Advertorial

Pertamina, Bukit Asam, dan Air Products Sepakati Proyek Gasifikasi Batu Bara

Kompas.com - 11/05/2021, 18:57 WIB

KOMPAS.com – PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Air Products and Chemicals Inc (APCI) memastikan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) terus berlanjut.

Kepastian berlanjutnya proyek gasifikasi tersebut ditandai dengan penandatanganan amandemen perjanjian kerja sama pengembangan DME antara Pertamina, PTBA, dan APCI yang dilakukan di Los Angeles, AS dan Jakarta, Indonesia, pada Selasa (11/5/2021).

Adapun perjanjian itu ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto, dan President and Chief Executive Officer (CEO) APCI Seifi Ghasemi. Penandatanganan disaksikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Pada kesempatan yang sama, penandatanganan Perjanjian Pengolahan DME juga dilakukan. Adapun perjanjian ini merupakan bagian dari kerja sama pengembangan DME tersebut.

Selain untuk mengurangi ketergantungan pada impor liquid petroleum gas (LPG), pembangunan proyek gasifikasi batu bara juga merupakan upaya untuk mewujudkan ketahanan energi dan penguatan green economy di Indonesia. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun proyek strategis nasional yang berada di Tanjung Enim itu akan berlangsung selama 20 tahun dengan mendatangkan investasi asing dari APCI sebesar 2,1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 30 triliun.

Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek tersebut dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun. Jumlah ini dapat mengurangi impor LPG hingga 1 juta ton per tahun dan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.

Tak hanya itu, proyek gasifikasi batu bara itu juga diharapkan dapat memberikan multiplier effect, seperti menarik investor asing dan memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal melalui penggunaan porsi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di dalam proyek.

Erick Thohir menyambut baik kerja sama yang dilakukan tiga pihak dalam proyek pembangunan gasifikasi batu bara. Ia mengatakan bahwa kerja sama tersebut merupakan wujud dari hubungan ekonomi antara Indonesia dan AS yang erat.

“Gasifikasi batu bara memiliki nilai tambah langsung pada perekonomian nasional secara makro. Ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan transformasi ke green economy serta energi baru dan terbarukan,” katanya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa.

Erick menambahkan, melalui kerja sama gasifikasi batu bara, negara bisa menghemat cadangan devisa hingga Rp 9,7 triliun per tahun dan menyerap 10.000 tenaga kerja.

Pada kesempatan yang sama, Nicke Widyawati menyampaikan, kerja sama tersebut sesuai arahan Presiden terkait Grand Strategi Energi Nasional. Arahan ini berisi mengenai prioritas dalam transisi energi, green energy, dan circular energy.

“Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memformulasikan strategi yang sejalan dengan arahan pemerintah dalam pencapaian target bebas impor LPG pada 2027 dan penurunan emisi karbon pada 2030,” ujarnya.

Nicke juga menuturkan bahwa Pertamina memahami pengembangan dan produksi DME berkaitan dengan isu lingkungan.

Oleh karena itu, sesuai arahan pemerintah, Pertamina akan menjalankan proyek DME secara paralel dengan proyek Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Dengan begitu, emisi karbon dapat ditekan hingga 45 persen.

Tak hanya gasifikasi, Pertamina juga menjajaki potensi kerja sama dengan Exxonmobil terkait CCUS. Melalui penerapan CCUS, Pertamina berharap produksi di sejumlah sumur tua dapat meningkat sehingga green economy untuk proyek sejenis dapat terwujud.

Suryo Eko menambahkan, semua pihak yang terlibat dalam penandatanganan kerja sama proyek gasifikasi Indonesia dan AS akan bekerja keras untuk merealisasikan pembangunan proyek.

“Kami percaya penandatanganan pada hari ini merupakan lompatan signifikan untuk perkembangan kerja sama proyek. Selain itu, kami optimistis proyek ini dapat dijalankan tepat waktu,” ujar Suryo. 

Ia menegaskan, kerja sama tersebut dapat menjadi portofolio baru bagi perusahaan. Sebab, perusahaan kini tidak lagi sekadar menjual batu bara, tetapi juga mulai masuk ke sejumlah produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah. 

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com