KOMPAS.com – DPR RI meresmikan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna DPR RI yang membahas Pembicaraan Tingkat II dan Pengambilan Keputusan Terhadap RUU Tentang Cipta Kerja, Senin (5/10/2020).
Salah satu poin dalam UU Cipta Kerja yang disoroti masyarakat adalah hilangnya upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral (UMS).
Padahal, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato, aturan itu tidak dihapuskan. Hanya saja, UP tidak lagi menjadi domain pemerintah kota/daerah.
“Upah minimum provinsi (UMP) wajib ditetapkan oleh gubernur. Kenaikan dihitung dengan menggunakan formula perhitungan yang akan diatur dalam peraturan pemerintah,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Selasa (06/10/2020).
Ia menambahkan UM terbagi atas UMP dan UMK, sedangkan UMS tidak diatur lagi dengan tujuan penyederhanaan struktur upah. Sebagai catatan, meski UMS tidak diatur lagi, perusahaan tidak boleh membayar upah di bawah UMS setelah UU Cipta Kerja disahkan.
Selain itu, adanya UU Cipta Kerja memberikan manfaat perlindungan nyata kepada pekerja , salah satunya kepastian dalam pemberian pesangon.
Lewat UU ini, pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini tidak mengurangi pemberian manfaat jaminan lainnya, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.
Pemerintah pun tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha dalam Program JKP.
Selain pesangon, UU Cipta Kerja juga mengatur jam kerja yang khusus untuk pekerjaan tertentu dengan memerhatikan tren pekerjaan yang mengarah pada pemanfaatan teknologi digital, termasuk untuk industri 4.0 dan ekonomi digital.
Sementara itu, persyaratan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap mengikuti aturan dalam UU Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Menuju Indonesia lebih baik
Airlangga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja memiliki peranan penting untuk meningkatkandaya saing yang lebih tinggi di mata perekonomian global. UU Cipta Kerja juga dapat turut mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
“UU Cipta Kerja mendorong agar Indonesia menjadi lebih kompetitif dan mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru dengan tetap memberikan perlindungan dan kemudahan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi, serta meningkatkan perlindungan bagi pekerja atau buruh,” ujar Menko Airlangga.
UU Cipta Kerja, kata Airlangga, ditujukan untuk menyelesaikan permasalah hiper-regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang menghambat kemudahan berusaha di Indonesia.
Airlangga berharap, penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, pemberian fasilitas dan kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, serta ekosistem investasi yang kondusif dalam UU Cipta Kerja turut mendorong perekonomian sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Adapun keberadaan UU Cipta Kerja memiliki sejumlah manfaat. Pertama UU Cipta Kerja memberi dukungan untuk UMKM. Hal ini terlihat dengan adanya kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS), pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), mendirikan Perusahaan Terbuka (PT) perseorangan.
Dengan persyaratan perizinan yang lebih mudah dan biaya murah, pelaku UMKM lebih gampang mendapatkan kepastian legalitas usahanya.
Kedua, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan dalam pendirian koperasi dengan menetapkan syarat keanggotaan minimal 9 orang. Koperasi juga diberikan keleluasaan untuk melaksanakan prinsip usaha syariah serta dapat memanfaatkan teknologi.
Ketiga, UU Cipta Kerja memberikan kepastian dalam percepatan proses setifikasi halal. Bagi pelaku UMKM, biaya sertifikasi akan ditanggung pemerintah. UU ini juga akan memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri.
Keempat,UU Cipta Kerja juga mengatur keterlanjuran perkebunan masyarakat di kawasan hutan. Masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan yang berada di lahan kawasan konservasi dengan pengawasan dari pemerintah.
Kelima, UU Cipta Kerja telah mengatur penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan yang dilakukan cukup melalui satu pintu.
Keenam, UU Cipta Kerja mengatur pemberian percepatan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
Ketujuh, UU Cipta Kerja mengatur percepatan reforma agraria dan redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh Bank Tanah.
Terakhir, UU Cipta Kerja juga memberikan manfaat kepada pelaku usaha. Salah satunya, pelaku usaha akan mendapatkan insentif dan kemudahan, baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka kemudahan berusaha.
Pelaku usaha akan mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi. Pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang diakibatkan kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan (K3L) dikenakan sanksi pidana.