Advertorial

Komitmen Turunkan Emisi CO2, Pertamina Gandeng Perusahaan Jepang dan ITB Studi CCUS di Lapangan Gundih

Kompas.com - 19/06/2021, 14:13 WIB

KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) terus aktif berkontribusi mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen atau atas dukungan internasional ditargetkan mencapai 41 persen pada 2030.

Komitmen global tersebut tertuang dalam Paris Agreement pada Konferensi Perubahan Iklim (The Conference of Parties-COP 21) di Paris. Hal ini sejalan dengan penerapan prinsip Environment, Social and Governance (ESG) dari Pertamina.

Guna mempertegas komitmen penururnan emisi di lingkungan perseroan, Pertamina bekerja sama dengan Jepang Group (Janus, JGC Corporation, J-Power) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Kesepakatan Kerjasama Studi atau joint study agreement (JSA).

Kesepakatan tersebut untuk mengkaji penerapan Carbon Capture, Utilization and Storage and Enhanced Gas Recovery (CCUS/EGR) pada proyek lapangan Gundih di Cepu, Jawa Tengah. 

Sebagai informasi, penandatanganan JSA dilakukan secara virtual oleh Chief Executive Officer (CEO) Subholding Power and New & Renewable Energy Pertamina Dannif Danusaputro, Representative Director and President of Japan Nus Co Kazuhiko Chikamoto, Representative Director, President of JGC Corporation Yutaka Yamazaki, Director & Executive Vice President of Electric Power Development Co (J-Power) Sugiyama Hiroyasu, serta Wakil Rektor Bidang Research & Innovation ITB I Gede Wenten

Penandatanganan kesepakatan tersebut dapat menjadi tonggak bagi Pertamina untuk mengurangi emisi karbon. Pertamina menargetkan potensi pengurangan CO2 sebanyak 300.000 ton CO2 per tahun dari total 3 juta ton CO2 selama 10 tahun.

Pengurangan tersebut juga berpotensi memberi kontribusi pada peningkatan produksi gas. Pasalnya, CO2 tersebut akan tersimpan di subsurface formation dan akan memberikan benefit enhance gas recovery. Selanjutnya, CO2 yang tersimpan akan dinyatakan sebagai carbon credit lalu dibagi untuk pihak Pemerintah Indonesia dan Jepang

Penandatanganan JSA dilakukan secara virtual.DOK Pertamina Penandatanganan JSA dilakukan secara virtual.

Dannif mengatakan, Pertamina sedang melakukan transisi dari perusahaan minyak dan gas (Migas) menjadi perusahaan energi.

“Kami berupaya meningkatkan portofolio dan bauran energi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) serta pengurangan emisi CO2 untuk dekarbonisasi,”ujar Dannif.

Saat ini, Pertamina sedang menyusun Roadmap Dekarbonisasi untuk mendukung pengendalian perubahan iklim global dan CCUS. Upaya tersebut menjadi salah satu inisiatif untuk mengurangi dampak karbon secara signifikan.

Kerja sama studi kelayakan akan berlangsung dari Juni 2021 hingga Februari 2022. Selanjutnya, akan dilaksanakan tahap Front End Engineering Design (FEED) dan Engineering Procurement, dan Construction (EPC) pada 2022-2024. Pengoperasian roadmap tersebut diprediksi pada 2026.

Dannif menambahkan, Pertamina berinisiatif untuk ikut terlibat dalam joint study tersebut. Ia menargetkan supaya Pertamina segera masuk ke komersialisasi.

“Saya sangat mengapresiasi semua pihak yang terlibat. Saya berharap, kami dapat bertemu setelah pandemi ini berakhir dan mewujudkan terobosan tersebut,” ujar Dannif.

Sementara itu, Representative Director and President of Japan Nus Co, Kazuhiko Chikamoto mengatakan, dekarbonisasi merupakan keharusan bagi pemerintah dan swasta di seluruh dunia.

Menurutnya, Pemerintah Jepang telah menetapkan target ambisius untuk pengurangan emisi CO2 sebesar 46 persen pada 2030 di Lapangan Gundih.

“Untuk mewujudkan visi tersebut, dibutuhkan perubahan bersama,” ujar Kazuhiko.

Kazuhiko menambahkan, proyek dekarbonisasi di Lapangan Gundih bukan hanya proyek pengurangan karbon semata, melainkan juga model praktik terbaik proyek dekarbonisasi di kawasan Asia. Pasalnya, model praktik ini tergolong inovatif dan akan dikembangkan dalam waktu dekat.

“Kami mengapresiasi Pertamina yang memberikan kami peluang besar di lapangan Gundih baru. Kerja sama ini adalah langkah besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, ” tutur Kazuhiko.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com