Advertorial

Pupuk Indonesia dan Pertamina NRE Bidik Pengembangan Hidrogen

Kompas.com - 03/08/2021, 17:15 WIB

KOMPAS.com – PT Pupuk Indonesia (Persero) sepakat bersinergi dengan Pertamina New Renewable Energi (NRE) atau PT Pertamina Power Indonesia untuk menjajaki peluang pengembangan hidrogen dan penyediaan energi.

Kolaborasi tersebut tertuang dalam nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang diresmikan secara virtual, Senin (2/8/2021).

Adapun MoU itu ditandatangani oleh Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman dan Chief Executive Officer (CEO) Pertamina NRE Dannif Danusaputro.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Pahala Mansury mengatakan bahwa kerja sama tersebut sejalan dengan target net zero emission Indonesia.

“BUMN berupaya mencapai target Indonesia menuju net zero emission sebelum 2060,” ujar Pahala dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Selasa (3/8/2021).

Untuk mencapai target tersebut, kata Pahala, BUMN harus memastikan bahwa emisi karbon yang dimiliki atau dihasilkan Indonesia turun hingga 29 persen pada 2030.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan transisi energi yang sejalan dengan Grand Strategi Energi Indonesia.

Sebagai informasi, Grand Strategi Energi Indonesia merupakan upaya peningkatan ketahanan energi nasional yang semula didominasi energi berbasis fosil ke arah energi baru dan terbarukan (EBT).

"Sinergi antara BUMN Pertamina Power Indonesia sebagai subholding PNRE dan Pupuk Indonesia sesuai dengan target transisi energi Pertamina dalam 5 hingga 6 tahun ke depan,” ujar Nicke.

Dia menjelaskan, sinergi tersebut juga berpotensi meningkatkan gabungan EBT sebesar 10 gigawatt (GW) dengan rincian 6 GW berbasis gas, 3 GW energi terbarukan, dan 1 GW energi baru, termasuk hidrogen.

Sementara itu, Bakir Pasaman mengatakan bahwa kerja sama itu tidak terbatas pada pengembangan hidrogen dan penyediaan energi saja, tetapi juga pemanfaatan sarana serta peralatan teknologi.

Adapun kerja sama tersebut juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengampanyekan pengurangan emisi karbon selama beberapa tahun terakhir. Kampanye ini merupakan salah satu upaya untuk menciptakan industri yang sustainable dan ramah lingkungan.

"Pupuk Indonesia Grup menaruh perhatian besar terhadap pengurangan emisi karbon. Selain blue ammonia, kami juga sudah mengkaji pengembangan green ammonia," kata Bakir.

Sebagai informasi, amonia merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk. Green ammonia serta blue ammonia merupakan amonia yang diproses dan dihasilkan dari sumber energi terbarukan.

Kedua amonia tersebut memiliki kandungan karbon rendah sehingga lebih ramah lingkungan dan berpotensi menjadi bahan baku pupuk di masa depan.

Adapun blue ammonia diproduksi dari blue hydrogen yang berasal dari sumber energi fosil. Produksi jenis amonia ini membentuk karbon dioksida (CO2).

Pada proses pembuatannya, CO2 yang dihasilkan harus diinjeksikan kembali ke dalam perut bumi. Proses ini dikenal sebagai carbon capture storage (CCS) technology.

Dari segi ekonomi, akan lebih efisien apabila CO2 dapat diinjeksikan ke dalam reservoir minyak atau gas yang sudah tidak digunakan lagi. Karenanya, lokasi injeksi pun harus berdekatan dengan pabrik pupuk.

Sementara itu, green ammonia diproduksi menggunakan green hydrogen yang berasal dari sumber energi bersih, seperti energi panas bumi.

Untuk diketahui, Pertamina saat ini tengah mengembangkan hidrogen sebagai energi baru, baik blue hydrogen maupun green hydrogen.

Adapun pengkajian dan uji coba green hydrogen dilakukan di wilayah kerja panas bumi Ulubelu, Lampung, yang dikelola oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Sebagai informasi, MoU antara Pertamina NRE dan Pupuk Indonesia juga mencakup kajian kebutuhan green ammonia dan blue ammonia oleh Pupuk Indonesia, harga jual-beli bahan baku hidrogen oleh Pertamina Power Indonesia, serta pemanfaatan sarana masing-masing perusahaan yang menunjang penerapan CCS.

Kemudian, pengembangan teknologi carbon capture utilization and storage (CCUS), khususnya di Field Gundih dan Field Sukowati.

Selain itu, MoU tersebut juga mencakup pengkajian pengembangan kompetensi personel dalam teknologi komersialisasi EBT serta strategi yang menguntungkan kedua belah pihak.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau