Advertorial

Dorong Perekonomian Nasional, Ini Strategi Pertamina Penuhi Energi Berkelanjutan

Kompas.com - 23/12/2020, 20:24 WIB

KOMPAS.com - Dalam rangka mengurangi impor minyak dan gas, PT Pertamina (Persero) mengembangkan strategi untuk memenuhi energi berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan peran perseroan dalam menggerakkan perekonomian nasional.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam Forum Outlook Perekonomian Indonesia bertajuk “Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021” di Jakarta, Selasa (22/12/2020).

Nicke menjelaskan, grand strategy energi nasional dikembangkan dari rencana pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi nasional.

Rencana pemerintah tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 mengenai kebijakan energi nasional.

Saat ini, kata Nicke, posisi Indonesia masih berada di skor 6,57 atau status Tahan.

“Ini menjadi tantangan bagaimana meningkatkan kembali pada posisi menjadi Sangat Tahan. Itu yang menjadi dasar pemerintah dalam menyusun grand strategy energi nasional,” ujar Nicke dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (23/12/2020).

Nicke menambahkan, terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan visi ketahanan energi nasional. 

Tantangan tersebut adalah upaya meningkatkan produksi migas, menurunkan impor minyak dan liquified petroleum gas (LPG), serta membangun infrastruktur untuk migas maupun electricity.

Untuk mengatasinya, pemerintah telah menyusun 11 program yang bertujuan untuk menurunkan impor dan memaksimalkan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia.

Tanggung jawab Pertamina

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, Pertamina bertanggung jawab menjalankan program tersebut dengan meningkatkan produksi minyak hingga satu juta barrel per hari (bopd) dan mengakuisisi lapangan minyak luar negeri untuk kebutuhan kilang.

Saat ini, kontribusi Pertamina terhadap produksi minyak baru sebesar 40 persen dan akan mencapai 60 persen pada 2021.

“Dengan peran sebagai BUMN untuk mendorong driver pertumbuhan energi nasional, investasi Pertamina ke depan akan disesuaikan dengan grand strategy energi (milik) pemerintah. Kalau bicara tentang hulu energi, 60 persen investasi akan dilakukan di hulu energi,” imbuh Nicke.

Selanjutnya, kata dia, Pertamina juga akan meningkatkan kapasitas kilang dalam rangka optimalisasi produk bahan bakar minyak (BBM) serta memperbaiki kualitas BBM dan Naptha.

 Untuk mengantisipasi penurunan permintaan terhadap BBM, Pertamina mengintegrasikan kilang petrokimia. Seperti diketahui, impor Indonesia terhadap petrokimia saat ini mencapai 70 persen .

Selain itu, di era transisi energi, Pertamina akan mempercepat pemanfaatan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) yang didominasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta meningkatkan produksi biodiesel atau biohidrokarbon (BBN).

Langkah Pertamina tersebut bukan tanpa alasan. Menurut Nicke, transformasi energi di masa mendatang akan bergerak ke arah EBT.

Sesuai arahan pemerintah, biodiesel merupakan salah satu komponen yang akan terus dikembangkan untuk pemanfaatan EBT. Dengan begitu, Indonesia bisa mengoptimalisasi komoditas kelapa sawit yang berlimpah.

Pertamina akan masuk ke pengembangan bisnis dan produk-produk baru untuk mengisi kesenjangan tersebut. Hal ini dinilai dapat menurunkan impor migas yang selama ini terjadi. (Dok. Humas Pertamina) Pertamina akan masuk ke pengembangan bisnis dan produk-produk baru untuk mengisi kesenjangan tersebut. Hal ini dinilai dapat menurunkan impor migas yang selama ini terjadi.

 

“Selain harus melakukan eksplorasi dari sisi migas, Pertamina akan meningkatkan kontribusi dari bioenergi. Setelah biodiesel (B30) dan tahun depan akan masuk ke B40, Pertamina juga akan masuk ke biogasoline yang kebutuhannya cukup tinggi,” tegasnya.

Dari sisi gas, lanjut Nicke, Pertamina juga akan mengembangkan gasifikasi dari energi batu bara yang melimpah menjadi dimethyl ether (DME) sehingga dapat mengonversi LPG.

Selain itu, Pertamina terus membangun dan menambah jaringan gas (jargas) rumah tangga hingga mencapai 3 juta pelanggan.

Dengan demikian, masyarakat punya pilihan yang lebih beragam, baik LPG, DME, jargas, atau kompor listrik sehingga dapat mendorong roda perekonomian.

Pengembangan bisnis dan produk

Secara garis besar, jelas Nicke, Pertamina akan masuk ke pengembangan bisnis dan produk-produk baru untuk mengisi kesenjangan tersebut. Hal ini dinilai dapat menurunkan impor migas yang selama ini terjadi.

Selain itu, Pertamina juga menjalankan program mandatori terkait BBM subsidi, seperti BBM Satu Harga di 243 titik wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sementara, untuk pemerataan akses produk BBM dan LPG nonsubsidi, Pertamina telah menyiapkan Pertashop di 2.192 titik.

Program mini outlet tersebut melibatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) serta bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UMKM, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Nicke berharap, Pertamina mampu menjadi pendorong perekonomian daerah. Untuk itu, Pertamina berkomitmen, semua aktivitas usaha dan aset Pertamina tetap beroperasi.

“Karena yang masuk dalam ekosistem pertamina ini ada 1,2 juta tenaga kerja jadi sangat besar. Oleh karena itu, motor penggerak ini tidak boleh terhenti. Jadi, ada misi perusahaan untuk menjaga motor tetap bergerak agar tetap menyerap tenaga kerja dan tetap mendorong industri nasional untuk bergerak,” jelasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com