Advertorial

Upaya Yayasan PEKKA, Berdayakan Perempuan Kepala Keluarga dengan Koperasi Simpan Pinjam

Kompas.com - 23/12/2020, 15:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Saat ini, perempuan tidak lagi sekadar membantu menambah penghasilan keluarga lewat berbagai usaha. Semakin banyak perempuan menjalani peran sebagai kepala keluarga. Perempuan menjadi tulang punggung, yaitu pencari nafkah utama untuk menopang kebutuhan primer anggota keluarganya.

Jumlah perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.

Data Badan Pusat Statistik (2019) menunjukkan, 15,46 persen atau 19 juta rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan. Sebanyak 80 persen perempuan kepala keluarga berada pada strata ekonomi rendah.

Perempuan kepala keluarga di satu sisi menjadi penggerak ekonomi, baik bagi keluarga maupun komunitas. Sebab, mereka memiliki peranan dalam rantai ekonomi sebagai produsen, artisan, sekaligus konsumen.

Sayangnya, di sisi lain mereka kesulitan untuk mengembangkan usaha yang telah dirintis dan mengatasi persoalan ekonomi mereka.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) Nani Zulminarni dalam webinar bertajuk “Perempuan Menggerakkan Ekonomi Keluarga” yang digelar oleh Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP) bekerja sama dengan Kompas TV, Sabtu (19/12/2020).

“Mereka (adalah) produsen segala macam (produk) untuk kebutuhan pangan dan artisan kebutuhan sandang, juga konsumen. Jadi, peran (perempuan) sangat penting sebagai katup pengaman perekonomian Indonesia. Namun, mereka menghadapi permasalahan dalam menjalankan kegiatan ekonominya,” kata Nani.

Tiga permasalahan tersebut, lanjut Nani, adalah akses permodalan, pengembangan pasar, dan efek ekonomi global.

Oleh sebab itu, menurutnya, pemberdayaan perempuan kepala keluarga menjadi penting. Hal inilah yang dilakukannya bersama Yayasan PEKKA sejak 2001.

Sebagai informasi, Yayasan PEKKA menggandeng kaum ibu yang sebagian besar berstatus janda akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan korban konflik untuk memperoleh akses sumber daya ekonomi. Yayasan PEKKA juga membuat perubahan sosial dan mengangkat martabat janda yang kerap mendapat stigma negatif.

Mengatasi persoalan sulitnya akses permodalan, Yayasan PEKKA mengembangkan koperasi simpan pinjam. Koperasi ini juga menjadi upaya untuk mengubah perilaku konsumtif agar menjadi produktif.

“Koperasi ini menjadi jantung seluruh kegiatan perekonomian yang dikembangkan oleh ibu-ibu kepala keluarga yang didampingi oleh Yayasan PEKKA. Melalui koperasi mereka bisa belajar menabung,” terang Nani.

Dalam pendampingan pengembangan usaha, Yayasan PEKKA tidak mengawali kegiatan dengan memberikan bantuan ataupun pinjaman, tetapi mengajak anggota koperasi untuk menabung sesuai kesanggupan tanpa nominal minimum.

Tabungan pun tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat berupa natura seperti hasil dari kebun mereka. Dengan membiasakan diri menabung di koperasi, para perempuan kepala keluarga dapat mengubah perilaku dan cara berfikir dari mengharapkan bantuan pihak lain menjadi bertumpu pada kemampuan sendiri.

Dengan menabung, lanjut Nani, anggota juga terlatih untuk mengelola dana tunai dan sumber daya keluarga dengan memperhitungkan masa depan.

Mengelola tabungan secara kolektif juga membiasakan anggota untuk berdisiplin, jujur, dan bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka.

Menciptakan akses pasar

Selain permodalan, persoalan akses pasar juga dihadapi oleh perempuan kepala keluarga. Terlebih, ketika globalisasi ekonomi merangsek sampai ke desa-desa.

Beberapa anggota Yayasan PEKKA mengalami perubahan seperti tergantikannya produk-produk yang mereka hasilkan secara tradisional menggunakan bahan-bahan alami tergantikan oleh produk modern berbahan plastik.

“Keranjang digantikan plastik, begitu juga dengan pembungkus daun. Ini menjadi komplikasi dari persoalan akses pasar yang sebelumnya sudah mereka alami,” kata Nani.

Untuk memberi wadah pemasaran produksi dari perempuan kepala keluarga yang menjadi anggota koperasi, Nani dan Yayasan PEKKA berinisiatif menciptakan PEKKA Mart.

Toko ini menjadi perpanjangan tangan koperasi simpan pinjam yang sebelumnya telah dibentuk. Anggota koperasi dapat menjual produksi mereka di PEKKA Mart agar terjadi perputaran ekonomi. Melalui PEKKA Mart, perempuan kepala keluarga anggota Komunitas PEKKA dapat menjual hasil produksi sekaligus menjadi konsumen PEKKA Mart itu sendiri.

“Misalnya dalam satu wilayah anggota PEKKA terdapat 3.000 perempuan. Angka ini bisa menjadi pasar tersendiri. Ketika anggota Pekka memproduksi minyak kelapa, jagung titi, sarung tenun, dan produk makanan, mereka menjual terlebih dahulu di PEKKA Mart sehingga perputaran ekonomi terjadi,” jelasnya.

Adapun usaha yang dikembangkan anggota Pekka disesuaikan dengan potensi sumber daya yang ada di lingkungan masing-masing. PEKKA bekerja sama dengan pihak lain termasuk perusahaan swasta untuk mengembangkan kapasitas produksi dan jasa serta pengelolaannya.

Jenis usaha yang dikembangkan meliputi pertanian organik, pengolahan makanan, salon desa, travel berbasis komunitas, warungan, tenun, dan kerajinan

Selain itu, PEKKA Mart juga menjadi grosir untuk anggota komunitas Pekka yang ingin berjualan di warung masing-masing.

“Dengan demikian, terjadi perputaran ekonomi tertutup di dalam komunitas Pekka sehingga semakin memperbesar geliat ekonomi dalam koperasi,” terang Nani.

Hadirnya koperasi simpan pinjam dan PEKKA Mart menjadi inspirasi. Perempuan kepala keluarga yang terpuruk sekalipun dapat bangkit dengan membuat unit-unit ekonomi.

Bahkan, di tengah pandemi Covid-19 yang memberi dampak bagi perekonomian, perempuan kepala keluarga anggota Komunitas PEKKA dapat menggerakkan perekonomiannya dan membantu masyarakat sekitarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com