JAKARTA, KOMPAS.com – Perkembangan dan dinamika industri membawa banyak tantangan, utamanya bagi karyawan atau sumber daya manusia (SDM) di dalamnya.
Sebagai roda penggerak perusahaan, mereka dituntut untuk mudah beradaptasi dan memiliki kompetensi agar mampu bersaing dan menghasilkan profit.
Group Manager of Regulatory Affairs, PT. Dexa Medica, Asrining Tyas Purnomosari mengatakan, perubahan industri itu seperti hukum alam, bergerak dengan cepat dan tidak bisa ditolak kehadirannya.
"(Karenanya karyawan) harus jadi pribadi yang tangkas dan adaptif. Tak hanya kewajiban (sebagai karyawan), tetapi sudah seharusnya (kemampuan itu) terprogram dalam diri masing-masing. Karena ini bagian dari proses menjaga kelangsungan hidup (sustainability) baik untuk pribadi, organisasi ataupun bisnis,” ucap Tyas melalui wawancara yang dilakukan Kompas.com, Sabtu (19/12/2020).
Bagi Tyas, kemampuan itu tak datang begitu saja. Seseorang harus menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi untuk mendapatkannya.
“(Menumbuhkan rasa ingin tahu) bertujuan agar seseorang tidak cepat merasa tahu segalanya ataupun merasa paling benar. Cari jawaban atas rasa ingin tahu ini dengan berdiskusi dengan siapapun dari kalangan manapun,” jelasnya.
Kedua, kemampuan yang sama bisa didapatkan melalui pengalaman. Bagi Tyas, selain pengalaman bekerja, kemampuan itu juga didapatnya dari pengalaman berkuliah.
Ia bercerita, kepribadian yang adaptif dan keinginannya untuk terus belajar semakin terbentuk ketika ia menimba ilmu di program Magister Manajemen Strategic Management (MMSM) Prasetiya Mulya.
Program studi ini memang dirancang agar mahasiswa senior ataupun pekerja dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan yang relevan dengan kondisi terkini di dunia usaha.
Salah satunya adalah kemampuan adaptasi, analisis, dan pendalaman akan kebutuhan-kebutuhan perusahaan masa kini.
Ia mengaku, program studi tersebut membantunya beradaptasi terhadap kondisi lingkungan usaha yang terus berubah. Selain itu, membuatnya lebih mendalami financial literacy.
Menurutnya, memahami permasalahan finansial dapat membantu untuk mencapai tujuan keuangan serta menganalisis lingkungan bisnis.
Tidak sampai di situ, ia juga mengerti tentang perlunya strategi manajemen untuk mengelola suatu organisasi atau bisnis.
“Dari strategi marketing, pengelolaan SDM, operasional, inovasi, dan pengelolaan business growth, pengambilan keputusan dan strategic planning. Prasetiya Mulya memberi bekal kepada saya agar dapat duduk pada fungsi dasar dari sebuah bisnis,” kata Tyas.
Dalam wawancara tersebut, ia juga mengomentari mengenai budaya kerja di era modern. Terlebih, mengenai multitasking dan fleksibilitas tinggi yang saat ini kerap dilakukan oleh karyawan di perusahaan rintisan atau disebut startup.
“Tidak selamanya (perusahaan) bisa seperti itu (menerapkan multitasking), kalau di awal sih tidak apa-apa. Semakin perusahaan bertumbuh, diperlukan pengelolaan kerja yang rapi. Who do what, who’s responsible of what, itu harus jelas. Tanpa kejelasan ini, di saat volume permintaan pembeli bertambah akan terjadi chaos,” ujarnya.
Fleksibel dengan perubahan
Hal serupa dikatakan oleh Chalfina Dwitha Lietara yang juga alumnus program MM Business Manajemen (MMBM) Prasetiya Mulya.
Ia menjelaskan, kemampuan beradaptasi juga harus diikuti dengan fleksibilitas. Hal ini memiliki peran penting bagi perusahaan maupun pekerja.
“Contoh saja masa pandemi ini, itu kan dituntut jadi lebih agile untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada. Perubahan itu sebenarnya sangat konstan dan akan terjadi di mana pun sehingga fleksibilitas sangat dibutuhkan bagi semua pihak,” ucap perempuan kelahiran Bandar Lampung tersebut.
Jika fleksibilitas perubahan tidak diantisipasi, kata dia, perusahaan tak akan bertahan lama. Hal ini ia contohkan lewat fenomena startup yang saat ini sedang marak bermunculan, tetapi juga banyak yang gugur.
Menurut Chalfina yang saat ini dipercaya sebagai Store Development Executive PT. Paragon Technology and Innovation, hal tersebut terjadi lantaran mereka belum menemukan apa sebenarnya masalah konsumen yang ingin dipecahkan oleh perusahaan rintisan itu.
Pelaku startup hanya melihat sebuah kesempatan, tapi tidak dibarengi dengan riset mendalam terhadap permasalahan yang ada di industri saat ini.
Padahal, iklim tersebut menjanjikan peluang industri yang sangat besar bila dikelola dengan baik.
“Sebisa mungkin produknya harus menjadi solusi dari masalah yang ada. Misalnya dari harganya, rasanya, kemasannya, atau bahkan cara mendapatkannya,” ujarnya.
Analisis tersebut, tak lepas berkat ilmu yang telah ia dapatkan semasa berkuliah di MM Prasetiya Mulya, mulai dari menganalisis kondisi industri, keinginan pasar, sistem operasi, sumber daya, hingga keuangan.
“Yang paling saya ingat adalah saya belajar untuk melihat apa kebutuhan konsumen yang memang menjadi masalah bagi mereka, dengan mencari insight dari konsumen secara langsung. Dengan cara itu, kita bisa lebih memahami apa sebenarnya yang dapat kita jadikan solusi dalam bentuk produk atau servis,” terangnya.
Terlebih, pekerjaannya saat ini membuatnya harus cermat dalam melihat peluang di industri dan menganalisisnya untuk dijadikan sebuah solusi.