Advertorial

Kemenkominfo Ajak Masyarakat Cari Solusi dalam Pembelajaran Daring lewat Webinar #MakinCakapDigital

Kompas.com - 22/07/2021, 10:31 WIB

KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia menerapkan sistem belajar dari rumah secara daring sejak Maret 2020. Kebijakan ini bertujuan untuk menekan laju penyebaran Covid-19, khususnya di lingkungan sekolah.

Namun, pelaksanaan sistem tersebut menemui hambatan di berbagai daerah, mulai dari belum terjangkaunya daerah oleh sinyal seluler hingga belum tersedianya infrastruktur internet yang memadai. 

Menyikapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital Indonesia menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital bertajuk "Digitalisasi Sekolah, Tantangan, Peluang dan Terobosan", Senin (19/7/2021).

Sejumlah narasumber dari berbagai bidang profesi dan keahlian hadir dalam webinar tersebut. Mereka adalah peneliti dan dosen Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Ahmad Wahyu Sudrajad, perwakilan Internet Development Institute (ID Institute) Sigit Widodo, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP) Universitas Sriwijaya Krisna Murti, serta Chief Executive Officer (CEO) Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan Nemolab Pri Anton Subardio.

Adapun tema yang dibahas masing-masing narasumber meliputi digital ethics, digital skills, digital culture, dan digital safety.

Ahmad Wahyu Sudrajad mengisi sesi pertama pada webinar tersebut. Ia memaparkan bahwa dampak positif dari adanya pembelajaran digital bagi siswa hanya sebesar 50 persen.

"Saat ini, dunia digital merupakan tantangan bagi siswa dalam berkelakuan sopan dan saling menghargai. Pasalnya, saat ini perundungan siber sangat meningkat," ujar Ahmad dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (21/7/2021).

Ia menambahkan, kemudahan akses dunia digital juga turut membuat banyak orang melakukan pelanggaran hak cipta atau memplagiat karya orang lain atau plagiarisme.

Padahal, lanjut Ahmad, dunia digital memberikan banyak peluang kepada setiap pengguna untuk meningkatkan pengetahuan berbasis digital. Selain itu, pengetahuan tentang dunia digital juga bisa didapat dari universitas yang membuka jurusan khusus terkait hal itu.

“Kini, banyak platform yang berguna dan bermanfaat untuk menambah pengetahuan di industri digital, seperti Rumah Belajar, Kelas Pintar, dan Quipper School," katanya.

Narasumber yang menjadi pemateri kedua adalah Krisna Murti. Ia mengatakan, cakupan ruang lingkup dari digital ethic tidak jauh dari kesadaran, integritas, tanggung jawab, serta kebajikan. Menurutnya, keempat pilar tersebut bisa menciptakan suasana yang kondusif dalam interaksi setiap pengguna dunia digital.

Krisna turut menjabarkan kelebihan dari pembelajaran secara daring, yakni siswa dapat dengan mudah mengetahui informasi dan mengakses materi atau bahan ajar yang diberikan.

“Sementara, kemudahan bagi pendidik, yakni dalam hal memberikan dan menyampaikan bahan ajar,” ujar Krisna.

Walau demikian, Krisna mengatakan bahwa pembelajaran secara daring juga memiliki tantangan, mulai dari membutuhkan jaringan internet yang stabil, kekurangan dalam masing-masing aplikasi belajar, hingga potensi terganggunya konsentrasi peserta didik akibat kesulitan mendapatkan jaringan.

"Hambatan dan tantangannya lainnya adalah tidak semua siswa dapat memahami materi yang disampaikan melalui media daring. Hal ini membuat banyak orangtua siswa terbebani dengan sistem belajar daring,” ujarnya.

Sementara itu, terkait peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia, Sigit Widodo menganggapnya sebagai hal yang wajar.

Menurutnya, dilihat dari persentase, sebanyak 64,25 persen penduduk daerah perkotaan yang berumur lima tahun ke atas sudah mengakses internet. Sementara, di daerah perdesaan hanya 40,32 persen.

Dengan demikian, lanjut Sigit, diperlukan fasilitas penunjang pelaksanaan sekolah digital, mulai dari bahan ajar berupa konten digital, fasilitas laboratorium komputer, akses WiFi sekolah atau universitas kampus, proyektor, dan perangkat komputer bagi pengajar.

“Selain itu, kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga diperlukan. Siswa harus diajarkan memanfaatkan TIK untuk belajar," tuturnya.

Sigit juga memberikan tips belajar secara digital, khususnya di era pandemi. Tips tersebut adalah mengatur jadwal belajar, menggunakan aplikasi untuk belajar, tetap terhubung dengan teman, serta jangan membuang kuota untuk kegiatan lain.

Pembicara terakhir pada webinar tersebut adalah Pri Anton Subardio. Pri memaparkan maraknya kasus pembajakan dan penipuan di media sosial dengan menggunakan identitas akun media sosial yang dibajak.

Dari maraknya kasus tersebut, ia mengimbau setiap pengguna media sosial untuk memahami berbagai konsekuensi di dunia digital.

Pri melanjutkan, pengguna media digital bisa memanfaatkan mesin pencari informasi seperti Google untuk meminimalisasi terjadinya penipuan atau hacking yang banyak terjadi di internet. Pasalnya, Google memiliki kemampuan untuk mencari halaman situs web di internet berdasarkan basis data dengan bantuan kata kunci.

"Langkah-langkah dalam melindungi identitas digital, yaitu pastikan Anda menggunakan identitas asli atau samaran saat mengelola akun platform digital. Masing-masing pilihan punya konsekuensi dan setiap pengguna harus bertanggung jawab atas pilihan ini. Tak kalah penting, manfaatkan identitas utama, yakni alamat surat elektronik untuk mendaftar suatu platform digital," tutur Pri.

Setelah semua narasumber menyampaikan materi, peserta webinar dipersilakan mengutarakan pertanyaan dan tanggapan.

Salah satu peserta, Rosmiati, menanyakan tips dan trik untuk dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi digital di sekolah perdesaan untuk menuju sekolah digital.

Sigit menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan yang sudah ia paparkan. Menurutnya, hal yang bisa dilakukan adalah mengatur jadwal belajar, menggunakan aplikasi untuk belajar, tetap terhubung dengan teman, dan tidak membuang kuota untuk kegiatan yang tidak berfaedah.

“Dengan adanya pola belajar yang baru, kita juga harus berubah dalam proses cara belajar. Jadi, tidak hanya belajar dengan bantuan Google, tetapi bisa juga menggunakan critical thinking," jawab Sigit.

Sebagai informasi, seri webinar #MakinCakapDigital tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Cilegon. Kegiatan ini terbuka bagi semua orang yang ingin memahami dunia literasi digital.

Kemenkominfo turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga webinar tersebut dapat berjalan dengan baik. Pasalnya, program literasi digital ini menargetkan 12,5 juta partisipan sehingga dibutuhkan dukungan semua pihak.

Untuk informasi mengenai webinar selanjutnya, Anda bisa pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com