Advertorial

Bantu Pengungsi dari Daerah Konflik, Human Initiative dan UNHCR Jalin Kemitraan Strategis

Kompas.com - 23/12/2020, 11:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Human Initiative (HI) dan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) menjalin kemitraan strategis untuk membantu pengungsi dari daerah konflik.

Penandatangan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman kerja sama dilakukan di Hotel Takes, Jakarta, Kamis (17/12/2020). Acara tersebut dihadiri oleh Presiden HI Tomy Hendrajati dan perwakilan dari UNHCR Ann Maymann.

Tomy menjelaskan, pihaknya merasa senang dapat berkolaborasi dengan UNHCR. Pasalnya, selama ini HI memang memiliki kepedulianterhadap isu pengungsi dan langsung bereaksi dengan memberikan bantuan di beberapa wilayah, baik dalam dan luar negeri. 

“Dengan adanya kolaborasi ini, kami dapat bekerja maksimal untuk membantu para pengungsi. Kami ciptakan perlindungan dan solusi kehidupan yang lebih baik bagi mereka,” ujar Tomy. 

Tomy menambahkan, kemitraan strategis bersama UNHCR dibangun berdasarkan visi dan misi yang sama, yakni untuk membantu pengungsi. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak juga bagian dari moto dan mandat HI, yakni Collaboration for Humanity.

“Artinya, HI harus memberikan solusi bagi masalah kemanusiaan dengan bekerja sama dengan pemerintah, organisasi, sektor privat dan para pemangku kepentingan lainnya,” lanjut Tomy.

Kolaborasi HI dan UNHCR, kata dia, sebenarnya bukan hal baru. Sebelum penandatangan kerja sama tersebut, kedua pihak telah menjalankan kolaborasi. Kerja sama terbaru ini merupakan kelanjutan dari kerja sama strategis kedua pihak yang telah dilakukan sebelumnya.

Sementara itu, Ann juga mengaku sangat senang dengan terjalinnya kerja sama antara HI dan UNHCR. Ia berharap dapat memulai perjalanan baru untuk dapat membantu para pengungsi. 

“Kami berharap melalui kolaborasi ini, solusi yang lebih komprehensif dapat ditemukan sebagai bagian dari tujuan kami untuk memperkuat perlindungan pengungsi dan menemukan solusi jangka panjang," kata Ann.

Ann menambahkan, ada empat bentuk kerja sama yang bakal dilakoni HI dan UNHCR. Pertama, pendidikan. HI dan UNHCR akan memberikan pelajaran bahasa Indonesia dan Inggris kepada pengungsi.

“Kedua, shelter. Kita tahu pengungsi sangat memerlukan shelter untuk menampung mereka,” ujarnya.

Ketiga, perlindungan anak pengungsi. Di tiap pengungsian, terdapat anak-anak yang harus dipenuhi hak-haknya. Pemenuhan tersebut melalui program perlindungan anak.

Keempat, terkait kesehatan. Seperti diketahui, situasi pandemi Covid-19 juga menjadi masalah serius bagi pengungsi. Terlebih, mereka mengalami kekurangan layanan kesehatan, sanitasi, dan ruang isolasi di tempat pengungsian.

“UNHCR sangat berkomitmen terhadap penanganan Covid-19 di kalangan pengungsi. Kami telah melakukan beberapa langkah, seperti mengadakan edukasi mengenai gejala Covid-19 dan bahayanya, serta protokol kesehatan,” ujar Ann. 

UNHCR, imbuh Ann, telah membagikan masker, hand sanitizer, hingga vitamin agar daya tahan tubuh para pengungsi bisa terjaga. 

“Yang terakhir, jika pengungsi mengalami gejala corona, kami bawa ke puskesmas setempat untuk mendapatkan akses penanganan terkait dengan Covid-19,” ujar Ann.

Masalah serius

Berdasarkan data dari UNHCR yang dirilis pada Kamis (18/6/2020), hingga akhir 2019, total pengungsi di seluruh dunia mencapai 79,5 juta orang. Artinya, terdapat satu pengungsi di setiap 97 penduduk dunia.

Dari jumlah tersebut, 13.747 di antaranya mengungsi di Indonesia. Belasan ribu pengungsi tersebut berasal dari 40 negara.

“Mereka tinggal di beberapa kota di Indonesia, seperti Aceh, Medan, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Jabodetabek, Surabaya, Balikpapan, Medan, Manado, Kupang, dan lokasi lainnya," jelas Tomy.

Para pengungsi tersebut, kata Tomy, terpaksa meninggalkan negara asalnya lantaran rasa ketakutan. Mereka menghindari tindakan penganiayaan yang disebabkan oleh ras, agama, kebangsaan, dan lain sebagainya.

Lebih lanjut jelaskan, jumlah pengungsi bisa saja meningkat di masa mendatang. Pasalnya, hingga saat ini konflik bersenjata masih terjadi. Solusi pemecahan masalah secara jangka panjang pun masih terbatas.

Mengedukasi masyarakat

Dari total pencari suaka di seluruh dunia, kata Tomy, 60 persen di antaranya berasal dari negara Islam. Karena itulah, UNHCR menginisiasi filantropi bergaya Islam sejak 2013 yang berbentuk zakat. Ternyata, inisiatif tersebut berkembang pesat dan dapat membantu para pengungsi secara global.

Contoh tersebut, imbuh Tomy, merupakan bukti bahwa dalam mengatasi masalah pengungsi, HI dan UNHCR tidak bisa berjalan sendirian. Dibutuhkan bantuan dari masyarakat untuk terlibat mengatasi hal tersebut. Namun, kesadaran masyarakat akan isu pengungsi masih tergolong rendah. 

Tomy menjelaskan, HI sudah melakukan langkah-langkah untuk membangun kesadaran masyarakat. Salah satu langkahnya adalah membentuk tim khusus.

Tim ini, lanjut Tomy, bertugas memmbuat ide kreatif untuk sosialisasi kepada masyarakat luas sehingga kesadaran akan masalah pengungsian meningkat. 

Ide kreatif tersebut akan dimasukkan ke dalam program bantuan pengungsi, salah satunya terkait penggalangan dana pengungsi dari masyarakat.

“Kami akan mengutamakan pendekatan media sosial dengan cara kreatif. Misalnya, kerja sama dengan marketplace di Indonesia, seperti Tokopedia, kemudian teman-teman di Bukalapak. Alhamdulillah, sangat efektif untuk menggalang donasi masyarakat,” ujar Tomy.

Edukasi tersebut juga bertujuan untuk mencegah konflik akibat kedatangan pengungsi. Sebagai informasi, kedatangan pengungsi berpotensi memicu kecemburuan sosial. Hal ini bisa menyulut konflik horizontal antara penduduk dan pengungsi.

Untuk meminimalisasi hal tersebut, HI selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Contohnya, saat memecahkan masalah konflik pengungsi Rohingya di Aceh.

“Sebagaimana pengalaman di Aceh beberapa waktu yang lalu, sempat terjadi kecemburuan sosial, tetapi kemudian kami intensif menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk menghadapi situasi ini. Alhamdulillah, bisa diminimalisasi situasinya dengan membagi bantuan untuk pengungsi dan manfaatnya bagi masyarakat sekitar,” ujar Tomy.

Tomy berharap, kerja sama HI dan UNHCR dapat memperkuat sosialisasi dan edukasi terhadap masalah pengungsian lintas batas di masyarakat Indonesia.

“Dengan begitu, proses menggalang kepedulian masyarakat Indonesia (terhadap pengungsi) bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com