KOMPAS.com – Seiring perkembangan zaman, kehadiran teknologi digital semakin mempermudah segala kegiatan manusia. Mulai dari berbelanja hingga bekerja bisa terbantu berkat teknologi digital.
Praktisi digital marketing Isharshono mengamini hal tersebut. Ia mengatakan, teknologi digital merupakan sarana yang selalu berkembang dan dibuat untuk membantu mempermudah kegiatan manusia.
“Jadi, pemanfaatan teknologi digital tergantung manusianya. Jika mereka bisa menggunakan dengan baik dan mempunyai digital skill yang bagus, teknologi tersebut bisa digunakan untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari,” ujarnya saat mengisi webinar “Kemajuan Teknologi, Musibah atau Anugerah?”, Rabu (23/6/2021).
Meski makin mempermudah, bukan berarti tidak ada bahaya yang mengiringi. Anggota Kaizen Room Btari Kinayungan yang juga menjadi salah satu pembicara webinar menekankan bahaya disrupsi digital dan pentingnya perlindungan data pribadi.
Disrupsi, papar Btari, adalah sebuah loncatan perubahan dari sistem lama ke cara baru. Disrupsi mengubah teknologi lama yang lebih banyak menggunakan fisik ke teknologi digital dan menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru, lebih bermanfaat, serta lebih efisien dan cepat.
Walau begitu, lanjut Btari, pengguna harus lebih waspada terkait masalah keamanan digital. Keamanan digital atau digital safety merupakan kemampuan dalam mengenali, membentuk pola, menerapkan, menganalisis, serta meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam keamanan sehari-hari.
“Cara melindungi data pribadi bisa dilakukan dengan menggunakan password yang berbeda pada setiap platform, gunakan password yang kuat, gunakan setting privasi, minimalisasi pemberian data pribadi di sosial media maupun real life, dan berhati-hati dengan link yang akan diakses,” paparnya seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (25/6/2021).
Bahaya laten hoaks
Perkembangan teknologi digital yang begitu cepat harus dipahami sebagai pintu gerbang menuju era industri 4.0. Oleh karena itu, dosen Fakultas Ekonomi dan Budaya (FEB) Universitas Ngurah Rai I Komang Sumerta pun mengingatkan bahwa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk memasuki era tersebut.
“Menyusul beberapa negara maju, seperti Jepang. Salah satu modal utama, yakni jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 196 juta orang pada 2020. Jumlah ini diperkirakan masih akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu,” jelasnya pada webinar yang sama.
Sayangnya, lanjut Komang, netizen Indonesia dinilai negatif oleh perusahaan digital terkemuka, Microsoft. Dalam riset perusahaan yang didirikan Bill Gates tersebut, netizen Indonesia dinilai sebagai warganet paling tidak sopan sedunia.
“Hal tersebut dikarenakan bergesernya nilai-nilai Pancasila seiring memasuki era digital ini. Bijaklah dalam menggunakan media sosial,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan, dalam bermedia sosial untuk selalu menerapkan akal budi yang sudah diajarkan orangtua sejak kecil.
“Untuk itu, hendaklah etika ini diterapkan juga dalam bermedia sosial,” lanjutnya.
Selain warganet tidak sopan, Indonesia juga dihadapkan dengan bahaya laten hoaks. Content writer Mohammad Takdir Aditya Prayoga menjelaskan, berita hoaks merupakan informasi atau berita bohong yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya.
“Hal tersebut tidak sama dengan rumor, ilmu semu, berita palsu, dan April Mop. Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” paparnya.
Takdir menambahkan, hoaks bisa menjadi pemicu keributan keresahan, perselisihan, dan ujaran kebencian.
“Akhir-akhir ini, bertebarnya hoaks di tengah masyarakat kian populer dengan memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19. Hoaks seringkali memakai judul sensasional dan provokatif, misalnya dengan langsung mengarah ke pihak tertentu,” katanya.
Judul yang provokatif, lanjut Takdir, sering kali sengaja dibuat untuk menarik minat dan rasa penasaran pembaca.
Isi berita hoaks pun bisa diambil dari informasi dan berita media resmi. Akan tetapi, isinya direkayasa agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki oleh pembuat hoaks.
“Tujuan berita hoaks bisa juga berupa penipuan, provokasi, propaganda, atau pembentukan opini publik,” ujarnya.
Komang menjelaskan, untuk memastikan berita tersebut faktual atau hoaks, perlu dilakukan crosscheck terhadap suatu informasi.
“Harus klarifikasi dengan sumber yang tepecaya dan credible. Kemudian, mengikuti akun-akun preverified yang menyebarkan berita yang sudah dianggap kredibel dan tepercaya,” jelas Komang.
Sebagai informasi, webinar “Kemajuan Teknologi, Musibah atau Anugrah?” merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.
Webinar terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.
Adapun rangkaian webinar tersebut termasuk dalam Modul Literasi Digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.
Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
KOMPAS.com – Seiring perkembangan zaman, kehadiran teknologi digital semakin mempermudah segala kegiatan manusia. Mulai dari berbelanja hingga bekerja bisa terbantu berkat teknologi digital.
Praktisi digital marketing Isharshono mengamini hal tersebut. Ia mengatakan, teknologi digital merupakan sarana yang selalu berkembang dan dibuat untuk membantu mempermudah kegiatan manusia.
“Jadi, pemanfaatan teknologi digital tergantung manusianya. Jika mereka bisa menggunakan dengan baik dan mempunyai digital skill yang bagus, teknologi tersebut bisa digunakan untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari,” ujarnya saat mengisi webinar “Kemajuan Teknologi, Musibah atau Anugerah?”, Rabu (23/6/2021).
Meski makin mempermudah, bukan berarti tidak ada bahaya yang mengiringi. Anggota Kaizen Room Btari Kinayungan yang juga menjadi salah satu pembicara webinar menekankan bahaya disrupsi digital dan pentingnya perlindungan data pribadi.
Disrupsi, papar Btari, adalah sebuah loncatan perubahan dari sistem lama ke cara baru. Disrupsi mengubah teknologi lama yang lebih banyak menggunakan fisik ke teknologi digital dan menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru, lebih bermanfaat, serta lebih efisien dan cepat.
Walau begitu, lanjut Btari, pengguna harus lebih waspada terkait masalah keamanan digital. Keamanan digital atau digital safety merupakan kemampuan dalam mengenali, membentuk pola, menerapkan, menganalisis, serta meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam keamanan sehari-hari.
“Cara melindungi data pribadi bisa dilakukan dengan menggunakan password yang berbeda pada setiap platform, gunakan password yang kuat, gunakan setting privasi, minimalisasi pemberian data pribadi di sosial media maupun real life, dan berhati-hati dengan link yang akan diakses,” paparnya seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (25/6/2021).
Bahaya laten hoaks
Perkembangan teknologi digital yang begitu cepat harus dipahami sebagai pintu gerbang menuju era industri 4.0. Oleh karena itu, dosen Fakultas Ekonomi dan Budaya (FEB) Universitas Ngurah Rai I Komang Sumerta pun mengingatkan bahwa Indonesia harus mempersiapkan diri untuk memasuki era tersebut.
“Menyusul beberapa negara maju, seperti Jepang. Salah satu modal utama, yakni jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 196 juta orang pada 2020. Jumlah ini diperkirakan masih akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu,” jelasnya pada webinar yang sama.
Sayangnya, lanjut Komang, netizen Indonesia dinilai negatif oleh perusahaan digital terkemuka, Microsoft. Dalam riset perusahaan yang didirikan Bill Gates tersebut, netizen Indonesia dinilai sebagai warganet paling tidak sopan sedunia.
“Hal tersebut dikarenakan bergesernya nilai-nilai Pancasila seiring memasuki era digital ini. Bijaklah dalam menggunakan media sosial,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan, dalam bermedia sosial untuk selalu menerapkan akal budi yang sudah diajarkan orangtua sejak kecil.
“Untuk itu, hendaklah etika ini diterapkan juga dalam bermedia sosial,” lanjutnya.
Selain warganet tidak sopan, Indonesia juga dihadapkan dengan bahaya laten hoaks. Content writer Mohammad Takdir Aditya Prayoga menjelaskan, berita hoaks merupakan informasi atau berita bohong yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya.
“Hal tersebut tidak sama dengan rumor, ilmu semu, berita palsu, dan April Mop. Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” paparnya.
Takdir menambahkan, hoaks bisa menjadi pemicu keributan keresahan, perselisihan, dan ujaran kebencian.
“Akhir-akhir ini, bertebarnya hoaks di tengah masyarakat kian populer dengan memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19. Hoaks seringkali memakai judul sensasional dan provokatif, misalnya dengan langsung mengarah ke pihak tertentu,” katanya.
Judul yang provokatif, lanjut Takdir, sering kali sengaja dibuat untuk menarik minat dan rasa penasaran pembaca.
Isi berita hoaks pun bisa diambil dari informasi dan berita media resmi. Akan tetapi, isinya direkayasa agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki oleh pembuat hoaks.
“Tujuan berita hoaks bisa juga berupa penipuan, provokasi, propaganda, atau pembentukan opini publik,” ujarnya.
Komang menjelaskan, untuk memastikan berita tersebut faktual atau hoaks, perlu dilakukan crosscheck terhadap suatu informasi.
“Harus klarifikasi dengan sumber yang tepecaya dan credible. Kemudian, mengikuti akun-akun preverified yang menyebarkan berita yang sudah dianggap kredibel dan tepercaya,” jelas Komang.
Sebagai informasi, webinar “Kemajuan Teknologi, Musibah atau Anugrah?” merupakan bagian dari seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan diadakan hingga akhir 2021.
Webinar terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital. Peserta yang mengikutinya juga akan mendapatkan e-certificate.
Adapun rangkaian webinar tersebut termasuk dalam Modul Literasi Digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia.
Seri Modul Literasi Digital memiliki empat tema besar, yakni Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital.
Melalui program tersebut, masyarakat Indonesia diharapkan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mengikuti akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.