KOMPAS.com – Kalangan milenial dianggap memiliki sifat sebagai natural entrepreneurs. Pasalnya, mereka dapat menemukan solusi untuk masalah yang bersifat jangka panjang dalam semangat berbisnis.
Kalangan milenial juga dinilai berani mengambil risiko dengan mengambil keputusan secara cepat dan dapat bekerja dalam suatu proyek yang selalu mengalami perubahan.
Meski demikian, kemampuan tersebut tidak bisa datang begitu saja. Kemampuan tersebut perlu dilatih dengan kebiasaan bertanya jika membutuhkan bantuan, berpikir kritis, dan berusaha sendiri memecahkan masalah secara individual.
Selain itu, hal yang terpenting adalah penerapan etika. Seorang natural entrepreneurs harus dapat mengakui dan menghargai ide orang lain.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar bertajuk “Tantangan Millennial Menjadi Pemimpin di Era Digital”.
Webinar yang digelar Rabu (21/7/2021) pukul 13:00 tersebut diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Forum tersebut menghadirkan sejumlah narasumber kompeten, yakni dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas (Fisipol) Gadjah Mada (UGM) dan IAPA Tauchid Komara Yuda, SSos, MDP, serta Director of Center for Public Policy & Management Studies Parahyangan Catholic University dan IAPA Tutik Rachmawati, PhD.
Kemudian, hadir pula penulis dan budayawan M Jadul Maula, peneliti Institut Humor Indonesia Kini Mikhail Gorbachev Dom, serta aktor dan pembuat film Qausar Harta Yudana.
Dalam pemaparannya, Tauchid menyampaikan bahwa tidak lama lagi, generasi milenial dan generasi Z akan menduduki jabatan publik yang penting. Hal ini sejalan dengan adanya kepentingan baru di era manajemen informasi.
Tauchid pun menekankan kepada kalangan milenial bahwa pemimpin merupakan fasilitator yang harus siap turun langsung. Seorang pemimpin tidak hanya mengarahkan di level instruktur, tetapi juga harus menguasai konsep dan detail pada komponen penting agar dapat berkolaborasi dengan pihak lain.
“Hal yang harus dimiliki oleh pemimpin di era 4.0 adalah goals, motivation, support, success, contribution, dan teamwork,” jelas Tauchid seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (26/7/2021).
Hal tersebut perlu dimiliki karena pemimpin di era mendatang akan menghadapi tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Pemimpin akan mengarahkan dan menjadi panutan bagi generasi berikutnya yang berbeda secara didikan dan pandangan.
Ia, lanjut Tauchid, juga akan memimpin dalam dunia yang bersifat disruptif dan harus mampu mengikuti perubahan yang akan selalu terjadi.
“Para pemimpin di masa yang akan datang ini harus memiliki mental yang mengayomi dan siap menjadi pembelajar seumur hidup,” imbuh dosen Fisipol UGM tersebut saat membagikan resep kepada kalangan milenial terkait pemimpin di era digital.
Tauchid juga meminta kalangan milenial untuk melupakan hierarki saat menjadi seorang pemimpin di era digital. Pasalnya, teknologi bisa membuka potensi bahwa setiap orang unik.
“Selain itu, mereka harus mampu memahami mana yang esensial dan mana yang teknis,” papar Tauchid.
Sebagai informasi, webinar “Tantangan Millenial Menjadi Pemimpin di Era Digital” merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Barat.
Kegiatan itu terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Penyelenggara pun membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada seri webinar berikutnya melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.
Penyelenggara webinar mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga acara dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan program literasi digital dengan target 12,5 juta partisipan ini akan tercapai jika didukung oleh semua pihak yang terlibat.