Advertorial

Program Persemaian, Langkah KLHK dalam Menanggulangi Degradasi Lahan

Kompas.com - 26/06/2020, 18:37 WIB

Degradasi hutan dan lahan menjadi perhatian serius pemerintah saat ini. Sejumlah program pemulihan untuk menekan laju deforestasi pun lantas dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI).

Salah satunya, mempercepat rehabilitasi dan reklamasi lahan dan hutan dengan pembangunan persemaian.

Adapun penerapan dari langkah tersebut dengan memperbanyak persediaan bibit bagi masyarakat sehingga mempermudah mereka dalam kegiatan penanaman lahan kritis.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri LHK Alue Dohong dalam acara web seminar (webinar) peringatan World Day to Combat Desertification and Drought (WDCD) atau Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Dunia 2020 yang diselenggarakan di Jakarta, Jumat (26/6/2020).

Lebih lanjut Alue mengungkapkan, program persemaian yang telah berjalan saat ini sudah sampai ke tahap membangun persemaian permanen dan persemaian modern, serta pemberian insentif bagi masyarakat melalui kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan Kebun Bibit Desa (KBD).

.(Dok. Kemenhut) .

"Keterpaduan sistem pengelolaan lahan dan hutan yang berorientasi pada kelestarian, melalui pola-pola agroforestry, merupakan keniscayaan untuk mengatasi kebutuhan pangan, pakan, dan serat tanpa harus mengorbankan kepentingan perlindungan lingkungan," tutur Alue.

Guna mendukung terwujudnya langkah yang menjadi salah satu satu prioritas pembangunan pemerintah tersebut, Alue menekankan perlu adanya sinergi dari seluruh elemen.

Para akademisi, pemerhati lingkungan yang tergabung dalam Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI), Forum Daerah Aliran Sungai (DAS), dan LSM yang tersebar di seluruh Indonesia perlu mengedukasi masyarakat soal wanatani dan konservasi.

"Mari kita bersama-sama membagikan teladan membangun pola hidup yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam mengkonsumsi pangan, penyediaan pakan, dan pemenuhan serat untuk sandangsehingga menjamin keberlangsungan hidup kita dan generasi yang akan datang," ajak Alue kepada seluruh peserta webinar.

Ajakan itu pun sejalan dengan tema peringatan WCDC 2020, yaitu ‘Food, Feed, Fibre’ (pangan, pakan, dan pakaian). Fokus tahun ini adalah mengedukasi masyarakat dunia untuk mengubah cara produksi dan konsumsi yang cenderung bersifat eksploitasi, menuju pola yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga mencegah degradasi lahan.

"Ketika populasi meningkat dan daerah perkotaan semakin berkembang, maka permintaan dan tekanan terhadap lahan semakin besar, untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakan ternak, dan bahan serat yang digunakan sebagai bahan sandang atau pakaian," ujar Wamen Alue.

Di sisi lain, Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (PDASHL), Hudoyo menuturkan, pihaknya telah melakukan langkah-langkah koreksi, khususnya di Ditjen PDASHL melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

"Selain melakukan RHL secara intensif, kami melaksanakan agroforestry dan upaya lain. Tentu saja masih kurang. Oleh karena itu, kami mohon kepada seluruh pihak untuk memberikan sumbang saran pikiran dan lain lain untuk perbaikan lingkungan kita," katanya.

Selain Dirjen PDASHL, pada webinar tersebut turut hadir narasumber lain, seperti Dr. Chay Asdak dari Forum DAS Nasional, Prof. Dr. R. Sri Tedjo Wulan dari MKTI, dan Dr. Ir. Supriyanto dari Seameo Biotrop.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau