Kabar pupr

Hadapi Musim Penghujan 2020-2021, Kementerian PUPR Siapkan Infrastruktur SDA

Kompas.com - 17/10/2020, 12:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) telah mempersiapkan berbagai infrastruktur untuk menghadapi musim hujan 2020-2021.

Direktur Jenderal SDA Jarot Widyoko mengatakan, hal itu dilakukan sebagai langkah antisipasi potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir yang terjadi hampir setiap tahun.

Salah satu bentuk antisipasi itu adalah menambah waduk atau bendungan.

“Ditjen SDA sudah memiliki prasarana berupa 242 waduk. Jika ditotal kapasitas tampungan air waduk-waduk tersebut mencapai 7,2 miliar meter kubik,” kata Jarot dalam konferensi pers yang digelar virtual, Jumat (16/10/2020).

Saat ini, dari total volume tampungan tersebut telah terisi 2,8 miliar meter kubik sehingga sisa volume tampungan yang tersedia adalah 4,4 miliar meter kubik.

Rencananya, dari 61 bendungan yang akan dibangun, 43 di antaranya akan dimanfaatkan untuk mereduksi banjir sebesar 12.453,33 meter kubik per detik.

Rincian lokasi 43 bendungan tersebut adalah 9 bendungan di Sumatera, 24 bendungan di Jawa, 4 bendungan di Kalimantan, 9 bendungan di Sulawesi, 3 bendungan di Bali, 11 bendungan di Nusa Tenggara, dan 1 bendungan di Maluku.

Terkait kesiapan peralatan dan bahan untuk penanggulangan darurat kerusakan akibat banjir dan tanah longsor, lanjut Jarot, saat ini tersedia sandbag sebanyak 327.963 karung, geobag sebanyak 15.902 karung, dan kawat bronjong sebanyak 65.274 meter.

 “Sedangkan angkutan siaga seperti dump truck sebanyak 102 unit, mobil pick up 13 unit, truck trailer 13 unit, ekskavator 138 unit, amphibious excavator 49 unit, mobile pump 51 unit, perahu karet 60 unit, dan mesin outboard 18 unit yang tersedia di seluruh B/BWS,” tambahnya.

Berdasarkan dara BMKG, pemerintah daerah dan masyarakat di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku harus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi banjir 2020-2021. (KOMPAS.com-Yakob Arfin T Sasongko) Berdasarkan dara BMKG, pemerintah daerah dan masyarakat di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku harus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi banjir 2020-2021.

La Nina dan puncak musim hujan

Terkait kesiapsiagaan banjir 2020-2021, Jarot mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan beberapa instansi, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

“Kerja sama ini untuk menyiapkan informasi prakiraan hujan untuk 10 hari ke depan agar dapat mengatur muka air waduk sehingga tersedia tampungan air hujan untuk pengendalian banjir,” papar Jarot.

Berdasarkan data BMKG, musim hujan 2020-2021 akan dibarengi fenomena La Nina yang mengakibatkan curah hujan meningkat sebesar 30 persen sampai 40 persen di beberapa wilayah Indonesia.

Pulau Sumatera diperkirakan mengalami fenomena La Nina pada Oktober dan November 2020 dan puncak musim hujan pada Desember 2020 sampai Januari 2021.

Pulau Jawa diperkirakan akan mengalami fenomena La Nina pada Oktober dan November 2020 dan puncak musim hujan pada Februari 2021.

Fenomena La Nina juga diperkirakan akan terjadi di Kalimantan pada Oktober 2020. Adapun puncak musim hujan di pulau tersebut akan berlangsung Desember 2020 sampai Januari 2021.

Sulawesi diperkirakan mengalami La Nina pada November 2020 dan puncak musim hujan mulai Januari sampai dengan April 2021. Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan tidak mengalami La Nina. Puncak musim hujan di sana akan dimulai pada Februari 2021.

Maluku diperkirakan mengalami fenomena La Nina pada Oktober 2020 dan puncak musim hujan mulai Januari 2021, serta Papua diperkirakan tidak mengalami fenomena La Nina dan puncak musim hujannya akan berlangsung pada Desember 2020.

Dengan demikian, pemerintah daerah dan masyarakat di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku harus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi banjir.

Partisipasi berbagai pihak

Jarot memaparkan, berbagai aktivitas pembangunan dan perindustrian, serta pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi menyebabkan perubahan area run off air hujan.

Area resapan air hujan berkurang akibat semakin luasnya permukaan lapisan tanah yang diperkeras dengan semen atau paving.

“Saat hujan turun, air masuk ke dalam selokan kemudian mengalir ke sungai,” terang Jarot.

Kementerian PUPR, imbuh Jarot, mempunyai tugas antara lain membuat bendungan, menormalisasi sungai, membangun embung, dan situ untuk mengatasi banjir. Namun, upaya itu belum sebanding dengan koefisien run off air hujan yang mengalir ke sungai.

Berdasarkan kondisi tersebut, Jarot menilai perlunya partisipasi berbagai stakeholder untuk sama-sama mengatasi banjir.

“Bisa dimulai dari hal paling kecil. Kami berharap berbagai pihak menyadari hal ini dan bersama-sama menggaungkan gerakan Kembalikan Air ke Bumi,” kata Jarot.

Adapun langkah partisipasi tersebut bisa dilakukan mulai dari level rumah tangga dengan membuat biopori atau sumur resapan. Sementara tingkat RT bisa membuat kolam.

“Kalau seluruh masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat berkonsentrasi mengurangi koefisien run off air yang mengalir ke sungai, ini akan signifikan,” jelas Jarot. (***)

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com