Advertorial

Dari Biodiesel hingga Carbon Capture, Cara Pertamina Wujudkan Ekonomi Hijau Berkelanjutan

Kompas.com - 17/05/2021, 21:52 WIB

KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) senantiasa memprioritaskan berbagai program transisi energi menuju energi baru dan terbarukan. Cara yang ditempuh adalah memanfaatkan sumber energi yang melimpah di dalam negeri serta mengoptimalkan infrastruktur dari bisnis yang ada.

Hal tersebut dilakukan sesuai arahan Presiden Joko Widodo terkait Grand Strategi Energi Nasional untuk transformasi energi serta memperkuat green economy, green technology, dan green product.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan untuk mengatasi defisit transaksi berjalan (current account deficit) akibat masih tingginya impor energi.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya domestik besar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi.

“Untuk menjembatani kondisi tersebut, Pertamina telah memiliki tiga program prioritas sebagai bagian dari implementasi transisi energi sekaligus ekonomi hijau,” ujar Nicke dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (17/05/2021).

Program prioritas pertama, lanjut Nicke, adalah penurunan impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Program ini sudah dilakukan sejak 2016 melalui implementasi Biodiesel B20 lalu dilanjutkan dengan B30 pada 2019.

“Dengan program tersebut, Pertamina telah berhasil mengurangi impor solar secara signifikan. Bahkan, mulai April 2019, Pertamina sudah tidak lagi mengimpor BBM jenis solar,” katanya.

Program kedua, Pertamina berupaya mengurangi ketergantungan pada impor liquefied petroleum gas (LPG). Caranya, dengan menjalankan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang akan menggantikan penggunaan LPG di dalam negeri.

“Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki cadangan batu bara terbesar berpeluang baik untuk melakukan gasifikasi batu bara menjadi DME. Dengan pengembangan DME, kami yakin dapat mencapai target pemerintah untuk bebas impor LPG pada 2027,” ujar Nicke.

Nicke melanjutkan, program ketiga adalah penurunan impor BBM jenis gasolin. Pertamina akan mencampur methanol dan ethanol dengan gasolin. Methanol dapat diproduksi dari natural gas ataupun gasifikasi batu bara. Sementara itu, ethanol dapat diproduksi dari gasifikasi batu bara ataupun sumber bioetanol lainnya.

Selain itu, Pertamina juga menerapkan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menekan emisi karbon. Langkah tersebut juga merupakan upaya penerapan enhance oil and gas recovery di sumur-sumur Pertamina untuk meningkatkan produksi migas negara secara ramah lingkungan.

Dengan begitu, keberlangsungan lini bisnis yang ada dapat terjamin sekaligus mengatasi isu lingkungan dari gasifikasi batu bara.

Untuk mengembangkan CCUS, Pertamina menjajaki potensi kerja sama dengan Exxonmobil. Bersama beberapa partner lainnya, Pertamina juga melakukan kerja sama studi CO2 injection di lapangan eksplorasi Gundih dan di Sukowati.

“Melalui pemanfaatan carbon capture yang terintegrasi dengan proyek DME, Pertamina yakin dapat menekan emisi karbon hingga 45 persen,” ujar Nicke.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau