Advertorial

Satgas Covid-19 Imbau Masyarakat Tidak Lakukan Mixing Vaccines Tanpa Pengawasan

Kompas.com - 14/07/2021, 15:51 WIB

KOMPAS.com – Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan mixing vaccines atau menambah dosis vaksin Covid-19 sebagai booster tanpa pengawasan.

Hal itu diungkapkannya setelah mendapat update temuan ilmiah terkait kebijakan vaksinasi.

Isu mengenai mixing vaccinesdan tambahan dosis mengemuka di kalangan masyarakat seiring rencana pemerintah untuk pemberian dosis tambahan untuk tenaga kesehatan (nakes).

Seperti diketahui, pemerintah ingin melakukan penyuntikkan booster dosis ketiga maupun mixing vaccines untuk nakes yang dinilai memiliki risiko penularan tertinggi karena intensitas dan lokasi beraktivitas yang erat kaitannya dengan fasilitas layanan kesehatan.

“Saat ini beberapa negara juga melakukan hal yang sama, misalnya Thailand yang akan menyuntikkan vaksin AstraZeneca kepada nakes yang sudah mendapat dua kali dosis vaksin Sinovac demi proteksi tambahan. Tentunya, praktik ini dilakukan setelah studi klinis dilakukan terlebih dahulu,” ujar Wiku dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/7/2021).

Meski demikian menurutnya masyarakat tak perlu risau soal itu. Berdasarkan beberapa penelitian, kekebalan yang ditimbulkan setelah vaksin Covid-19 dosis kedua dapat bertahan pada tubuh manusia dalam kurun beberapa bulan atau bahkan tahunan.

Untuk jangka waktu bertahannya kekebalan akan bergantung pada kondisi tubuh masing-masing.

Secara umum, dua kali dosis vaksin sudah cukup bagi masyarakat untuk membentuk kekebalan individu. Karenanya melakukan mixing vaccines atau penambahan dosis booster sendiri tidak disarankan.

Upaya pemerintah

Sejauh ini, adanya berbagai macam varian di lingkungan, seperti alpha, beta, gamma, dan delta yang dikenal sebagai variant of concern. Istilah ini dimaknai sebagai varian yang dapat menyebar dengan lebih cepat, meningkatkan peluang keparahan gejala, dan berpeluang pula menurunkan efektivitas vaksin yang telah diberikan.

Meskipun demikian, lewat berbagai studi yang disarikan Badan Kesehatan Dunia (WHO), vaksin masih penting keberadaannya dalam meminimalisasi gejala yang ditimbulkan.

Wiku memastikan, pemerintah tidak akan lepas dari fokus utama untuk mempercepat pembentukan kekebalan komunitas sesegera mungkin.

Pemerintah menjamin seluruh masyarakat, khususnya populasi rentan mendapatkan haknya untuk divaksin.

“Hal yang terpenting saat ini ialah persebaran vaksinasi yang merata dan berkeadilan secara nasional,” tegas Wiku.

Namun dia mengingatkan, bahwa vaksinasi tidak akan sempurna jika tidak diikuti dengan intervensi lainnya, seperti pengendalian mobilitas dan aktivitas masyarakat. Ia juga menegaskan masyarakat untuk patuh terhadap protokol kesehatan.

Sebagai informasi, pengaturan intervensi tersebut terangkum dalam kebijakan nasional yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Diperketat yang saat ini diterapkan.

Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk sungguh-sungguh dalam menjalankan serta mematuhi peraturan yang berlaku selama masa krisis ini dengan penuh tanggung jawab.

“Ini demi diri kita, keluarga kita, bangsa kita, bahkan dunia,” ujarnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau