Advertorial

Siap-siap! Sound of Borobudur Kembali Bunyikan Alat Musik Abad ke-8

Kompas.com - 18/06/2021, 13:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Candi Borobudur tidak hanya berfungsi sebagai destinasi wisata dan tempat ibadah. Mahakarya yang selesai dibangun pada abad ke-8 itu juga menjadi perpustakaan yang menyimpan banyak warisan pengetahuan dan kekayaan budaya Indonesia.

Salah satu elemen peradaban yang terekam adalah musik. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan Sound of Borobudur (SoB). Hasilnya, terdapat sekitar 200 relief Candi Borobudur yang menggambarkan berbagai alat musik. Dari jumlah tersebut, SoB berhasil mengindentifikasi sebanyak 43 jenis alat musik dari masa lampau.

Menurut riset SoB, seluruh jenis alat musik tersebut memiliki kemiripan dengan alat musik yang terdapat di 34 provinsi di Indonesia dan 40 negara di dunia. Bahkan, beberapa alat musik masih dimainkan hingga saat ini.

Musisi sekaligus salah satu pengampu utama SoB Trie Utami berpendapat, temuan tersebut semakin membuktikan bahwa Indonesia merupakan bangsa transnasional. Pasalnya, terdapat jejak jejaring budaya dengan cakupan luas, tak hanya lokal, tapi juga global.

Bukan itu saja, pada sejumlah relief Candi Borobudur juga terukir ilustrasi permainan ensambel dengan instrumen lengkap yang terdiri dari chordophone (alat musik senar), ideophone (alat musik pukul), membranophone (alat musik bermembran), dan aerophone (alat musik tiup).

Perlu diketahui, harmonisasi pada sebuah sajian musik ensambel hanya dapat diwujudkan dengan komposisi dan aransemen yang tepat dari seluruh alat musik yang digunakan. Menariknya, seluruh aspek musikal tersebut merupakan ciri dari musik modern.

Iie, sapaan akrab Trie Utami, menyinyalir peradaban masyarakat pada zaman tersebut sudah maju.

“(Sebab) sebuah bangsa yang sudah mengenal ensambel berarti ada sebuah pencapaian kebudayaan yang tinggi. Hal ini tergambar dalam Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke-8,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/6/2021).

-Dok. Sound of Borobudur -

Perjalanan SoB menemukan peradaban

Sebagai informasi, Gerakan SoB yang sekarang dinaungi oleh Yayasan Padma Sada Svargantara, adalah gerakan yang berfokus pada revitalisasi kebudayaan bangsa, khususnya Candi Borobudur. Nama Purwa Tjaraka sebagai eksekutif produser dan Dewa Budjana sebagai music director, turut dalam gerakan ini di samping Iie.

Terkait merepresentasikan kembali alat musik yang ada pada relief Candi Borobudur, Iie mengaku harus menempuh perjalanan panjang dan banyak kesulitan.

Pasalnya, ia bersama SoB tidak sekadar ingin menghadirkan, tetapi juga ingin memainkan kembali seluruh jenis alat musik yang terdapat pada situs warisan dunia tersebut dalam sebuah orkestra.

“Banyak yang sudah membahas soal alat musik yang tergambar pada relief Candi Borobudur. Akan tetapi, riset tersebut hanya berhenti dalam bentuk literatur. Nah, kami sebagai seniman melihat temuan-temuan itu lebih jauh,” katanya.

Untuk diketahui, perjalanan SoB dalam meneliti Candi Borobudur dimulai sejak 2016. Selama berproses, Iie mengatakan, pihaknya harus melakukan banyak sekali riset, membaca skripsi, buku, dan jurnal ilmiah untuk menemukan data terkait alat musik pada candi tersebut.

“Saya juga berdiskusi dengan pakar arkeologi dan antropologi. Berangkat dari data-data arkeologi, saya bekerja untuk melihat lebih dalam lagi tentang Borobudur melalui aspek musik. Ternyata, semakin didalami, Borobudur merupakan satu-satunya situs zaman abad ke-8 yang merekam data alat musik paling banyak di dunia,” imbuhnya.

Setelah semua data alat musik pada relief candi terkumpul, Iie bersama SoB melanjutkan proses rekonstruksi dengan melibatkan pembuat alat musik yang memahami organologi.

Pada tahapan itu, mereka pun melakukan banyak trial and error demi menghadirkan kembali alat musik serupa yang terdapat pada relief Borobudur.

Akhirnya, sebanyak 24 jenis alat musik terdiri dari 17 dawai, 5 gerabah, dan 2 ideophone dari besi berhasil dibuat ulang kembali.

Sebagian lagi alat musik yang masih eksis (berdasarkan kesamaan atau kemiripan bentuk), di datangkan dari berbagai tempat di seluruh Indonesia. Total yang dikumpulkan SOB berjumlah lebih dari 190 alat musik.

Sebagian alat musik itu kini siap ditampilkan pada acara Sound of Borobudur: Music over Nation yang akan digelar pada Kamis (24/6/2021).

Sound of Borobudur: Music over Nation

Sebagai gerakan, SoB secara aktif berjejaring dengan banyak komponen seperti Jaringan Kampung Nusantara, berbagai komunitas budaya dan keagamaan, akademisi, masyarakat desa di seluruh Indonesia, serta pemerintah. Gerakan ini pun telah memiliki peta jalan untuk beberapa tahun ke depan.

Karena mempunyai aspek kebangsaan yang tinggi, seluruh gerakan SoB selaras dengan program pemerintah. Salah satunya, acara Sound of Borobudur: Music over Nation yang menjadi bagian konferensi internasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf).

Selain dimeriahkan oleh banyak musisi, acara yang digelar secara offline dan online tersebut akan dihadiri akademisi, budayawan, pejabat pemerintah, serta penyelenggara pariwisata dan ekonomi kreatif, baik dari dalam maupun luar negeri.

SoB juga mengundang perwakilan dari masing-masing daerah Destinasi Super Prioritas Kemenparekraf/Baparekraf dan sejumlah daerah di Indonesia untuk berkolaborasi secara langsung, di antaranya Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, Kalimantan, dan Papua.

Namun, musisi luar negeri tidak bisa tampil secara offline lantaran penerbangan internasional masih ditutup akibat pandemi Covid-19.

“Solusinya, kami mengirimkan tiga video musik hasil komposisi SoB kepada mereka (musisi luar negeri) untuk direspon secara musikal dalam bentuk audio dan video. Seluruh materi yang dikirimkan akan di-mixing oleh tim SoB untuk menjadi satu aransemen,” kata Iie.

Kemeriahan konferensi internasional tersebut juga akan semakin meriah dengan kehadiran sejumlah perwakilan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di sekitar Candi Borobudur.

Iie berharap, SoB dapat menjadi alat diplomasi lintas etnis, kepercayaan, dan bangsa, yang dapat merekatkan kembali persaudaraan seperti yang dilakukan oleh para leluhur.

Selain itu, SOB juga bisa menjadi destinasi wisata baru yang intangible yang dapat dirasakan oleh seluruh indra manusia. Salah satunya menjadi soundscape (bentang suara) dari Candi Borobudur.

“Sebagai contoh, Bali yang memiliki aspek soundscape, smellscape, dan sight scape. Saat menjejakkan kaki di Bandara Ngurah Rai, orang akan dengar tuh soundscape-nya dalam bentuk alunan-alunan musik khas Bali. Kemudian, smellscape, yaitu aroma-aroma dupa, dan sight scape berbentuk Barong,” jelasnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com