KOMPAS.com - Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi menjadi hal yang tak terhindarkan. Masyarakat dituntut untuk bisa beradaptasi terhadap perkembangan tersebut.
Begitu juga dalam dunia medis. Tenaga medis dituntut untuk dapat mengimbangi kemajuan teknologi agar mereka mampu memenuhi kebutuhan zaman, terutama dalam ilmu pengetahuan terapan.
Dalam dunia medis, fisika merupakan salah satu ilmu yang memiliki perang penting. Ilmu ini kerap diterapkan pada dunia kesehatan untuk menyembuhkan pasien.
Sebagai contoh radiologi. Cabang ilmu kedokteran ini mempelajari tubuh manusia menggunakan sinar-X maupun sinar radioaktif. Ilmu ini digunakan untuk mendeteksi suatu penyakit menggunakan paparan sinar tersebut
Tak heran, keberadaan lulusan Fisika Medis dapat berperan penting bagi dunia kesehatan, baik di masa sekarang maupun mendatang. Lulusan jurusan tersebut pun banyak dibutuhkan oleh dunia medik.
Demi menjawab kebutuhan tersebut, Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) membuka pendaftaran bagi calon mahasiswa pada tahun ajaran baru untuk program peminatan Fisika Medis pada program studi (prodi) Fisika.
“Landasan Unpar membuka program Fisika Medis sesuai regulasi pemerintah. Pertama, merujuk Keputusan Menteri Kesehatan No 048/Menkes/SK/I/2007 yang intinya telah mengatur satu keputusan bahwa fisikawan medik menjadi salah satu tenaga kesehatan yang harus ada di tiap rumah sakit,” ujar dosen prodi Fisika program peminatan Fisika Medis Flaviana Catherine, SSi, MT, dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (27/5/2021).
Tak hanya itu, program Fisika Medis juga didukung oleh Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2020. Dua beleid tersebut mengatur bahwa setiap klinik radiologi wajib memiliki setidaknya satu tenaga fisikawan medik.
Flaviana mengatakan, meski baru dibuka secara resmi pada 2020, program tersebut sudah didukung oleh tenaga berpengalaman dari multidisiplin.
Program baru Unpar itu juga tak hanya berfokus pada bidang fisika medis. Mahasiswa akan sering berkolaborasi dengan bidang keilmuan fisika lainnya.
“Kami cukup banyak berkolaborasi dengan bidang ilmu fisika lainnya. Misalnya, fisika material yang dikaitkan dengan bidang medis. Kemudian, berkolaborasi dengan fisika instrumentasi dan juga dengan bidang fisika partikel. Walau Fisika Medis baru dibuka, kami sudah punya pengalaman yang cukup luas,” tutur Flaviana.
Sementara itu, Ketua Prodi Fisika Reinard Primulando, PhD mengatakan, program Fisika Medis bukan jalur pendidikan untuk seorang dokter.
Diksi medis, kata Reinard, memang kerap dikaitkan dengan profesi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. Tak heran, banyak kesalahpahaman terkait program Fisika Medis. Oleh karena itu, ia meluruskan bahwa lulusan program Fisika Medis dapat dipahami sebagai bagian baru dari dunia fisika.
Fisika medis, Reinard menjelaskan, merupakan bidang ilmu yang mengaplikasikan ilmu fisika ke dalam dunia kedokteran, terutama dalam bidang radioterapi dan radiodiagnostik.
“Misalnya sinar-X. Itu kan perlu pengetahuan fisika. Ada juga radiodiagnostik untuk tahu diagnosis, seperti untuk mengetahui posisi kanker, pakai bone scan, disuntikkan radioaktif, terus nanti kelihatan daerah kanker itu. Fokus Fisika Medis ada dua, (yakni) radiodiagnostik dan radioterapi. Mereka kan yang mengurus alat tersebut dan menganalisis perhitungan radiasi yang benar,” papar Reinard.
Sebagai informasi, risiko penggunaan alat medis yang memanfaatkan radiasi seringkali tak bisa dipastikan. Padahal, penggunaan alat tersebut memberikan manfaat besar bagi diagnosis maupun terapi penyakit.
Karena itulah, kata Flaviana, lulusan program Fisika Medis begitu penting. Pasalnya, alumnus program ini berpotensi menjadi fisikawan medik yang bertugas untuk mengoptimalkan manfaat dari paparan radiasi sekaligus meminimalisasi risiko radiasinya.
Jenjang pendidikan
Untuk menjadi fisikawan medik, seseorang harus terlebih dahulu menempuh jalur pendidikan strata 1 (S1) pada prodi Fisika yang memiliki konsentrasi program Fisika Medis.
Setelah program S1, lulusan Fisika Medis diharuskan untuk melakukan clinical training dalam kurun waktu satu hingga dua semester.
"Selama satu hingga dua semester, biasanya akan lebih banyak praktik. Mereka juga akan bekerja secara langsung di rumah sakit pada bagian radiologinya. Setelah itu, seorang fisikawan medik akan memperoleh gelar tambahan sebagai profesi, yaitu FMed," ucap Flaviana.
Flaviana menambahkan, jika ingin memperdalam keilmuan, usai menempuh S1 Fisika, lulusan Fisika Medis disarankan untuk mengambil S2 Fisika Medis dan mengikuti clinical training selama dua tahun.
“Bila semua tahapan tersebut telah selesai ditempuh, mereka akan mendapat gelar fisikawan medik Spesialis (SpRT/SpRDI/SpIKN). Gelarnya cukup beragam bergantung sub-sub keilmuan yang dipelajari selama jenjang S2 Fisika Medis dan clinical training,” katanya.
Pada Prodi Fisika Unpar, untuk mendapatkan gelar sarjana Fisika Medis, mahasiswa diharuskan menyelesaikan minimal 144 satuan kredit semester (SKS).
SKS tersebut terbagi ke dalam 111 mata kuliah (matkul) wajib dan 33 SKS matkul pilihan. Bagi mahasiswa yang memilih Fisika Medis, mereka perlu mengambil 30 SKS matkul pilihan untuk mendalami bidang ilmu Fisika Medis.
Adapun matkul yang dipelajari pada program Fisika Medis adalah Pendahuluan Fisika Radiologi dan Dosimetri, Fisika Kesehatan dan Proteksi Radiasi, Prinsip Dasar Instrumentasi Medis, Radiobiologi, serta Fisika Pencitraan Medis.
Selain itu, ada juga Fisika Radioterapi, Praktikum Fisika Radiodiagnostik dan Radioterapi (kerja praktik di rumah sakit), dan Kapita Selekta Fisika Medis.
Menurut Flaviana, matkul yang diajarkan memang sudah sangat spesifik. Akan tetapi, mahasiswa akan belajar dari matkul dasar terlebih dulu, yakni mulai dari pendahuluan dan prinsip dasar.
"Mereka (mahasiswa) juga mempelajari peralatan-peralatan atau instrumentasi medis yang sangat erat kaitannya dengan konsep fisika yang ada," jelas Flaviana.
Pada program Fisika Medis Unpar, mahasiswa juga akan diajar langsung oleh seorang dokter pada matkul wajib mengenai anatomi dan fisiologi.
Selain itu, bobot matkul yang ada akan terus mengalami peningkatan pada setiap semester. Mereka juga akan mendapat kesempatan untuk mengambil Matkul Praktikum Fisika Radiodiagnostik dan Radioterapi.
"Kalau mahasiswa berminat untuk menjadi seorang fisikawan medik, dari level sarjana pun kalian berkesempatan untuk bisa mengambil kerja praktik di rumah sakit dan langsung secara spesifik juga ada kurikulumnya. Jadi, mahasiswa nanti bisa mengambil sejumlah praktikum di lab radiologi pada rumah sakit tempat kami bekerja sama," ujarnya.
Peluang karier
Flaviana juga mengutarakan tantangan dan peluang kerja lulusan Fisika Medis.
Merujuk data yang ada, kata Flaviana, saat ini ada lebih dari 2.800 rumah sakit dan 1.000 klinik.
Dari jumlah tersebut, terdapat 2.000 pusat radiologi dan 120 di antaranya merupakan pusat radiologi interventional. Selain itu, terdapat juga 16 pusat kedokteran nuklir dan empat pusat radioterapi.
Berdasarkan fasilitas dan sumber daya tersebut, menurut data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Indonesia membutuhkan minimal 1.500 fisikawan medik klinik.
Rinciannya, Jawa dan Bali membutuhkan sekitar 1.100 fisikawan medik, serta Indonesia bagian barat dan timur masing-masing membutuhkan 200 fisikawan medik.
Kendati demikian, sampai September 2019, fisikawan medik yang baru dimiliki Indonesia hanya 282 orang. Dengan rincian, sebanyak 107 fisikawan medik di radioterapi, 15 kedokteran nuklir, dan 160 radiodiagnostik.
“Dari data itu, kita bisa lihat bahwa rasio kebutuhan dan tenaga yang tersedia masih rendah. Jadi, memang beberapa tahun ke depan, fisikawan medik dibutuhkan sekali di sejumlah rumah sakit di Indonesia,” ucap Flaviana.
Sebagai informasi, fisikawan medik memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagaimana terutang dalam Permenkes RI Nomor 24 tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik.
Tugas tersebut adalah melakukan pengukuran dan analisis data radiasi serta menyusun tabel data radiasi untuk penggunaan klinik. Selain itu, fisikawan medik juga bertugas menyiapkan aspek teknis dan perencanaan radiasi, pengadaan prosedur quality control dalam radiologi diagnostik, pelaksanaan diagnosis dan terapi, keamanan radiasi, serta kendali mutu.
Selanjutnya, fisikawan medik juga harus melakukan perhitungan dosis, terutama untuk menentukan dosis janin pada wanita hamil. Profesi tersebut juga ditugasi untuk memastikan spesifikasi peralatan radiologi diagnostik sesuai dengan keselamatan radiasi, melakukan acceptance test dari unit yang baru, serta supervisi perawatan berkala peralatan radiologi diagnostik.
Fisikawan medik juga harus berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus-menerus keberadaan sumber daya manusia (SDM), peralatan, prosedur, perlengkapan proteksi radiasi, serta investigasi dan evaluasi kecelakaan radiasi.
Mereka juga diharuskan untuk meningkatkan kemampuan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta menjadi petugas proteksi radiasi (PPR).
Meski begitu, baik Flaviana maupun Reinard tak menutup peluang karier seorang lulusan fisika medis hanya terbatas sebagai fisikawan medik.
Seiring perkembangan teknologi kesehatan, lulusan fisika medis tidak menutup kemungkinan dapat bekerja di industri alat kesehatan serta berpotensi bekerja di lembaga penelitian dan pengembangan.
“Ke depan, tentunya akan sangat dibutuhkan, tidak terbatas di lingkup rumah sakit saja. Di industri kesehatan sendiri untuk produksi alat-alat kedokteran rasanya secara paralel akan dibutuhkan. Jika tidak mau menjadi fisikawan medik, mereka bisa mengaplikasikan ilmunya ke ranah industri atau lembaga riset dan sebagainya,” tutur Flaviana.
Meski tergolong baru, program Fisika Medis Unpar telah memiliki pengalaman yang mumpuni dan berpotensi besar untuk berkontribusi sejalan dengan perkembangan zaman.
Untuk informasi lengkap tentang program Fisika Medis Unpar, silakan kunjungi laman pmb.unpar.ac.id atau melalui layanan informasi PMB Unpar dengan mengirimkan pesan pada e-mail ke admisi@unpar.ac.id.
Anda juga bisa menghubungi kantor pemasaran dan admisi Unpar lewat telepon (022) 2032655 atau melalui akun Instagram (@unparofficial) dan official Line (@unpar).