Advertorial

Antisipasi Dampak Virus Corona, OJK Siapkan Kebijakan Stimulus Ekonomi

Kompas.com - 27/02/2020, 14:30 WIB

Otoritas Jasa Keuangan menyiapkan kebijakan stimulus untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional sebagai kebijakan Countercyclical dalam mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus Corona.

Stimulus yang disiapkan terdiri atas tiga hal. Pertama, relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar. Ini didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona (sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh pemerintah).

Kedua, relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona (sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh Pemerintah). Ketiga, relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan.

“Kebijakan stimulus OJK ini diharapkan bisa memitigasi dampak pelemahan ekonomi global terhadap pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

Perekonomian global masih akan dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. Terdapat upaya memperbaiki kinerja perekonomian, peningkatan tensi geopolitik Timur Tengah, dan belum selesainya isu perang dagang antara AS dengan Tiongkok. Dunia kini kembali dihadapkan pada kasus virus Corona yang dampaknya tidak dapat dikatakan kecil bagi perekonomian global.

Salah satu dampak langsung dari perkembangan tersebut adalah perekonomian Tiongkok yang memiliki kontribusi terhadap PDB dunia mencapai 16 persen. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mencapai level terendah selama 29 tahun terakhir yang juga akan berdampak pada pertumbuhan perekonomian negara-negara mitra dagangnya.

Dampak dari tingginya ketidakpastian perekonomian global terlihat melalui perekonomian domestik, terutama pada investasi dan kinerja eksternal yang cenderung melambat. Menghadapi perlambatan ekonomi global, Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK menilai berdasarkan data Januari 2020, stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga, dengan membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan terkendali.

Meskipun tingkat konsumsi masih tumbuh stabil, indikator-indikator sektor riil domestik masih menunjukkan tren yang relatif mixed. Minimnya sentimen positif baik dari perspektif global maupun domestik, turut memengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik pada bulan laporan, khususnya di pasar saham.

Tercatat hingga 21 Februari 2020, pasar saham melemah sebesar 0,97 persen mtd atau 6,62 persen ytd menjadi 5.882,3. Pelemahan ini disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap virus corona yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia.

Namun demikian, pasar SBN masih menguat dengan yield yang turun sebesar 17,3 bps mtd di tengah net sell oleh investor nonresiden sebesar Rp 6,8 triliun. Perbankan tercatat menjadi penopang pasar SBN domestik dengan melakukan pembelian sebesar Rp 52,4 triliun.

Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Januari 2020 sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,10 persen year-on-year (YoY), ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,48 persen yoy.

Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,4 persen yoy. Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terkendali dengan rasio NPL gross sebesar 2,77 persen (NPL net: 1,04 persen) dan Rasio NPF sebesar 2,56 persen.

Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80 persen yoy, lebih tinggi dari capaian tahun lalu. Selain itu, sepanjang Januari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp26,2 triliun dan tumbuh sebesar 9,7 yoy.

Hingga 24 Februari 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 14 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 9 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 53 emiten, dengan total indikasi penawaran sebesar Rp21,2 triliun.

Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,21 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.

Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/ non-core deposit masing-masing sebesar 208,73 persen dan 101,49 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.

Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,83 persen. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 789 persen dan 345 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com