JAKARTA, KOMPAS.com – Perubahan musim, seperti yang sedang terjadi saat ini, membuat virus mudah berkembang dan menginfeksi. Salah satunya adalah virus influenza yang menyebabkan flu.
Untuk diketahui, virus influenza terdiri dari tiga tipe yaitu A, B, dan C. Infeksi virus influenza menyebabkan reaksi peradangan pada saluran pernapasan.
Pada dasarnya, penyakit tersebut sering diabaikan masyarakat karena terbilang umum dan mudah diobati. Padahal, flu bisa berdampak serius bahkan kematian, khususnya pada kalangan lanjut usia (lansia), bila tidak ditangani dengan benar.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017, terdapat sekitar 500.000 kematian akibat flu di dunia per tahunnya. Sebanyak 70 persen dari jumlah tersebut merupakan kalangan lansia.
Ahli penyakit dalam Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo sekaligus profesor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dr Siti Setiati mengatakan, flu pada lansia bisa menyebabkan komplikasi yang memperberat penyakit lain yang sudah diderita.
“Umumnya, lansia sudah memiliki beragam penyakit kronik degeneratif atau komorbid. Tidak menutup kemungkinan, flu akan menjadi pemicu memburuknya penyakit-penyakit lain,” katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/7/2021).
Dokter Ati menambahkan, tingginya angka mortalitas lansia akibat flu juga disebabkan oleh menurunnya sistem imun atau immunosenescence.
Ketika kinerja sistem imun menurun, kalangan lansia akan mengalami gejala flu yang berbeda dari biasanya.
“Pada orang biasa, influenza ditandai dengan demam tinggi, batuk, lemas, sakit tenggorokan, nyeri-nyeri otot, dan sendi. Sementara, influenza yang menyerang lansia akan memiliki gejala malas makan, lemas, banyak tidur, sampai dengan gangguan kesadaran,” tutur dr Ati, sapaan akrabnya.
Sayangnya, gejala yang menyaru tersebut membuat orang di sekitar lansia tidak menyadari.
“Dikiranya hanya sedang ‘ngambek’ dan tidak mau bicara, lalu dibiarkan. Makanya, banyak ditemukan kasus lansia yang mengalami influenza datang ke rumah sakit posisinya sudah mengalami komplikasi infeksi yang serius,” jelas dr Ati.
Lantaran terlambat ditangani, lansia dengan influenza bisa mengalami peradangan paru-paru atau pneumonia.
Bedanya flu dengan Covid-19
Dokter Ati mengingatkan, kalangan lansia harus lebih waspada terhadap ancaman flu, terlebih saat ini juga sedang terjadi pandemi Covid-19.
Dua gejala penyakit tersebut, kata dr Ati, memiliki kesamaan meski disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda. Flu disebabkan oleh virus influenza, sedangkan Covid-19 disebabkan virus SARS-CoV-2.
“Covid-19 dan influenza memiliki gambaran yang mirip dan gejalanya juga nyaris sama. Virus influenza dapat berkembang dengan cepat, terlebih di musim pancaroba seperti saat ini. Sementara, Covid-19 tampaknya tidak memandang musim,” kata dr Ati.
Lebih lanjut dr Ati menjelaskan, gambaran ground-glass opacity (GGO) pada scan paru yang dilakukan terhadap penderita influenza dan Covid-19 juga nyaris serupa.
Perbedaan kedua penyakit tersebut terletak pada masa inkubasi dan derajat penularan. Masa inkubasi virus SARS-CoV-2 sekitar 2 sampai dengan 14 hari. Karena itulah, seseorang yang terinfeksi Covid-19 biasanya akan mengalami gejala dan masih menular lebih lama dibandingkan influenza. Covid-19 kelihatannya juga lebih cepat menular dibandingkan influenza.
Sementara itu, virus influenza memiliki masa inkubasi yang tergolong lebih pendek, yaitu 2-4 hari.
Ia mengatakan, di tengah sibuknya dunia mengatasi kasus Covid-19, bukan berarti influenza boleh diabaikan.
“Karena masyarakat fokus ke Covid-19 sehingga kesannya influenza hilang. Jangan salah, kedua penyakit ini bisa menjadi twindemic, (artinya) muncul pada saat yang bersamaan,” papar dr Ati.
Menurutnya, lansia yang terkena influenza dan Covid-19 di saat yang bersamaan dapat mengalami kondisi yang sangat serius.
“Sebelumnya, flu atau influenza dianggap biasa saja sehingga masyarakat kurang aware terhadap keberadaannya. Sejak adanya Covid-19, semua orang lebih open minded dengan mempelajari scan paru,” tutur dr Ati.
Oleh sebab itu, dr Ati kembali mewanti-wanti agar penyakit influenza tidak diremehkan karena juga memiliki akibat yang fatal, terlebih bila terjadi pada lansia.
Mencegah lansia terserang influenza
Untuk mencegah terserang influenza, kalangan lansia disarankan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang, vitamin, dan berolahraga dengan rutin .
“Setidaknya, berolahraga 30 menit setiap hari dan 5 kali dalam seminggu. Olahraga pada lansia bisa yang ringan-ringan saja. Hal terpenting adalah badannya bergerak,” ungkapnya.
Kemudian, ia pun meminta agar kalangan lansia tidak dibiarkan sendirian. Pasalnya, faktor kesepian dapat menyebabkan lansia tidak nafsu makan dan kurang beraktivitas. Akibatnya, lansia mudah terserang penyakit flu.
“Di masa pandemi seperti sekarang ini harus tetap diupayakan untuk terus bisa berkomunikasi dengan lansia walaupun hanya melalui media telepon dan video call. Hal ini dilakukan agar mereka tidak merasa kesepian,” jelas dr Ati.
Langkah penting berikutnya, imbuh dr Ati, adalah melakukan vaksinasi influenza. Hal ini dilakukan untuk membentuk antibodi terhadap virus influenza.
“Banyak penelitian membuktikan, vaksin memiliki efektivitas yang tinggi. Begitu juga dengan vaksin influenza. Bukan berarti tidak (akan) terpapar, melainkan bila tertular kemungkinan untuk pulih pada lansia yang mengidap influenza lebih tinggi,” jelas dr Ati.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa vaksin influenza yang sering digunakan adalah vaksin jenis quadrivalent. Vaksin ini mengandung dua tipe virus influenza, yakni virus jenis A dan B yang telah dimatikan.
“Vaksin quadrivalent juga tergolong terjangkau Harganya mungkin berkisar sekitar Rp 250.000 hingga Rp 300.000,” lanjut dr Ati.
Ia melanjutkan, vaksin influenza memiliki efektivitas selama satu tahun dan perlu dilakukan pengulangan setiap satu tahun sekali atau sesuai anjuran lebih lanjut dari dokter.
“Selain menjaga kesehatan dengan tidak makan sembarangan dan berolahraga, vaksin merupakan pencegahan primer, terutama di masa pandemi seperti sekarang ini terapkan juga protokol kesehatan secara disiplin. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Lakukanlah pencegahan primer tersebut selagi bisa,” tutur dr Ati.