KOMPAS.com – Selain bergerak di jasa angkutan kereta api, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga terus mengoptimalkan aset yang dimiliki melalui sertifikasi dan penertiban.
KAI memiliki aset cukup luas, yaitu sekitar 327.825.712 meter persegi yang terdiri dari 3.881 unit bangunan dinas dan 16.463 unit rumah dinas. Aset tersebut tersebar di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera.
Sebagai informasi, sejak 2016 hingga Desember 2020, KAI telah melaksanakan penertiban aset seluas 10.269.152 meter persegi berupa kios atau tenan, bangunan liar, rumah perusahaan, maupun bangunan dinas.
Adapun per Januari hingga Juni 2021, KAI telah melaksanakan sebanyak 1.452 penertiban.
“KAI berkomitmen menjaga aset perusahaan yang merupakan milik negara hingga daerah-daerah terpencil meskipun di jalur non-aktif. Hal tersebut merupakan komitmen KAI memberikan kontribusi nyata untuk Indonesia,” kata Vice President Public Relations KAI Joni Martinus.
Jimmy Oscar Tarigan, mantan Kepala Bagian Aset Tanah dan Bangunan Wilayah Langsa di Provinsi Aceh mengaku telah menjaga kurang lebih 8.481.744 meter persegi aset KAI. Hal ini menjadi tantangan tersendiri baginya.
Terkadang, Jimmy harus menghadapi masyarakat yang punya keterbatasan berbahasa Indonesia.
Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya ia meminta pendampingan dari masyarakat setempat sebagai penerjemah.
Pekerjaan Jimmy sebagai penjaga aset KAI menuntutnya untuk pandai bernegosiasi. Pasalnya, ia kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan saat hendak mengamankan aset KAI.
Ia mengaku, masalah seperti dicaci maki dan diancam merupakan hal biasa yang sering ia alami.
Adapun, salah satu tugasnya sebagai penjaga aset adalah melakukan pengecekan ke aset KAI yang sulit di jangkau di wilayah Aceh.
Jimmy mengatakan, tak jarang ia harus berjalan hingga puluhan kilometer, menempuh medan ekstrem, seperti perbukitan dan hutan yang jalannya licin dan berlumpur.
“Berdasarkan alas hak yang kami punya, kami berusaha menelusuri aset-aset perusahaan meskipun harus ke pedalaman,” ujar Jimmy dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Sabtu (17/7/2021).
Ia biasa melakukan pendataan atau mapping aset, memasang patok tanda batas, plang penanda, melakukan penertiban dan pemagaran pascapenertiban, serta menyelamatkan aset melalui jalur hukum atau litigasi.
Jimmy mengatakan, patok tanda batas sering berpindah, lantaran banyak oknum tidak bertanggung jawab yang ingin menguasai tanah milik KAI. Sebab itu, ia kerap menghadapi perdebatan tak terhindarkan.
Namun, kata Jimmy, sebisa mungkin permasalahan yang ada diselesaikan secara baik-baik.
Selain itu, tantangan lain yang didapatkannya adalah ketika ia menemukan aset KAI.
Ia mengaku sering menemukan aset yang telah diduduki pihak lain. Hal ini menjadi tantangan sulit karena ia harus mengambil alih aset tersebut.
Menurut Jimmy, dibutuhkan sikap adaptif, solutif, dan mudah berkolaborasi dengan berbagai pihak saat menjaga aset KAI.
“(Kami berusaha) menghindari rasa takut dan memupuk keberanian menghadapi masyarakat yang bersikeras ingin menguasai aset KAI yang merupakan kekayaan negara,” kata Jimmy.
Sementara itu, pengalaman berbeda dirasakan pula oleh Rizky Kurniawan, seorang Senior Supervisor Penjagaan Aset 1.5 Rangkasbitung.
Menurut Rizky, tantangan terbesar di wilayahnya adalah mengedukasi masyarakat terkait larangan untuk tidak mengambil aset KAI yang merupakan milik negara.
“Kerap timbul penolakan dari oknum masyarakat ketika akan dilakukan penertiban aset. Di beberapa wilayah, penolakan terkadang juga disertai ancaman kepada petugas,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Rizky, negosiasi, mediasi, koordinasi dan kolaborasi yang baik antar berbagai pihak, menjadi sangat penting untuk menjalankan tugas penertiban demi mengambil alih aset negara.