Advertorial

Serba-serbi Gangguan Saluran Pencernaan, Begini Cara Menangani dan Mencegahnya

Kompas.com - 30/06/2021, 15:38 WIB

KOMPAS.com – Saluran pencernaan merupakan salah satu “jalur” penting pada tubuh manusia. Melalui saluran ini, makanan yang dikonsumsi akan diproses dan diserap oleh tubuh. Kemudian, sisa makanan yang tak terpakai pada proses tersebut juga dibuang lewat saluran ini.

Saluran pencernaan terdiri dari beberapa bagian, dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus besar, dan berakhir pada anus.

Bila dibentangkan, saluran pencernaan manusia memiliki panjang lebih kurang 9 meter. Di luar saluran pencernaan, ada beberapa organ lain yang juga berhubungan dengan sistem pencernaan, di antaranya hati, empedu, dan pankreas.

Pada dasarnya, beberapa gangguan yang kerap ditemui pada saluran pencernaan disebabkan oleh faktor makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Hal itu dikatakan oleh ahli gastroenterology-hepatology Mayapada Hospital dr Hendra Nurjadin, SpPD, KGEH.

Dokter Hendra menjelaskan, gangguan pada saluran pencernaan terbagi dalam dua kategori, yaitu masalah pencernaan bagian atas dan bawah.

Masalah pencernaan bagian atas yang sering terjadi pada lambung adalah dyspepsia. Penyakit ini secara umum disebut sakit mag dengan gejala kembung, begah, dan nyeri ulu hati. Untuk diketahui, mag sendiri berasal dari bahasa Belanda, yakni de-maag yang berarti lambung.

Selain itu, ada pula gangguan mag yang disebut gastroesophageal reflux disease (GERD). Penyakit ini ditandai dengan naiknya isi lambung, baik udara maupun asam ke area kerongkongan yang mengganggu.

Kemudian, masalah pencernaan bagian bawah sering ditemui pada area usus besar, meliputi diare dan sulit buang air besar (BAB), dan BAB berdarah.

“Satu hal yang perlu diperhatikan terkait masalah gangguan saluran cerna, baik bagian atas maupun bawah adalah seberapa sering penyakit tersebut mengganggu. Harus diperhatikan, gejala yang dirasakan makin lama makin parah atau tidak,” ujar dr Hendra kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (21/5/2021).

Sakit mag, contohnya. Dokter Hendra mengatakan, seseorang harus waspada, apakah sakit mag yang diderita masih dalam batas wajar atau ditemui adanya gejala yang tidak biasa. Sebab, sakit mag yang sudah parah bisa jadi lebih berbahaya jika dibiarkan begitu saja.

“Masalahnya bisa jadi komplikasi bila asam lambung yang berlebihan berbalik naik (reflux). Asam lambung tidak boleh sering naik ke bagian atas karena bisa menimbulkan kerongkongan lecet yang berkepanjangan,” jelas dr Hendra.

Ia mengatakan bahwa banyak masyarakat salah kaprah terhadap konsep terjadinya penyakit mag sehingga menimbulkan banyak kecemasan yang berlebihan. Khususnya, banyak pemberitaan beredar luas di masyarakat tentang bahaya sakit mag yang begitu menakutkan.

“Penyakit mag atau lambung tidak terpengaruh oleh faktor keturunan, tetapi sering berhubungan dengan gaya hidup, pola makan, dan jenis makanan yang dikonsumsi. Penyakit mag (pada dasarnya) tidak akan menyebabkan kematian mendadak,” ujarnya.

Selain mag, dr Hendra juga menekankan bahaya penyakit diare berkepanjangan dan BAB berdarah.

Umumnya, diare disebabkan oleh konsumsi makanan dan minuman yang terpapar virus, bakteri, atau parasit. Jika pasien sudah mengalami diare berkepanjangan, maka hal yang harus diperhatikan adalah gejala lain, seperti turunnya berat badan. Hal ini bisa merupakan suatu hal yang lebih berbahaya.

Di Tanah Air, diare menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai. Berdasarkan Data dan Informasi Profil Kesehatan 2017 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat sekitar 7 juta kasus diare di seluruh Indonesia.

Di samping itu, kata dr Hendra, jangan menyepelekan BAB berdarah karena penyakit ini bukan hanya disebabkan oleh ambeien saja, tapi dapat disebabkan oleh hal lain yang lebih membahayakan jika dibiarkan.

Apalagi, jika disertai berat badan menurun yang kemungkinan suatu gejala dari kanker usus besar.

Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, prevalensi pasien kanker usus besar di Indonesia menempati urutan keenam dalam kategori penyakit kanker yang paling mematikan. Jumlah kasusnya mencapai 17.368 dengan angka kematian sebesar 9.444 jiwa.

Ilustrasi penanganan endoskopi untuk memeriksa gangguan saluran pencernaan bagian atas. DOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi penanganan endoskopi untuk memeriksa gangguan saluran pencernaan bagian atas.

Penanganan dan pengobatan

Dokter Hendra mengatakan, penanganan gangguan saluran pencernaan untuk gejala ringan bisa dilakukan secara mandiri. Pasien bisa terlebih dahulu membeli obat di apotek. Jika dalam satu atau dua hari gejala belum mereda, pasien dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter umum.

“Jika masih belum pulih juga, pasien harus berkonsultasi dengan dokter penyakit dalam untuk memastikan apakah ada penyakit lain yang mendasari keluhan gangguan saluran cerna. Terakhir, bila gejala yang dirasakan masih sama atau bahkan lebih berat, baiknya segera berobat ke ahli gastroenterologi,” saran dr Hendra.

Dokter Hendra sendiri merupakan seorang ahli gastroenterology-hepatology di Mayapada Hospital. Selain memiliki dokter spesialis gastroenterology-hepatology, fasilitas yang terdapat di Mayapada Hospital juga terbilang lengkap.

Adapun Mayapada Hospital merupakan salah satu rumah sakit pertama di Indonesia yang menghadirkan pusat layanan terpadu untuk kasus gastrointestinal dan hati dengan menghadirkan Digestive Endoscopy Center serta Gastro Intestinal and Liver Center.

Fasilitas tersebut menyediakan layanan konsultasi, observasi, dan tindakan endoskopi saluran pencernaan berupa gastroscopy, colonoscopy, endoscopy retrograde cholangio-pancreatogram (ERCP).

Berikutnya, ada pula fasilitas laboratorium dan radiografi, seperti ultrasonografi (USG), computerized tomography (CT) scan, dan magnetic resonance imaging (MRI).

Mayapada Hospital juga memiliki teknologi alat endoskopi terbaru untuk mendiagnosis dan melakukan tindakan therapeutic pada kasus penyakit saluran cerna, liver, empedu, dan pankreas. Berbagai tindakan tersebut dilakukan oleh tenaga profesional terlatih.

Di samping itu, untuk mendiagnosis kelainan saluran pencernaan secara keseluruhan dari kerongkongan sampai anus, dokter ahli akan menggunakan teknologi kapsul endoscopy.

“Jadi, pasien akan menelan kapsul endoskopi yang dilengkapi kamera dan bluetooth. Kapsul tersebut akan merekam kondisi kerongkongan, lambung, usus dua belas jari, usus halus, dan usus besar. Hasil rekaman dan data terkait nanti langsung dikirimkan melalui frekuensi bluetooth,” kata dr Hendra.

Fasilitas-fasilitas tersebut, lanjut dr Hendra, disediakan untuk membantu pemeriksaan dan pengobatan pasien yang memiliki masalah pencernaan, liver, empedu, dan pankreas secara holistik.

Fasilitas tersebut pun tersedia di Mayapada Hospital di seluruh Indonesia. Sebagai informasi, pada kuartal III 2021, Mayapada Hospital juga akan membuka cabang di Kota Surabaya, Jawa Timur. Tepatnya, berada di Jalan Mayjen Sungkono Nomor 20, Surabaya Barat.

Mayapada Hospital juga membuka layanan telekonsultasi untuk keluhan penyakit apa pun. Pasien yang ingin menggunakan layanan tersebut dapat menghubungi 150770.

Ilustrasi sakit mag. DOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi sakit mag.

Pencegahan

Pada dasarnya, gangguan pada lambung bisa dicegah dengan beberapa cara. Dokter Hendra menjelaskan, pencegahan paling penting adalah dengan mengatur pola makan sehari-hari.

“Lebih baik makan sedikit-sedikit, tapi teratur dan jangan sampai lapar berlebihan atau kekenyangan. Dimulai dari sarapan pagi dengan dua per tiga porsi. Kemudian, sepertiga porsi sisanya bisa dikonsumsi saat break pagi sekitar pukul 10.00,” ujar dokter yang menempuh studi di Universitas Santo Tomas, Filipina.

Masuk jam makan siang, lanjutnya, lebih baik jangan mengonsumsi makanan terlalu kenyang. Sisakan sepertiga makan siang untuk break di sore hari sekitar pukul 16.00.

“Lalu, usahakan makan malam sebelum pukul 19.00. Nanti, sebelum tidur bisa mengonsumsi makanan ringan, seperti buah-buahan atau minum susu. Jadi, dua jam sebelum tidur jangan makan berat,” jelas dr Hendra.

Kedua, perhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Jangan terlalu banyak mengonsumsi asam, seperti lemon, karena lambung lemah terhadap kandungan asam yang berlebih. Mengonsumsi vitamin C berlebihan juga tidak dianjurkan karena bisa mengiritasi lambung.

Kemudian, tidak boleh pula mengonsumsi makanan yang terlalu pedas. Selain itu, hindari minum kopi atau coklat saat perut kosong. Dokter Hendra menganjurkan bahwa kopi sebaiknya diminum setelah makan. Volume kopi yang dikonsumsi pun hanya secangkir.

Ketiga, kendalikan pikiran. Sebab, faktor pikiran yang terlalu cemas atau takut akan suatu penyakit tanpa berdasarkan fakta ilmiah terhadap suatu penyakit, termasuk terlalu takut untuk mengonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya tidak ada kaitan dengan penyakit lambung yang justru akan membuat penderita makin takut dan cemas.

Sebaiknya, alihkan pikiran ke hal yang lebih positif atau melakukan kegiatan yang menyenangkan, seperti bermain game, menonton film, membaca buku. Serta mencari informasi yang benar tentang penyakit lambung pada ahlinya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com