Advertorial

Teknologi Semakin Berkembang, Perlindungan Hak Cipta Tak Boleh Diabaikan

Kompas.com - 22/06/2021, 18:29 WIB

KOMPAS.com - Era digital telah mendorong perubahan perilaku masyarakat di berbagai aspek kehidupan.

Perkembangan teknologi yang kian masif bahkan turut berdampak pada perlindungan hak cipta sebagai salah satu lingkup kekayaan intelektual (KI).

Berbagai teknologi pun dicetuskan para ahli bidang internet dan hak cipta. Tujuannya, untuk memberikan perlindungan bagi hak cipta itu sendiri.

Salah satu teknologi tersebut adalah software Digital Right Management (DRMs). Teknologi pengaman berupa enkripsi ini dapat digunakan oleh pemilik hak cipta untuk melindungi karya ciptanya.

Saat ini, DRMs telah dipayungi undang-undang (UU) yang tertuang dalam UU Hak Cipta No 28 Tahun 2014.

Meski demikian, teknologi saja tak cukup. Untuk menjamin perlindungan hak cipta, harus disertai kecakapan pengguna internet yang bertanggung jawab.

Oleh karena itu, literasi digital menjadi kunci penting demi terwujudnya perlindungan hak cipta secara menyeluruh.

Untuk mendukung program Literasi Digital Nasional yang diinisiasi pemerintah, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital.

Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual tersebut menjangkau 514 kabupaten atau kota seluruh Indonesia.

Pada Jumat (18/6/2021), webinar dengan tema "Perlindungan Hak Cipta di Ranah Digital" diselenggarakan di 14 kabupaten dan kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten.

Kominfo menghadirkan sejumlah ahli dan profesional sebagai narasumber webinar tersebut. Mereka adalah perwakilan Kaizen Room Rizki Ayu Febriani dan Btari Kinayungan, Kurator Naskah Ceriasantri.id Athif Thitah Amithuhu, serta Program Coordinator Tempo Institute Sopril Amir

Para narasumber membahas tema utama yang berkaitan dengan digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Pada kesempatan tersebut, Rizki Ayu Febriani menjelaskan, digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras serta peranti lunak.

Rizki menyebutkan, perangkat tersebut mencakup website hingga beragam aplikasi yang tersedia di smartphone.

“Contohnya, teknologi komunikasi, mulai dari pager, warung telekomunikasi (wartel) atau telepon umum, hingga handphone. Mendapatkan informasi pun lebih mudah dari televisi. Namun, sekarang semua condong ke handphone,” ujar Rizki dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (22/6/2021).

Selain digital skill, Rizki menggarisbawahi persoalan hak cipta dalam ranah digital. Seperti diketahui, isu pelanggaran hak cipta mencuat lantaran banyak konten yang berisikan cover lagu tengah menjadi tren di media sosial.

Konten tersebut justru digemari masyarakat ketimbang versi aslinya. Alhasil, content creator justru mendapatkan keuntungan lebih banyak ketimbang pemilik hak cipta sebenarnya.

Merespons isu tersebut, Rizki mengatakan bahwa mengajukan izin sebelum mengunggah konten di dunia maya adalah hal penting.

“Semakin banyak jumlah view, semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh kreator konten, khususnya dari YouTube. Di sisi lain, pemilik lagu tidak mendapatkan (penghasilan),” kata Rizki.

Sementara itu, terkait beretika digital, Athif Thitah Amithuhu menekankan pentingnya sikap berkesadaran dalam berinternet. Dengan kesadaran, lanjut Athif, seseorang mampu melakukan sesuatu dengan tujuan yang jelas.

“Berikutnya, sikap berintegritas, dalam hal ini adalah kejujuran. Pelanggaran hak cipta dalam bentuk plagiasi dan manipulasi adalah contoh–contoh isu (terkait) integritas,” terang Athif.

Prinsip berikutnya yang tak kalah penting adalah kebajikan. Athif menjelaskan, kebajikan menyangkut hal–hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan.

“Terakhir, tanggung jawab atas aktivitas di ranah maya yang berpotensi menimbulkan dampak tertentu,” jelasnya.

Ia pun menyampaikan pentingnya memiliki kreativitas untuk menghasilkan hal baru lewat keterampilan imajinatif, baik berupa solusi, metode, obyek, maupun karya seni.

Budaya digital

Pada kesempatan yang sama, Sopril Amir memaparkan pentingnya mengenal budaya digital dalam kehidupan sosial budaya.

“Ruang digital telah membongkar dan membentuk susunan sosial budaya baru, dari hierarkis menjadi lebih setara. Selain itu, ruang digital juga lebih ramah terhadap kebaruan dan pembaruan sekaligus menjadi lingkungan hidup generasi penerus,” tambahnya.

Meski demikian, lanjut Sopril, budaya digital belum terbukti mampu menghapus masalah dari budaya sebelumnya.

“Kecepatan bisa berbanding terbalik dengan ketepatan, kedalaman, bahkan kebenaran. Mesin algoritma akan semakin dominan. Oleh karena itu, manusia sebagai perancang dan pengguna perlu mewaspadainya,” terang Sopril.

Terkait hak cipta, Btari Kinayungan memaparkan makna hak cipta sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis.

Btari menyebutkan, hak cipta didasarkan pada prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata.

“Manfaat lisensi hak cipta adalah memberi tolok ukur akan aksesibilitas konten, karena (konten) dapat disebarluaskan dan digunakan oleh orang lain,” jelasnya.

Modul Literasi Digital

Untuk diketahui, webinar Indonesia #MakinCakapDigital merupakan salah satu bentuk sosialisasi dan pendalaman dari Seri Modul Literasi Digital yang digaungkan Kominfo.

Dalam rangka mendukung program Literasi Digital Nasional, Kominfo menjalin kerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital.

Melalui kolaborasi tersebut, Kominfo meluncurkan Seri Modul Literasi Digital yang berfokus pada empat tema besar.

Empat tema tersebut adalah Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital. 

Pihak Kominfo berharap, penerbitan modul literasi digital tersebut dapat membuat masyarakat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com