Advertorial

ECDI dan CREDI, Metode Pengukuran Perkembangan Anak Usia Dini yang Pertama Kali Diadaptasi di Indonesia

Kompas.com - 19/03/2020, 13:24 WIB

Sudah bukan jadi rahasia lagi bahwa usia dini merupakan masa-masa penting dalam perkembangan anak. Berbagai temuan ilmu pengetahuan juga menyebut bahwa pengalaman yang baik dan menyenangkan bagi anak di usia dini turut membantu pertumbuhan otak anak.

Dikutip dari developingchild.harvard.edu, pertumbuhan otak anak, terutama di usia 0-5 tahun, menjadi fondasi dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan. Otak anak berkembang sangat pesat di usia 0-5 tahun.

Kemampuan sensorik dan bahasa akan mencapai puncak di usia 0-12 bulan. Sementara, kemampuan kognitif mencapai puncak di usia 0-5 tahun.

Head of Tanoto Foundation’s Early Childhood Education and Development (ECED) Program Eddy Henry menyebut bahwa 80 persen perkembangan otak anak terjadi pada usia 0-3 tahun dan 10 persen di usia 3-5 tahun.

“Jika orang tua mampu memahami dan memanfaatkan golden period ini secara optimal, otak anak juga dapat berkembang maksimal. Masa-masa ini akan menjadi faktor penentu status kognitif, kesehatan, serta produktivitas anak pada masa mendatang,” ujar Eddy Henry.

Pentingnya masa usia dini ini juga turut menjadi perhatian dunia internasional. Salah satu tujuan Sustainable Development(SDGs) yang ditargetkan selesai pada 2030 adalah menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, termasuk soal perkembangan dan pendidikan anak usia dini (target SDGs 4.2).

Indonesia pun turut berkomitmen dalam mencapai tujuan SDGs. Khusus perkembangan anak usia dini, pemerintah sudah mengeluarkan perangkat regulasi, seperti Perpres No. 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan anak Usia Dini Holistik-Integratif.

Pemerintah sudah memasukkan tujuan dan target SDGs terkait perkembangan anak usia dini di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Sayangnya, komitmen pemerintah ini belum dibarengi penggunaan indikator global secara maksimal karena persoalan data.

Alat ukur seperti Early Childhood Development Instrumen (ECDI), Measuring Early Learning Quality and Outcomes (MELQO), Caregiver Reported Early Childhood Development Instrument (CREDI), dan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STTPA) belum disepakati untuk digunakan sebagai standar nasional serta masih diterapkan secara parsial.

Dengan demikian, gambaran secara nasional perkembangan anak usia dini belum bisa diketahui. Monitoring perkembangan anak usia dini di Indonesia pun tidak bisa maksimal dilaksanakan. Hal ini menyebabkan program pengembangan anak usia dini sering tidak efektif.

Inisiatif Tanoto Foundation dan UNICEF

Peluncuran kerja sama Tanoto Foundation dan UNICEF. Dok. Tanoto Foundation Peluncuran kerja sama Tanoto Foundation dan UNICEF.

Tanpa alat ukur yang memadai dan bisa digunakan untuk memonitor perkembangan anak usia dini, target pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan pemerintah bakal sulit tercapai. Sebab, tidak ada instrumen untuk mengevaluasi program yang berjalan. Masalah lainnya adalah kesulitan untuk dapat mengetahui tingkat disparitas pendidikan anak usia dini di Indonesia.

Atas dasar itulah, Tanoto Foundation dan UNICEF bekerja sama untuk mengembangkan alat ukur perkembangan anak usia dini di Indonesia. Dalam kerja sama ini, Tanoto Foundation menghibahkan Rp2,8 miliar kepada UNICEF.

CEO Tanoto Foundation J Satrijo Tanudjojo menyambut positif kerja sama dengan UNICEF. Ia menambahkan, kunci dalam mengembangkan sumber daya manusia Indonesia adalah intervensi pada anak usia dini.

“(Intervensi pada anak usia dini) menjadi salah satu fokus Tanoto Foundation. Pengukuran dan pengamatan menjadi sangat penting karena prinsip kami dalam bekerja selalu berbasis data,” ujar J. Satrijo Tanudjojo.

Sebagai lembaga filantropi independen yang berkontribusi pada pendidikan, Satrijo Tanudjojo percaya bahwa kerja sama ini akan berkontribusi terhadap negara. Utamanya terkait penyediaan data perkembangan anak usia dini dan pemantauan aksi SDGs di Indonesia.

Debora Comini, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, meyakini kerja sama dengan Tanoto Foundation merupakan investasi untuk membantu anak-anak mencapai potensi terbaik. Agar memberikan setiap anak awal terbaik dalam hidup, dibutuhkan data yang tepat.

“Karena itu, Tanoto Foundation dan UNICEF bekerja sama untuk mengembangkan metode ini untuk membantu mengukur dan memantau tumbuh kembang anak usia dini di Indonesia. Kemitraan seperti ini sangat penting dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” ujar Debora.

Nantinya, UNICEF akan mengembangkan versi ECDI dan CREDI yang bisa diadaptasi di Indonesia serta akan menjadi instrumen pertama yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Dua alat ukur ini akan menghasilkan data berbasis populasi tentang perkembangan anak usia 0-3 tahun dan 3-5 tahun.

Lama pengembangan alat ukur ini sekitar 1 tahun. UNICEF akan menganalisis ECDI yang sudah ada dari Riset Kesehatan Dasar 2018. Hasil analisis ini akan disebarkan agar perkembangan anak usia dini menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia.

Setelah itu, alat pengukuran baru akan diadaptasi dan diuji sesuai dengan kondisi Indonesia berdasarkan instrumen dan petunjuk yang sudah diterapkan secara global. Hasil pengembangan ini adalah modul baru ECDI yang akan diimplementasikan dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional 2020.

Dari hasil SUSENAS 2020, pemerintah akan mendapatkan populasi data tepat terkait perkembangan anak usia dini di seluruh Indonesia. Dengan demikian, pemerintah bisa memonitor target pembangunan berkelanjutan, terutama target 4.2.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau