Advertorial

Kenali Gangguan Tulang yang Sering Dialami Anak Cerebral Palsy

Kompas.com - 09/06/2021, 08:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Cerebral palsy merupakan kelainan pada saraf pusat otak yang memengaruhi fungsi gerak, motorik, dan keseimbangan tubuh.

Gangguan tersebut kebanyakan mulai terdeteksi pada saat anak memasuki fase perkembangan otak, yaitu pada usia 0-4 tahun. Anak dengan cerebral palsy biasanya mengalami kesulitan bicara hingga tidak berkembang secara intelektual.

Cerebral palsy rentan terjadi pada bayi yang lahir prematur, partus atau proses lahir lebih lama, bayi yang lahir kuning, atau pernah mengalami kejang dalam durasi lama dan tidak tertangani pada usia 0-4 tahun. Ibu yang terkena tokso dan rubela juga berisiko melahirkan anak dengan cerebral palsy.

Di luar negeri, kasus cerebral palsy dapat ditemukan paling sedikit menimpa 1-4 dari 1.000 kelahiran bayi.

Adapun persoalan yang kerap dialami anak dengan cerebral palsy biasanya gangguan pada fisik.

Spesialis dan konsultan ortopedi anak di Mayapada Hospital Tangerang, dr Patar, mengatakan bahwa seorang anak yang mengidap cerebral palsy memiliki perbedaan dibandingkan anak-anak non- cerebral palsy. Salah satu perbedaannya adalah anak dengan cerebral palsy kurang aktif dibandingkan dengan anak seusianya.

Tak hanya itu, sebagian besar anak dengan kondisi cerebral palsy, menurut dr Patar, memiliki otot yang kaku dan urat yang lebih pendek sehingga kemampuan motoriknya terbatas. Hal ini membuat pertumbuhan tulang tidak berjalan baik dan kerap berujung pada sejumlah gangguan tulang.

“Pada dasarnya, tulang semakin banyak bergerak akan semakin kuat. Nah, untuk anak cerebral palsy yang tidak dapat aktif seperti anak-anak lain, kondisi tulangnya akan jadi lebih lemah jika dibandingkan anak seusianya,” jelas dr Patar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/5/2021).

Gangguan tulang tersebut biasanya terjadi pada bagian tubuh yang menunjang alat gerak terutama bagian bawah, seperti kaki, lutut, panggul, dan tulang belakang.

Khusus gangguan tulang belakang, anak dengan cerebral palsy biasanya mengalami gangguan skoliosis. Gangguan ini mengakibatkan tulang belakang membentuk huruf C atau S.

“Anak cerebral palsy itu gangguan skoliosisnya lebih berat dan progresif. Perkembangan lengkung di tulang belakangnya lebih cepat dibandingkan yang tidak mengidap cerebral palsy,” papar dr Patar.

Untuk mengetahui tingkat keparahan pada gangguan tulang belakang, dunia medis memakai sudut sebagai indikatornya.

“Biasanya, di sudut sekitar 40-45 derajat, kami sudah mulai memberikan penjelasan kepada orangtua pasien untuk melakukan tindakan operasi,” ujar dr Patar.

Tindakan tersebut memudahkan dokter untuk mengoreksi tulang yang bengkok secara maksimal.

“Akan tetapi, kalau keluarga pasien ingin operasi saat sudah berada di sudut 90 derajat, kadang koreksinya tidak akan bisa maksimal. Kalau dipaksakan, justru malah bisa lumpuh,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, tambah dr Patar, anak dengan cerebral palsy juga kerap mengalami lepas sendi panggul. Hal ini disebabkan oleh tarikan otot yang terjadi terus menerus.

“Sebelum panggulnya lepas, kami sebagai dokter sebisa mungkin kalau sudah mendeteksi ke arah terburuk, lebih baik segera melakukan tindakan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dr Patar juga menjelaskan bahwa operasi sendi panggul yang lepas terbilang sulit. Pasien juga berisiko mengalami kesakitan saat perbaikan sendi panggul apabila kondisinya sudah parah. Oleh sebab itu, tindakan preventif atau penanganan dini lebih baik dilakukan.

“Tindakan operasinya akan jauh lebih mudah dan recovery pada anak jauh lebih cepat. Itulah perbedaan (antara) penanganan cepat dan terlambat. Hasil yang didapat pasien akan berbeda,” tambahnya.

Penanganan dini gangguan tulang

Untuk penanganan gangguan tulang pada anak dengan cerebral palsy, dr Patar menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan tidak dapat bergantung hanya pada satu visi keilmuan.

“Sebenarnya, untuk menangani hal tersebut ada timeline-nya, mulai dari kapan anak harus ketemu dokter anak, dokter rehabilitasi medik, hingga kapan harus ke dokter ortopedi untuk memantau tulangnya,” ungkapnya.

Namun, pada kenyataannya, banyak orangtua beranggapan bahwa operasi merupakan opsi terakhir. Hal ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh tenaga medis dalam memperbaiki kondisi fisik anak dengan cerebral palsy.

Padahal, jelas dr Patar, pembedahan merupakan bagian dari tata laksana untuk anak gangguan tulang dengan cerebral palsy. Sebab, sebagian besar anak cerebral palsy dalam satu titik kehidupannya pasti akan memerlukan tindakan pembedahan.

Oleh karena itu, dr Patar mengharapkan orangtua yang memiliki anak dengan cerebral palsy dan gangguan tulang untuk selalu berkoordinasi dengan dokter.

Bagi anak cerebral palsy dengan gangguan tulang yang tidak memiliki komplikasi, dr Patar menganjurkan untuk seaktif mungkin dalam bergerak. Aktivitas fisik penting untuk mencegah kekuatan otot menjadi lebih buruk dan urat menjadi lebih pendek.

“Aktivitas yang banyak juga diharapkan bisa mencegah pengeroposan tulang. Karena kalau anaknya tidak aktif, tulangnya tidak mendapat stimulus. Lama-kelamaan, tulangnya jadi keropos,” ujarnya.

Penanganan gangguan tulang

Di Mayapada Hospital, lanjut dr Patar, penanganan yang dilakukan dokter dalam menangani kasus anak cerebral palsy dengan gangguan tulang akan dimulai dari pemeriksaan fisik. Salah satunya dengan melihat tipe cerebral palsy yang diidap anak.

Setelah itu, dokter akan menentukan terapi jangka panjang yang meliputi rehabilitasi medik, fisioterapi, penggunaan ortosis seperti sepatu, braces, terapi injeksi Botulinum toxin, serta tindakan operasi untuk mengatasi kekakuan otot dan memanjangkan tendon.

“Kalau gangguan tulangnya sudah parah, kami akan mengambil tindakan untuk membenahinya,” ujar dr Patar.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya melakukan kontrol secara rutin. Dengan demikian, dokter dapat mendeteksi hal terburuk secepat mungkin lantaran dokter punya timeline dan goals.

Tak hanya itu, Mayapada Hospital juga memiliki banyak peralatan kesehatan modern untuk pemeriksaan tulang dan sendi, di antaranya rontgen, computed tomography scan (CT Scan), dan magnetic resonance imaging (MRI).

“Kalau kami mencurigai pasien cerebral palsy ada gangguan kepadatan tulang, akan kami cek dengan bone mineral density (BMD),” ujarnya.

Ia juga berharap, orangtua memahami betapa pentingnya memberikan makanan bernutrisi untuk anak yang mengidap cerebral palsy. Makanan yang diberikan harus sesuai dengan pedoman gizi seimbang dan mencakup suplemen tambahan yang dianjurkan dokter.

Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono Nomor 20, Surabaya Barat.

Untuk orangtua yang berdomisili di Kota Surabaya, Anda dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memeriksakan anak cerebral palsy dengan gangguan tulang.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com