KOMPAS.com - Budaya digital atau digital culture sudah menjadi tatanan kehidupan baru masyarakat. Hal ini juga memengaruhi gaya interaksi mereka sehingga menimbulkan kebiasaan baru, seperti menggunakan media sosial, berbelanja online, melakukan pembayaran digital, pendidikan online, dan work from home (WFH).
“Digital culture sebagai gagasan yang bersumber penggunaan teknologi dan internet. Hal itu membentuk cara masyarakat berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat,” kata Pemimpin Redaksi Channel9.id Mochamad Azis Nasution dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (23/06/2021).
Budaya digital sejatinya merupakan hasil olah pikir, kreasi, dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet. Perkembangan budaya digital sangat ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Karenanya, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan literasi soal ini.
Untuk mendukung hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia untuk meluncurkan Seri Modul Literasi Digital. Program ini adalah dukungan untuk program Literasi Digital Indonesia.
Melalui seri modul tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara. Dengan begitu, teknologi memberi manfaat dan mendorong produktivitas masyarakat Indonesia.
Modul tersebut berfokus pada empat tema besar, yaitu Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Untuk diketahui, proses sosialisasi dan pendalaman Seri Modul Literasi Digital dilakukan melalui rangkaian webinar bertajuk “Indonesia #MakinCakapDigital”.
Webinar tersebut menjangkau 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia dan dihadiri oleh sejumlah narasumber dari berbagai bidang dan keahlian.
Adapun webinar dengan tema “Kebebasan Berekspresi di Dunia Digital” telah diselenggarakan di 14 kabupaten maupun kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten pada Senin (21/06/2021).
Webinar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain founder sekalligus Chief Executive Officer (CEO) of Haho.co.id Antonius Andy Permana, anggota Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Pradhinka Yunik Nurhayati, perwakilan Kaizen Room Erista Septianingsih, dan Mochammad Azis Nasution.
Pada kesempatan itu, Pradhinka Yunik Nurhayati mengatakan, hampir 64 persen penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan internet. Sayangnya, kemudahan berkomunikasi membuat pengguna tanpa sadar bertindak semaunya.
“Padahal, dalam menggunakan internet juga perlu menggunakan tata krama. Untuk mendukung etika digital, diperlukan sikap dan perilaku positif untuk kebaikan bersama,” tuturnya.
Ia menambahkan, salah satu upaya perlawanan terhadap konten negatif adalah dengan tidak menyebarkannya.
“Libatkanlah diri dalam berbagi data dan informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta menciptakan karya yang positif,” jelasnya.
Sementara itu, Erista Septianingsih mengatakan, masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten dan informasi yang diinginkan.
“Maraknya aktivitas digital yang dilakukan, mengharuskan kita untuk peduli dalam memproteksi perangkat digital yang kita miliki,” ujarnya.
Lebih lanjut Erista menjelaskan, selain membantu memudahkan pekerjaan, mencari hiburan, dan transaksi daring, aktivitas digital juga rawan incaran kejahatan. Salah satunya adalah peretasan.
“Phising adalah upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan,” jelas Erista.
Ia melanjutkan, pelaku phising mengincar data pribadi korban, seperti nama, usia, dan alamat. Tidak hanya itu, data akun berupa username dan password, hingga data finansial, seperti informasi kartu kredit dan nomor rekening juga menjadi target pembobolan pelaku.
“Sementara, kalau scam adalah segala bentuk tindakan yang sudah direncanakan yang bertujuan untuk mendapatkan uang dengan cara menipu atau membohongi orang lain,” imbuhnya.
Cermat berselancar di dunia maya
Selain menjaga etika di ranah digital, kecermatan memilah informasi juga penting untuk dilakukan saat berselancar di dunia maya. Pasalnya, selain informasi yang valid, hoaks juga menyebar melalui internet.
Antonius Andy Permana mengatakan, pendapat atau opini yang dikemukakan tanpa data pendukung yang kuat dan hanya didasari pada asumsi sering kali berujung pada hoaks.
Menurutnya, seiring kehadiran hoaks, kebebasan berpendapat dan berekspresi dapat mengancam ketertiban umum. Sebab, hoaks merupakan bagian dari kesalahan informasi di dunia maya.
“Selain itu, sejumlah information disorder, seperti disinformasi, misinformasi, dan malainformasi, akan mengganggu unsur dalam hak berpendapat dan berekspresi,” lanjutnya.
Ia menambahkan, hoaks merupakan sesuatu yang berbahaya. Hoaks akan membangun asymmetric war antara penguasa dan whistle blower dalam membangun kebenaran.
“Hoaks membuat informasi yang (benar) direkayasa dengan cara memutarbalikkan fakta (interpersonated) dan mengaburkan informasi (mislead). Dengan begitu, pesan yang benar tidak dapat diterima,” paparnya.
Menariknya, pengaruh hoaks, lanjut Antonius, tidak memandang usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
“Barometer mencari informasi di dunia digital agar tidak mudah termakan hoaks adalah membaca berita dengan sumber dan referensi yang jelas. Selain itu, terkait (berita) kontroversi, ada prinsip cover both side yang merupakan kode etik jurnalis,” jelas Azis.
Sementara itu, lanjut Azis, pada media sosial Twitter, terdapat manipulasi dengan menyembunyikan identitas yang tidak bisa diketahui sumbernya. Dengan begitu, yang menyebarnya bisa dikatakan hoaks.
“Perbedaan ini saling mengait apa yang viral di media sosial mempunyai pengaruh kepada dunia digital. Cara membedakannya dapat kembali lagi pada diri sendiri yang harus cermat sebelum memutuskan untuk share informasi yang beredar,” imbuhnya.
Sebagai informasi, seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital.
Rangkaian webinar tersebut akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapat e-certificate.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.