KOMPAS.com – Salah satu tujuan disahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah untuk menjawab masalah-masalah utama yang dihadapi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam acara webinar “Omnibus Law Beban/Berkah bagi Rakyat”, Rabu (28/10/2020).
Teten menjelaskan, struktur ekonomi di Indonesia didominasi oleh UMKM, yakni mencapai 99 persen. Dari jumlah itu, total penyerapan tenaga kerja mencapai 97 persen dan sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 60 persen.
Meski terlihat besar, sektor UMKM memiliki masalah yang harus segera dipecahkan. Teten menjelaskan, struktur UMKM mengalami stagnasi selama 15 tahun terakhir sehingga turut memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Dalam struktur UMKM, usaha mikro mencapai pertumbuhan sebesar 98 persen, sementara usaha kecil dan menengah tidak tumbuh alias stagnasi,” tegas Teten seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (30/10/2020).
Ini artinya, banyak usaha mikro harus segera diakselerasi agar cepat naik kelas sehingga struktur UMKM tidak jalan di tempat.
Menurut Teten, pekerjaan rumah tersebut bisa diselesaikan melalui UU Cipta Kerja. Sebab, penerima manfaat terbesar dari beleid ini adalah pelaku UMKM dan koperasi.
Selain itu, Teten mengaku bahwa UU Cipta Kerja memudahkan pemerintah menyiapkan program strategi nasional (roadmap) pengembangan Koperasi dan UMKM (KUMKM).
Sinergi sekitar 18 kementerian dan 43 lembaga, termasuk pemerintah daerah, akan mudah dilakukan. Dengan demikian, masalah perencanaan, pengembangan, dan evaluasi KUMKM lebih terarah.
Sebagai informasi, selama ini pemerintah kesulitan memiliki data tunggal mengenai KUMKM.Adapun data yang ada pada kementerian dan lembaga tidak sinkron.
Karenanya, adanya UU ini juga membuka ruang bagi pemerintah untuk mendapatkan data tunggal mengenai KUMKM.
"(Sebelumnya) jadi ruwet. Tidak ada strategi nasional yang bisa menjadi guide bagi seluruh kementerian dengan mudah. Sebab, ketika kami membuat kebijakan pemulihan ekonomi nasional untuk membantu UMKM menghadapi masalah keuangan dan masalah penyerapan produk, kami sulit sekali mencari data," kata Teten.
Melalui UU Cipta Kerja, lanjut Teten, pemerintah juga berupaya mengatasi pengangguran di Indonesia yang jumlahnya sekitar 6,9 juta orang. Angka tersebut belum termasuk pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Total pekerja terdampak pandemi mencapai 3 juta.
Selain masalah pengangguran, Indonesia juga memiliki angkatan kerja baru mencapai 3 juta orang per tahun. Dengan demikian,total kebutuhan lapangan kerja di Indonesia sekitar 13 juta.
Teten melanjutkan bahwa masalah pengangguran tersebut dapat memengaruhi capaian target pertumbuhan ekonomi.
Sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa bertahan di angka 5 persen. Meski demikian, pertumbuhan tersebut lebih banyak bergantung pada kekuatan belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat.
Dengan adanya pandemi, konsumsi masyarakat pun berkurang. Ditambah lagi, nilai investasi di Indonesia tidak terlalu signifikan sepanjang lima tahun terakhir sehingga memengaruhi penciptaan lapangan pekerjaan.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi selama pandemi, penguatan UMKM diperlukan. Sebab, sektor ini dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap pekerja lebih besar bila dilihat dr struktur ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, UMKM Indonesia harus diprioritaskan dalam pemulihan ekonomi. Salah satu caranya dengan memberikan bantuan dan perlindungan kepada pelaku UMKM.
“Undang-undang ini memberikan perlindungan termasuk juga proteksi terhadap UMKM," ujar Teten.