Advertorial

Lulus dari ITB dengan Segudang Prestasi, Work Life Balance Jadi Kunci Keberhasilan Duo Mapres ITB

Kompas.com - 23/07/2021, 16:21 WIB

KOMPAS.com – Kehidupan dan sistem belajar di perguruan tinggi tentu berbeda dengan pendidikan dasar dan menengah.

Pasalnya, seseorang yang mengemban status sebagai mahasiswa dituntut mampu memegang prinsip kebebasan terbatas.

Artinya, mahasiswa memiliki hak dan tanggung jawab untuk menentukan sendiri kehidupan akademik dan nonakademik selama menjalani pendidikan di kampus.

Pada kehidupan akademik, misalnya, mahasiswa bebas menentukan jumlah mata kuliah yang diambil sesuai batas satuan kredit semester (SKS).

Sementara itu, untuk nonakademik, mahasiswa bebas memilih gaya hidup yang dijalani hingga aktivitas yang ingin diikuti di dalam kampus atau pun di luar kampus.

Namun, menentukan pilihan yang tepat bukan perkara mudah. Tak jarang, sebagian mahasiswa merasa terbebani oleh sistem perkuliahan. Bahkan, tak sedikit yang menyerah.

Meski demikian, ada pula mahasiswa yang berhasil mengatasi tekanan perkuliahan sehingga mampu mengukir prestasi. Contohnya, dua mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), Feby Eliana Tengry dan Nada Zharfania Zuhaira, yang telah resmi menjadi wisudawan pada Sabtu (17/7/2021).

Dua mahasiswi tersebut merupakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang resmi diwisuda pada Sabtu (17/7/2021).

Selama menjadi mahasiswa di Jurusan Sistem dan Teknologi Informasi (STI) ITB, Feby mengaku termotivasi untuk menjadi mahasiswa berprestasi.

Dorongan tersebut muncul berkat lingkungan perkuliahan di ITB yang dinilainya memberi kesempatan untuk belajar banyak hal dan bertemu orang baru.

Selama berkuliah, Feby berhasil meraih dua penghargaan akademis. Pada 2017, Feby meraih penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi (Mapres) Fakultas Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB)

Selain itu, Feby juga mendapatkan penghargaan sebagai Mapres ITB 2020. Tak heran, ia mampu lulus dari ITB dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,95.

“Saya senang selama menjalani perkuliahan di ITB. Meski begitu, beberapa kali hati saya merasa terombang-ambing karena melihat teman-teman melakukan aktivitas lain dan saya tergoda untuk ikut mereka. Padahal sebenarnya paling nyaman kalau mengikuti kata hati sendiri,” ujar Feby dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (21/7/2021).

-Dok. ITB -

Feby menuturkan, untuk mencapai prestasi-prestasi tersebut, memang ada hal yang harus dikorbankan.

“Salah satunya adalah waktu bermain. Meski begitu, saya merasa semuanya terbayarkan ketika kumpul bareng teman-teman untuk mengikuti berbagai perlombaan,” terang Feby.

Selain berprestasi di bidang akademik, Feby juga aktif di berbagai kegiatan organisasi. Ia tercatat aktif di Kelompok Studi Ekonomi dan Pasar Modal (KSEP) dan menjadi Vice President StudentCatalyst.

Ia pun aktif dalam berbagai kegiatan volunteering, seperti fasilitator di acara Road to IDEATION 2020 Workshop (RIDE) by OCBC NISP, Head of Sponsorship BIST League 2019, serta menjadi Head of Sponsorship INFEST KSEP ITB 2018.

Prestasi lain yang juga ia torehkan adalah Juara 1 Mekari Innovation Lab 2020, Juara 1 Toyota Fun atau Code Hackathon 2019 dan Juara 1 Compfest XI Business IT-Case Competition 2019.

Sebagai mahasiswa berprestasi, Feby mengaku proses perkuliahannya bukan tanpa tantangan. Beberapa kali, ia menghadapi masalah di perkuliahan. Untuk mengatasi hal tersebut, ia menerapkan work life balance dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

“Lihat kesibukan diri sendiri. Jangan ambil terlalu banyak kesibukan karena takutnya tidak maksimal hasil yang didapat,” kata Feby.

Prestasi yang tak kalah membanggakan digoreskan oleh Nada yang merupakan mahasiswi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB.

Selama kuliah, Nada tercatat pernah menjadi Mapres dari FTSL ITB pada 2016. Ia bahkan menjadi Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB periode 2020/2021.

Nada mengatakan, ia memiliki kepedulian tinggi pada lingkungan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan di masa SMA adalah membangun fasilitas mandi cuci kakus (MCK) di berbagai daerah bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Sejak saat itu, Nada berharap dapat menekuni pendidikan teknik lingkungan di perguruan tinggi agar dapat berkontribusi bagi lingkungan. 

Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif soal isu lingkungan, Nada tak hanya mengandalkan teori di kampus. Ia juga terlibat secara langsung di lapangan dalam penyuluhan lingkungan di masyarakat.

-Dok. ITB -

Nada pun merasa mendapat panggilan untuk berbuat lebih banyak. Panggilan ini akhirnya direspons oleh Nada pada 2020 dengan menjabat sebagai Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB.

“Tentunya tidak mudah menjadi presiden suatu kabinet keluarga mahasiswa beranggotakan lebih dari 23.000 mahasiswa,” kata Nada.

Perselisihan pendapat dan tantangan dalam menggerakkan anggota kabinet untuk membantu kelancaran program kerja adalah sedikit dari kesulitan yang dihadapi Nada di masa jabatannya.

Pada waktu yang sama, imbuh Nada, ia juga dituntut untuk menghitung beban lainnya, seperti beban akademik dan tanggung jawab di organisasi selain KM ITB.

Nada pun tertantang menjalankan tugas dan tanggung jawab tersebut tanpa mengesampingkan tujuannya untuk tetap berprestasi secara akademik.

“Konsekuensi menjadi seorang terdidik adalah mendidik,” ujar Nada.

Nada percaya bahwa sebagai seorang mahasiswa terdidik, sudah menjadi setengah tanggung jawabnya untuk menyerap ilmu sebanyak-banyaknya selama berkuliah di ITB dan dari KM ITB.

“Setengah yang lainnya adalah menyebarluaskan ilmu-ilmu tersebut ke masyarakat,” jelasnya.

Seperti halnya Feby, Nada juga menghadapi berbagai persoalan selama di perkuliahan. Menjaga work life balance juga menjadi kunci Nada dalam mengatasi kendala-kendala tersebut.

“Demotivasi datang saat ada terlalu banyak masalah dalam hidup kita. Perlu ada kegiatan lain untuk mengalihkan perhatian kita dari masalah yang membuat demotivasi. Jangan lupa menjaga diri sendiri dan menyediakan waktu untuk orang-orang terdekat,” ujar Nada.

Sebagai informasi, Feby dan Nada bersama lebih dari 1.000 mahasiswa lainnya telah diwisuda secara daring.

Saat ini, Feby sedang mengikuti akademi pengembangan aplikasi iOS, sedangkan Nada mencari kesempatan untuk bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Keduanya berencana untuk bekerja terlebih dahulu selama beberapa tahun dan kemudian melanjutkan studi di program magister (S2).

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com