Advertorial

Tokyo Forum 2020 Bahas Masa Depan Bumi

Kompas.com - 18/03/2021, 11:43 WIB

KOMPAS.com - Peningkatan suhu global bukan lagi sebuah berita baru di dunia, bahkan di Indonesia. Ditambah lagi, saat ini manusia dihadapkan dengan masalah polusi limbah dan jumlah hutan yang terus berkurang.

Alam terus menerima beban yang manusia berikan. Bahkan, sumber daya alam kini terancam habis. Jika kita terus memperlakukan bumi dengan tidak bertanggung jawab, pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana anak cucu kita nanti bisa hidup dengan layak.

Perubahan iklim, rusaknya keanekaragaman hayati, dan permasalahan lingkungan lainnya sudah menjadi permasalahan global selama bertahun-tahun. Hal ini bukanlah masalah yang dihadapi negara tertentu saja. Masalah ini harus diselesaikan dan disadari oleh seluruh umat manusia.

Saat menghadapi isu global, tanpa kita sadari terjadi sebuah krisis berwujud pandemi global Covid-19. Perkantoran harus memberhentikan kegiatannya. Banyak orang kehilangan pekerjaan.

Para pelajar tidak bisa pergi ke sekolah dan harus belajar dari rumah. Berjalan santai di pagi hari sambil menikmati langit biru dan udara segar tidak lagi menjadi pemandangan sehari-hari.

Untuk menanggapi situasi krisis global ini, Tokyo Forum hadir untuk mendiskusikan berbagai isu yang bertujuan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Tokyo Forum 2020 yang telah diadakan pada 3-4 Desember 2020 mengusung tema “Global Commons Stewardship in the Anthropocene”.

Tema 'Global Commons Stewardship in the Anthropocene' di Tokyo Forum 2020. Dok: Tokyo Forum Tema 'Global Commons Stewardship in the Anthropocene' di Tokyo Forum 2020.

Tema tersebut diambil dengan mempertimbangkan bahwa krisis lingkungan merupakan sebuah persoalan global. Sementara kita tengah berdiri di persimpangan untuk menentukan ke mana arah bumi ini akan bergerak.

Tokyo Forum 2020 membahas seluruh isu yang kini tengah dihadapi sehingga masyarakat dapat mencari solusi bersama agar bisa memberikan kehidupan yang sehat bagi generasi mendatang.

“Kami memilih tema ‘Global Commons Stewardship in the Anthropocene’ di Tokyo Forum 2020 karena kami menyadari bahwa umat manusia tengah menghadapi tantangan besar yang memaksa bumi ini bekerja hingga batasannya,” kata Executive Vice-President and Director Center for Global Commons Naoko Ishii berdasarkan hasil riset dan wawancara yang diterima Kompas.com.

Naoko Ishii yang juga merupakan seorang profesor di University of Tokyo menjelaskan bahwa global commons adalah sebuah istilah yang merujuk pada sumber daya alam yang menyokong kehidupan manusia, seperti iklim, keanekaragaman hayati, hutan, lautan, dan atmosfer.

Adapun anthropocene merupakan sebutan untuk sebuah zaman secara geologis yang kini tengah kita hidupi. Karakteristik zaman ini ialah aktivitas manusia memiliki pengaruh yang dominan terhadap situasi lingkungan.

Saat sistem tatanan bumi berhadapan dengan situasi kritis seperti sekarang, isu-isu terkait global commons menjadi hal penting untuk disampaikan melalui Tokyo Forum 2020.

Tokyo Forum 2020 membahas berbagai macam topik, mulai dari lingkungan hingga ekonomi. Adapun topik yang dibahas, yakni perencanaan fiskal, investasi publik yang ramah lingkungan, penerapan kebijakan fiskal pada masa pandemi, global commons saat pandemi, ekonomi berkelanjutan, penerapan kepedulian terhadap global commons, dan global commons dalam dunia siber.

Sesi High Level Special Dialogue pada Tokyo Forum 2020 dengan Naoko Ishii (duduk), Executive Vice-President and Director, Center for Global Commons, dan juga seorang profesor di University of Tokyo. Dok: Tokyo Forum Sesi High Level Special Dialogue pada Tokyo Forum 2020 dengan Naoko Ishii (duduk), Executive Vice-President and Director, Center for Global Commons, dan juga seorang profesor di University of Tokyo.

Seperti diketahui, dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19 sejak 2020. Hal ini menjadi tantangan terbesar yang pernah dihadapi masyarakat. Pemberian vaksin pada 2021 pun diharapkan mampu menjadi senjata untuk menghadapi pandemi ini.

Selama masa pandemi, isu terkait global commons menjadi lebih penting lagi. Pandemi global menjadi situasi yang tidak diduga terhadap berbagai permasalahan global yang selama ini dihadapi. Bahkan, terdapat sebuah hubungan yang erat antara isu lingkungan dan pandemi global.

“Sebetulnya, pandemi global memiliki akar permasalahan yang sama dengan kondisi lingkungan yang kita hadapi saat ini, yakni adanya benturan antara sistem alam dan kehidupan manusia. Covid-19 memberitahukan bahwa sesungguhnya kita mampu mengubah kondisi yang ada sekarang jika kita benar-benar ingin (mengubahnya),” ungkap Naoko Ishii yang juga pernah menjabat Deputi Wakil Menteri Keuangan Jepang.

Lewat penjelasannya, Naoko Ishii hendak menjelaskan bahwa situasi yang membuat banyak orang kemudian berdiam #DirumahAja memberi pemahaman pada masyarakat mengenai situasi global saat ini.

Akan tetapi, hal yang perlu digarisbawahi menurutnya adalah situasi seperti itu tidak akan berjalan selamanya. Meski demikian, diperlukan sebuah perubahan pada sistem ekonomi dan kebiasaan masyarakat terhadap suatu konsep yang lebih mengedepankan nilai keberlanjutan.

Lebih lanjut dijelaskan olehnya bahwa setiap negara memiliki agenda dan kepentingannya masing-masing. Di saat perekonomian sedang melambat, banyak negara yang memfokuskan diri pada pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan mereka. Beberapa negara lain juga sedang beradaptasi dengan industri 4.0.

Negara di ASEAN

Mayoritas negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) saat ini tengah fokus terhadap dua hal, yakni pertumbuhan ekonomi dan adaptasi teknologi.

Lalu, bagaimana agar isu global commons ini bisa menemukan ruang di tengah kedua fokus tersebut? Tentu saja dengan melihat status yang dimiliki oleh negara-negara di ASEAN, terutama Indonesia.

ASEAN merupakan aktor besar di kawasan Asia-Pasifik. Negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari hutan hingga kekayaan laut. Dalam isu ini, ASEAN mampu menunjukkan kepemimpinan dalam level internasional.

Terlebih lagi Indonesia yang juga mampu menjadi pemain penting baik dalam level internasional maupun global untuk mempromosikan isu lingkungan.

Sebagai sebuah negara kepulauan yang bangga akan keindahan alamnya sehingga disebut zamrud khatulistiwa, Indonesia mampu untuk mengambil peran penting dalam membawa isu ini.

Sumber daya alam yang melimpah dari hutan hujan, lahan gambut, dan sumber daya laut menjadi modal besar bagi Indonesia dalam mengatasi masalah ini, sekaligus menunjukkan kepemimpinannya di kancah global.

“Indonesia memiliki begitu banyak sumber daya alam berupa hutan hujan, lahan gambut, bakau, sumber daya laut, perairan, dan terumbu karang. Jadi, Indonesia memiliki banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk melindungi sumber daya alam,” ujar Naoko Ishii.

Indonesia, jelas Naoko Ishii, telah melakukan banyak upaya untuk melindungi hutan hujan. Salah satunya, Indonesia telah membuat kebijakan penting terkait plastik.

“Jadi, dalam banyak hal, Indonesia benar-benar bisa menjadi model yang baik terkait global commons,” lanjutnya.

Diskusi panel sesi pelajar pada Tokyo Forum 2020. Dok: Tokyo Forum Diskusi panel sesi pelajar pada Tokyo Forum 2020.

Mengingat Indonesia dan banyak negara lain di dunia saat ini sedang sedang mengalami perlambatan ekonomi akibat pandemi, Naoko Ishii juga menjelaskan bahwa sangat mungkin untuk mencari cara agar pertumbuhan ekonomi tetap mampu menjaga alam dan lingkungan.

“Kita tidak bisa menjadi makmur dengan merusak alam. Ada cara untuk memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya tanpa melupakan aspek berkelanjutan. Jika kita terus mengeruk alam tanpa memikirkan (dampak) ke depannya, kita tidak berpikir dalam jangka panjang,” jelas profesor yang juga ahli dalam kebijakan lingkungan ini.

Wanita yang juga sempat menjabat sebagai Ketua dan CEO Global Environment Facility pada 2012 tersebut berharap Indonesia bisa menjadi contoh yang baik dalam mengangkat isu perawatan global commons.

Ia juga berharap, dengan diadakannya Tokyo Forum 2020 secara daring, semakin banyak orang di Indonesia yang dapat belajar tentang masalah ini. Video terkait Tokyo Forum 2020 tersedia lewat sarana digital.

Tokyo Forum 2020, lanjutnya, dapat menjadi tonggak dari rangkaian inisiatif penanggulangan masalah lingkungan dan mencegah bumi menghadapi krisis lingkungan. Dalam rangkaian ini, Indonesia diharapkan dapat mulai mengambil langkah untuk menjadi aktor penting dalam isu tersebut.

Sebagai informasi, Tokyo Forum merupakan program 10 tahunan antara University of Tokyo di Jepang dan Chey Institute di Korea Selatan. Tokyo Forum pertama kali diadakan pada 2019 dan membahas berbagai topik menarik.

Tokyo Forum memfasilitasi pertemuan, seminar, diskusi publik, dan berbagi pengetahuan untuk masyarakat luas yang tidak terbatas pada akademisi, pemerintah, bisnis, dan LSM dari seluruh dunia.

Cherie Nursalim, Co-Founder United in Diversity Foundation dan Vice-Chairman Giti Group. Dok: Tokyo Forum Cherie Nursalim, Co-Founder United in Diversity Foundation dan Vice-Chairman Giti Group.

Beberapa tokoh penting menjadi pembicara pada perhelatan Tokyo Forum 2020. Di antaranya President University of Tokyo Gonokami Makoto, Chairman SK Group Chey Tae-Won, Managing Director World Economic Forum Dominic Waughray, UN Under-Secretary General dan Executive Secretary Vera Songwe, serta Co-Founder United in Diversity Foundation dan Vice-Chairman Giti Group Cherie Nursalim.

Ada banyak hal disampaikan dalam Tokyo Forum 2020 tentang masa depan planet bumi. Namun, kesimpulan utamanya adalah jika tidak mengarahkan diri pada nilai-nilai keberlanjutan, kita akan segera menghadapi krisis lingkungan global.

Membicarakan tentang situasi bumi berarti kita berusaha untuk bertanggung jawab atas masa depan kita, masa depan bumi kita, keturunan kita, dan masa depan umat manusia.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com