesia. Pengujian dilakukan di fasilitas pengujian milik Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan yaitu Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB).
Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Direktorat Sarana Transportasi Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Dewanto Purnacandra mengatakan, setiap prototype sebuah kendaraan sebelum diproduksi atau diimpor Agen Pemegang Merek (APM) secara massal harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan melalui proses uji tipe di BPLJSKB.
Pada fasilitas BPLJSKB prototype kendaraan akan melalui uji konstruksi, dimensi, lampu, roda, radius putar, berat kosong kendaraan, rem, fungsi speedometer, tingkat suara klakson, sabuk keselamatan, hingga uji emisi. Jika lulus uji tipe, prototype kendaraan tersebut akan memperoleh Sertifikat Uji Tipe (SUT).
Jika salah satu syarat tidak lulus uji, pihak APM memiliki satu kali kesempatan lagi untuk melakukan perbaikan pada komponen yang tidak lulus uji dan mengajukan kembali permintaan pengujian.
“Setelah dapat SUT barulah APM, baik produsen atau importir, bisa memproduksi atau mengimpor tipe kendaraan tersebut secara massal,” ujar Dewanto.
Setiap unit kendaraan yang diproduksi harus sesuai spesifikasinya berdasarkan prototype yang sudah memperoleh SUT. Kesesuaian tersebut dibuktikan dengan SRUT.
“Idealnya, setiap unit yang diproduksi atau diimpor itu diuji lagi. Namun menimbang efisiensi waktu dan biaya maka dibuatlah SRUT yang berlaku untuk setiap satu unit tipe kendaraan yang diproduksi atau diimpor. SRUT ini menunjukkan bahwa mobil yang diproduksi dibuat sama rancang bangun dan spesifikasinya dengan prototype-nya yang sudah lulus SUT,” jelas Dewanto.
Untuk mengawasi berjalannya prosedur ini, Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan saat ini juga melakukan uji sampel terhadap unit-unit kendaraan yang diproduksi. “Jika unit sampel yang diuji tidak lulus maka produksi kendaraan tipe tersebut harus dihentikan. Peraturan Menteri terkait uji sampel ini sedang dibahas di biro hukum kami,” kata Dewanto.
Sama halnya dengan kendaraan penumpang seperti mobil dan sepeda motor, Kendaraan Bermotor Wajib Uji yaitu angkutan umum dan angkutan barang juga harus melalui proses pengujian sebelum diproduksi. Bedanya proses pengujian kendaraan jenis ini lebih panjang.
Ini karena biasanya jenis kendaraan tersebut diproduksi dalam bentuk landasan (chassis). Rancang bangun fisik kendaraan nantinya dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan konsumennya dengan melibatkan perusahaan karoseri. Setelah mendapat SUT, kendaraan baru bisa dibuatkan rancang bangunnya oleh perusahaan karoseri. Jika Surat Keputusan Rancang Bangun (SKRB) sudah disahkan, maka perusahaan karoseri bisa membuat kendaraan sesuai SKRB. Setelah itu, perusahaan Karoseri mengajukan permohonan cek fisik. Cek fisik dilakukan oleh BPTD (Balai Pengelola Transportasi Darat) untuk memeriksa kesesuaian fisik antara fisik kendaraan yang dikaroserikan dengan SKRB yang dimiliki. Jika cek fisik sesuai, maka akan diberikan BAP cek fisik dan akan diterbitkan SRUT.
Sosialisasi akan pentingnya SUT dan SRUT ini merupakan salah satu upaya Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan untuk mewujudkan pilar ketiga Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) yaitu memastikan kendaraan berkeselamatan. Konsumen kendaraan bermotor, terutama kendaraan penumpang, diharapkan memahami bahwa SRUT bukanlah beban, tetapi merupakan dokumen penting untuk menjamin keselamatan di jalan.
“Konsumen kendaraan bermotor, terutama kendaraan penumpang, mintalah SRUT kepada dealer, karena penting. Bagi dealer, sekarang tidak ada lagi alasan mereka tidak bisa kasih SRUT,” kata Sigit Irfansyah.
Lebih efisien dengan e-SRUT
Demi meningkatkan layanan terkait penerbitan SRUT bagi konsumen kendaraan bermotor, saat ini Direktorat Sarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat juga tengah mengembangkan e-SRUT. Adanya layanan ini dinilai akan membantu APM dan konsumen memperoleh SRUT dengan cara yang lebih efisien.
“Layanan ini sudah mulai diuji coba untuk sepeda motor mulai 1 Juli 2019 lalu. Mengapa kami mulai dari sepeda motor? Ini karena sepeda motor paling banyak produksinya. Per hari dari semua pemain utama perkiraan saya produksinya di angka 20.000 sampai 22.000 unit,” ujar Sigit Irfansyah.
Saat ini Direktorat Sarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat tengah mengupayakan untuk meningkatkan keamanan data pada layanan e-SRUT melalui kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Nanti akan ada evaluasi dalam waktu dekat, kemudian peluncuran resminya. Harapan kami juga akhir tahun ini bisa ditandangani Perjanjian Kerjasama dengan BPPT,” tutup Sigit.