KOMPAS.com – Kehadiran gawai dan internet bisa dimanfaatkan sebagai media belajar yang atraktif dan inovatif untuk anak. Dua fasilitas ini dapat dimanfaatkan anak agar lebih menikmati proses belajarnya. Saat hendak belajar membaca dan berhitung, misalnya, media permainan edukatif yang disediakan lewat gawai dapat jadi opsi menarik.
Meski memiliki manfaat positif, orangtua harus tetap mengawasi penggunaan gawai dan internet oleh anak. Pasalnya, penggunaan gawai tanpa memperhatikan waktu dapat berdampak buruk bagi anak.
Anak bisa jadi kurang aktif bergerak, kurang bersosialisasi, dan dapat terganggu kesehatan matanya karena terlalu lama menatap layar gawai. Selain itu, penggunaan earphone dengan volume yang tinggi juga bisa merusak telinga anak.
Game yang dimainkan anak pun harus selalu diawasi oleh orangtua. Sebab, tak sedikit game di internet memuat unsur kekerasan dan berkategori dewasa.
Untuk menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Dampak Teknologi dalam Perkembangan Anak”, Kamis (8/7/2021).
Beberapa narasumber yang hadir pada forum tersebut meliputi Direktur Gedhe Nusantara Yossy Suparyo, praktisi dan dosen Manajemen Komunikasi di Institut Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Industri (Stiami) Wulan Furrie, perwakilan Kaizen Room Hayuning Sumbadra, web developer dan konsultan teknologi informasi Eka Y Saputra, serta influencer Deasy Noviyanti.
Dalam pemaparannya, Hayuning Sumbadra menyampaikan bahwa anak zaman sekarang tergolong sebagai digital native.
“Sebagai orangtua yang bijak, kita harus mampu mengawasi dan mendidik para digital native ini dan harus belajar lebih cepat dari mereka yang dari kecil sudah ada gadget,” kata Hayuning dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Senin (12/7/2021).
Tipsnya, lanjut Hayuning, orangtua harus membuka dialog dengan anak, membicarakan teknologi seperti berdiskusi dengan sahabat, serta menemukan titik tengah antara menjadi orangtua otoriter dan memanjakan anak.
Selain itu, orangtua juga harus menunjukkan etika yang baik sebagai contoh dalam berkomunikasi. Misalnya, menyampaikan sudut pandang dan memosisikan diri sebagai teman kepada anak.
“Waspada terhadap cyber bullying dan beritahu anak tentang bahaya internet. Di balik setiap anak yang percaya diri, ada orangtua yang lebih dulu percaya kepada anaknya,” kata Hayuning.
Literasi digital
Dalam forum tersebut, peserta yang hadir diperkenankan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Prio, salah satu peserta, menyampaikan pertanyaan.
“Dalam upaya meningkatkan literasi digital pada anak, bagaimana jika pendidikan mengenai literasi digital dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah agar edukasinya lebih merata dan mudah diterima?” tanya Prio.
Pertanyaan tersebut dijawab dengan lugas oleh Yossy Suparyo. Menurutnya, literasi digital merupakan kompetensi dasar saat ini dan harus diberikan sebagai materi dasar bagi pelajar di era kekinian.
“Proses belajar mengajar selanjutnya akan banyak menggunakan platform berbasis digital. Hambatan pertama sebenarnya ada pada level guru yang perlu ditingkatkan. Tantangan itu harus kita selesaikan dulu,” kata Yossy.
Sebagai informasi, webinar yang dihadiri puluhan peserta secara virtual tersebut merupakan salah satu seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang akan digelar hingga akhir 2021.
Kegiatan itu terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital.
Untuk itu, penyelenggara pun membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada agenda webinar selanjutnya melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.