Advertorial

Etika Digital Dapat Cegah Kekerasan Berbasis Gender Online

Kompas.com - 08/07/2021, 13:31 WIB

KOMPAS.com – Angka kekerasan berbasis gender online (KBGO) di Indonesia masih tinggi. Data Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) 2021, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Minggu (20/6/2021), mengungkapkan bahwa jumlah kasus KBGO sepanjang 2020 mencapai 940 kasus.

Adapun bentuk kekerasan atau pelecehan online yang kerap terjadi meliputi penyebarluasan informasi pribadi secara publik (doxing), ajakan maupun ancaman berhubungan seksual lewat pesan (flaming), menjebak korban untuk mendapatkan keuntungan materi (honey trapping), catfishing atau penggunaan identitas orang lain untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan pelaku, sampai penyebaran video intim korban atas alasan balas dendam (revenge porn).

Menyikapi fenomena tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar bertajuk “Stop di Kamu, Melawan Pelecehan Sosial Melalui Media Sosial”. Webinar ini digelar pada Jumat (2/7/2021) serta diikuti ratusan peserta secara daring.

Webinar tersebut menghadirkan narasumber dari berbagai bidang, yakni Founder Bombat Media Pradna Paramita, aktivis kepemudaan lintas iman Novita Sari, praktisi dan dosen Manajemen Komunikasi Institut Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Industri (STIAMI) Wulan Furrie, digital marketer expert dan G Coach Eko Sugiono, serta master of ceremony dan presenter TV Nasional Tyra Lundy.

Novita Sari menjadi narasumber pertama yang memberikan pemaparan. Ia mengatakan, berdasarkan data Komnas Perempuan, jumlah KGBO di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Peningkatan KGBO pada 2020 mencapai 241 kasus atau 34,5 persen dari tahun sebelumnya.

“Kadang KBGO tidak dirasakan dan bahkan menjadi bahan bercandaan di internet. Akibatnya, bentuk pelecehan menjadi semakin serius. Bentuk pelecehan seksual di ruang publik yang paling sering dialami korban adalah 60 persen verbal, 24 persen fisik, dan 15 persen visual,” ujar Novita dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/7/2021).

Oleh karena itu, menurut Novita, keberadaan etika sangat diperlukan dalam berinteraksi di dunia digital.

“Misalnya, tidak menyebarkan hal-hal sensitif mengenai orang lain tanpa izin mereka,” tuturnya.

Setelah narasumber memberikan pemaparan, para partisipan dibolehkan memberi pertanyaan dan tanggapan.

Salah satu peserta bernama Kissa menyampaikan tanggapannya. Ia mengatakan, korban pelecehan seksual pada ranah digital seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Namun, budaya masyarakat saat ini justru malah merundung korban.

“Pada situasi yang demikian, apa yang harus dilakukan korban?” tanya Kissa. 

Wulan Furrie yang menjadi narasumber turut menjawab pertanyaan tersebut. Menurutnya, saat ini sudah banyak kelompok atau lingkungan yang mendukung korban kekerasan seksual.

Meski demikian, konsekuensi psikis yang tidak diinginkan memang dapat dialami korban, seperti muncul pemikiran atau omongan negatif dari masyarakat.

“Kami percaya, masyarakat sudah lebih cerdas dalam memahami kasus kekerasan seksual. Selain itu, para korban juga memiliki hak untuk meminta perlindungan hukum, baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Hal yang paling penting adalah jika ada bukti, jangan takut untuk melaporkan,” tutur Wulan.

Sebagai informasi, webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang ingin memahami dunia literasi digital.

Oleh karena itu, pada penyelenggaraan webinar selanjutnya, Kemenkominfo membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Selain itu, Kemenkominfo juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga rangkaian acara webinar dapat berjalan dengan baik. Terlebih, webinar ini menargetkan 12,5 juta partisipan sehingga membutuhkan kerja sama dan dukungan para stakeholder.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com